-->

Pengertian Musyarakah, Rukum dan Syarat Musyarakah Serta Aplikasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah


Pengertin Musyarakah (Syirkah)

Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana(atau amal/expertise) dengan kesepakan bahwa keuntungan dari risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan[1]

Pengertian Musyarakah Secara etimologi

Musyarakah secara etimologis mempunyai arti percampuran yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya, tanpa dapat dibedakan antara keduanya. Secara termonologis, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, musyarakah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.[2]

[source : Google.com]

Rukun dan Syarat Musyarakah

Hanafiyah berpendapat bahwa rukun sirkah hanya ada satu, yaitu shighat (ijab dan Kabul) karena shighat-lah yang mewujudkan adanya transaksi.

Adapun yang menjadi syarat syirkah menurut kesepakatan ulama yaitu:

  1. Dua pihak yang melakukan transaksi mempunyai kecakapan/ keahlian untuk mewakilkan dan menerima perwakilan. Demikian ini dapat terwujud bila seorang berstatus merdeka, balig dan pandai. Hal ini dikarenakan masing-masing dari dua pihak itu posisinya sebagai mitra jika ditinjau dari segi adilnya sehingga ia menjadi wakil mitra nya dalam membelanjakan harta.
  2. Modal syirkah diketahui
  3. Modal syirkah ada pada saat transaksi
  4. Besarnya keuntungan diketahui dengan dangan penjumlahan yang berlaku, seperti setengah, dan lain sebaginya.

Beberapa syarat musyarakah menurut utsman yang dikutip Ascarnya, antara lain:

  • Syarat Akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk oleh para mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama.
  • Pembgian proposi keuntungan. Dalam pembagian proposi keuntungan harus dipenuhi hal-hal berikut:
  1. Proposi keuntungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus disepakati di awal kontrak/akad. Jika belum ditetapkan, akad tidak sah menurut syariah.
  2. Rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan sesuai dengan keuntungan nyta yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk mitra tertentu, atau tingakat keuntungan tertentu yang dikaitkan modal investasinya.
  • Penentuan proposi keuntungan dalam menentukan proposi kentunga terdapat beberapa pendapat dari para ahli hukumislam sebagai berikut:
  1. Imam Malik dan Imam syafi’I bependapat bahwa proposi keuntungan dibagi diantra mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disepakati.
  2. Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modal yang mereka sertakan.
  • Imam Abu Hanafi, yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah, berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modal pada kondisi normal.Pembagian kerugian. Para ahli hukum islam sepakat bahwa setiap mitra menggung kerugian sesuai dengan porsi investasinya.
  • Sifat modal. Sebagian besar ahli hukum islam berpendapat bahwa modal yang diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid.
  • Manajemen musyarakah. Prinsip normal dari musyarakah bahwa setiap mitra mempunyai hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk perusahaan patungan ini.
  • Penghentian musyarakah. Musyarakah akan berakhir jika salah satu peristiwa terjadi, yaitu:
  1. Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah menyampaikan pemberitahuan kepada mitra yang lain mengenai hal ini.
  2. Jika salah seorang mitra meninggal pada saat musyarakah masih berjalan. Kontrak dengan almarhum tetap berakhir/dihentikan. Ahli warisnya memiliki pilihan untuk menarik bagian modalnya atau meneruskan kontrak musyarakah.
  3. Jika salah satu mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak mampu melakukan transaksi komersia, maka musyarakah berakhir.[3]

Landasan Hukum Musyarakah

  • Al-Qur’an (an-Nisaa:12) dan (shad:24 dan 38)
Kedua ayat diatas menunjukkan perkenaan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah An-nissa:12 perkongsian terjadi secara otomatis karena waris, sedangkan dalam Shaad:24 terjadi atas dasar akad.

  • Al-Hadits
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw, bersabsa, “ sesungguhnya Allah Azza Wa jalla berfirman, ‘aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR Abu Dawud n02936, dalam kitab al-buyu, dan hakim)

Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang melakukan perkongsian selama saling menjujung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan

  • Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-mughni, telah berkata, “kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”


Pembiayaan Musyarakah.

Prinsip pokok (standar) minimal pembiayaan musyarakah yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.

  • Musyarakah adalah hubungan yang ditetapkan atas dasar suatu kontrak yang disepakati secara bersama oleh pihak-pihak untuk berbagi keuntungan atau kerugian dari kegiatan usaha bersama.
  • Investasi dalam suatu proyek musyarakah bersumber dari para partner/pemegangan saham yang selanjutnya disebut sebagai partners.
  • Keuntungan harus didistribusikan dengan porsi