-->

Apa Pengertian Urbun, Hukum Urbun, dan Aplikasi Akad Urbun Dalam Perbankan Syariah

Pengertian Urbun (Al-Urbun')

Pengertian Al-Urbun secara bahasa Urbun berarti  seorang pembeli memberi uang panjar (DP). Dinamakan demikian karena, didalam akad jual beli tersebut terdapat uang panjar yang bertujuan agar orang lain yang menginginkan barang itu tidak berniat membelinya karena sudah dipanjar oleh si pembeli pertama. 

Pengertian Al-Urbun’ (jual beli dengan sistem panjar) menurut para ulama adalah:

Seseorang yang membeli barang kemudian membayarkan uang panjar kepada si penjual dengan syarat bilamana si pembeli jadi membelinya, maka uang panjar itu dihitung dari harga, dan jika tidak jadi membelinya maka uang panjar itu menjadi milik si pejual.

 

Baca Juga :

Perbedaan Pendapat Tentang Hukum Al-Urbun’


Tentang hukum jual beli ‘urbun’ ini, terjadi perbedaan pendapat sejak masa sahabat, tabi’in, sampai masa ulama mujahid. Perbedaan pendapat tersebut baik yang membolehkan maupun yang melarangnya. Masing-masing mereka mempunyai dalil yang menjadi rujukannya.

Ilustrasi Urbun atau yang sering kita kenal dengan sebutan DP.


Pendapat yang membolehkan urbun

  1. Dari kalangan sahabat Rasulullah SAW, Diantarannya adalah Umar Bin Khattab Ra. Dalam Al-Istidkar, Ibn Abd al-Barr menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Nafi’ Bin Abd Al-Harits, beliau berkata : “umar bermuamalah dengan penduduk mekkah (shafyan). Beliau membeli rumah dari Shafwan bin Umayah seharga empat ribu dirham. Sebagai tanda jadi membeli, umar memberi uang panjar sebesar empat ratus dirham. Kemudian Nafi’ memberi syarat, jika umar benar-benar jadi membeli rumah itu, maka uang panjar itu dihitung dari harga dan jika tidak jadi membelinya, maka uang panjar itu milik Shafwan”.
  2. Dari kalangan Tabi’in, pendapat yang membolehkan dikalangan Tabi’in diantaranya adalah Muhammad bin Sirin, sebagai Hadits yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah, bahwa beliau (Ibnu Sirin) berkata : “ Boleh hukumnya seseorang memberikan panjar berupa garam atau yang lainnya kepada si penjual. Kemudian orang itu berkata “jika aku datang kepadamu jadi membeli barang itu, maka jadilah jual beli kalau tidak maka panjar yang kuberikan itu untukkmu””.
  3. Dari kalangan Imam Mazhab, Pendapat yang membolehkan dikalangan Imam Mazhab hanya Imam Ahmad bin Hambal. Menurutnya, Al-Urbun’ hukumnya boleh, imam Ahmad tidak mnyebutkan dalil untuk mendukung pendapatnya tersebut selain dalil yang diinisbatkan kepada Umar bin Khattab. Hal ini sebagaimana telah dikemukakan diatas.

Al-Urbun’ menurut ulama Hanabillah termaksud jenis jual beli yang mengandung kepercayaan dalam bermuamalah, yang hukumnya diperbolehkan atas dasar kebutuhan menurut pertimbangan ‘urf (adat kebiasaan).

Terminasi Akad melalui Urbun


Boleh jadi pula suatu akad disertai semacam tindakan hukum para pihak yang memberikan kemungkinan kepada masing-masing untuk memutuskan akad bersangkutan secara sepihak dengan memikul suatu kerugian tertentu. Ini tercermin dalam pembayaran apa yang dalam hukum islam dinamakan Urbun (semacam uang panjar/cekram).

Dikalangan ahli-ahli hukum islam pra modern, Urbun merupakan institusi yang diperdebatkan apakahsah atau bertentangan dengan hukum islam. Jumhur (mayoritas) ahli hukum islam pra modern berperndapan bahwa Urbun tidak sah menurut hukum islam. Dilain pihak, mazhab Hambali termasuk Imam Ahmad sendiri memandang Urbun sebagai suatu yang sah dan tidak bertentangan dengan hukum islam . Ahli-ahli hukum islam kontemporer dan Lembaga Fikih islam memandang menerima Urbun sebagai suatu yang tidak bertentangan dengan hukum islam, dengan alasan bahwa hadis Nabi SAW yang digunakan untuk melarang Urbun tidak sahih sehingga tidak dapat menjadi hujah

Beberapa KUH perdata dinegara-negara islam yang didasarkan kepada hukum Syariah juga menerima pandangan Hambali ini yang di anggap Urbun sesuatu yang sah. Dalam kitab undang-undang hukum muamalat Uni Emirat Arab pasal 148 dan kitab undang-undang hukum perdata Irak Pasal 92 ditegaskan:

  1. Pembayaran Urbun dianggap bukti sebagai bukti bahwa akad telah final dimana tidak boleh ditarik kembali keculi apabila ditentukan lain dalm ppersetujuan atau akadd kebiasaan.
  2. Apabila kedua belah pihak sepakat bahwa pembayaran Urbun adalah sebagao sansi pemutusan akad,maka masing-masing pihak mempunyai hak menarik kembali akad; apabila yang memutuskan akad adalah yang membayar Urbun, ia kehilangan Urbun tersebut dan apabila yang memutuskan akaad adalah pihak yang menerima urbun ia mengembalikan Urbun ditambah sebesar jumlah yang sama.
Ketentun ini memerlihatkan adanya dua tujuan Urbun. Pertama Urbun yang dimaksud sebagai bukti untuk memperkuat akad dimana akad tidak boleh diputuskan secara sepihak oleh salah satu pihak dimana selama tidak ada persetujuan adat kebiasaan yang menentukan. Dengan demikian, Urbun merupakan bagian dari pelaksanaan perikatan salah satu pihak, dan merupakan bagian pembayaran yang di percepat. Kedua Urbun juga dimaksud sebagai pemberian hak kepada masing-masing pihak untuk memutuskan akad sepihak dalam jangka waktu yang ditentukan.

Akibat Hukum dan Pemutusan Akad Urbun


Adat kebiasaan atau yang disepakati oleh para pihak sendiri denganimbalan Urbun yang dibayarkan. Apabila yang memutuskan akad adalah pihak pembayar Urbun,maka ia kehilangan Urbun tersebut ( sebagai konpensasi pemutusan/pembatalan akad) yang dalam waktu yang sama menjadi hak penerima Urbun. Sebaliknya, apabila yang memutuskan atau membatalkan akad adalah pihak yang menerima Urbun atau penerima Urbun, ia wajib mengembalikan Urbun yang telah dibayar mitranya, di samping tambahan sebesar jumlah Urbun sebagai konpensasi kepada mitranya atas tindakan membatalkan akad.

Baca Juga :

  1. PEMBAHASAN MULTI AKAD [LENGKAP]
  2. SHARF [PENJELASAN LENGKAP]


Bahwa pembayaran Urbun pada asasnya dimaksudkan sebagai bukti penguat atas akad dimana tidak boleh ditarik kembali tanpa persetujuan pihak lain, sebagaimana tampak jelas dalam ayat satu. Sedangkan ayat kedua adalah penyimpangan( perkecualian) dari asas diatas, yaitu bahwa pembayaran Urbun dimaksud sebagai penegasan hak untuk membatalkaan akad secara sepihak sehingga itu harus dilakukan berdasarkan kesepakatan secara tegas atau secara diam-diam.

Dari apa yang dikemukakan diatas tampak bahwa akad yang semula mengikat bagi kedua pihak berubah menjadiakad yang tidakmengikat karena adanya Urbun yang ditunjukan untuk menjadi imbalan atas pemutusan akad secara sepihak. Dengan demikian, tampak pula bahwa Urbun merupakan sarana melalui pemutusan akad dilakukan.

Di Indonesia, dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) dikenal juga suatu institusi serupa Urbun dan disebut uang muka. Pembayaran uang muka ini dapat diberlakukan dalam akad pembiayaan murabahah antara sebuah Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan nasabahnya. Ketentuannya disebutkan pada angka 7 dari amar kedua Fatwa DSN yang berbunyi:
Jika uang muka memakai kontrak Urbun sebagai alternatif uang muka, maka :
  1. Jika nasabah memutuskan untuk membelibarang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga;
  2. Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Tampaknya konsep Urbun (uang muka) dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ini lebih cocok dikualifikasikan sebagai ganti rugi berdasarkan kesepakatan dengan pembayaran awal daripada Urbun dengan alasan dibawah ini:
  1. Pemotongan Urbun (uang muka) oleh LKS dalam hal nasabah membatalkan akad murabahah didasarkan pada besarnya kerugian yang dialaminya, sehingga apabila Urbun itu lebih besar dari kerugian LKS, sisanya dikembalikan kepada nasabah dan apabila kebih kecil, LKS dapat meminta tambahan kekurangannya.
  2. Dalam konsiderannya, DSN tidak menyinggung hadis larangan Urbun.
  3. Sebaliknya Fatwa tersebut mengutip hadis tentang syarat pejanjian, “ kaummuslimin setia kepada syarat-syarat mereka,” dan hadis tentang ganti rugi, “Tidak Boleh merugikan diri sendiri dan tidak boleh merugikan orang lain.”

 

Urbun’ Dalam Perbankan Syariah

 

  1. Urbun’ dibayarkan sebagai hak yang diberikan kepada si pembeli sebagai masa tunggu, antara membatalkan atau melanjutkan akad atau kontrak.
  2. Batas menunggu ini tidak ditentukan waktunya.
  3. Uang muka dianggap sebagai pembayaran awal, apabila pembeli ingin melanjutkan akadnya atau tidak, kalau tidak maka si penjual boleh mengambil uangnya.
Tujuan Urbun’
  1. Untuk hak kepemilikan, agar penjual tidak memberikan barangnya kepada orang lain.
  2. Untuk memberi jangka waktu atau tempo kepada si pembeli agar bisa melunasi apa yang sudah diperjanjikan.
  3. Untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan.
Aplikasi Urbun’ pada transaksi keuangan syariah yaitu Urbun bisa diaplikasian pada transaksi sewa-menyewa, jual beli saham atau sekuritas, urbun juga dapat diaplikasikan pada transaksi murabahah.


Kesimpulan


Jadi Al-Urbun’ secara bahasa yaitu seorang pembeli memberi uang panjar (DP). Dinamakan demikian karena, didalam akad jual beli tersebut terdapat uang panjar yang bertujuan agar orang lain yang menginginkan barang itu tidak berniat membelinya karena sudah dipanjar oleh si pembeli pertama.


Adapun definisi Al-Urbun’ (jual beli dengan sistem panjar) menurut para ulama adalah:“seseorang yang membeli barang kemudian membayarkan uang panjar kepada si penjual dengan syarat bilamana si pembeli jadi membelinya, maka uang panjar itu dihitung dari harga, dan jika tidak jadi membelinya maka uang panjar itu menjadi milik si pejual”.

Urbun’ Dalam Perbankan Syariah:
  1. Urbun’ dibayarkan sebagai hak yang diberikan kepada si pembeli sebagai masa tunggu, antara membatalkan atau melanjutkan akad atau kontrak.
  2. Batas menunggu ini tidak ditentukan waktunya.
  3. Uang muka dianggap sebagai pembayaran awal, apabila pembeli ingin melanjutkan akadnya atau tidak, kalau tidak maka si penjual boleh mengambil uangnya.
Urbun memiliki tujuan Urbun sebagai berikut:
  1. Untuk hak kepemilikan, agar penjual tidak memberikan barangnya kepada orang lain. 
  2. Untuk memberi jangka waktu atau tempo kepada si pembeli agar bisa melunasi apa yang sudah diperjanjikan.
  3. Untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan.


DAFTAR ISI

  1. Apa Pengertia Urbun? 
  2. Apa Perbedaan Pendapat Hukum Urbun?
  3. Bagaimana Terminasi Akad Melalui Urbun?
  4. Bagaimana Pengaplikasian Urbun Dalam Perbankan Syariah? 


DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Enang, 2015,Fiqih Jual Beli, Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA
Anwar, Samsul, 2010,Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta: RAJAWALIS




Apa Pengertian Urbun, Hukum Urbun, dan Aplikasi Akad Urbun Dalam Perbankan Syariah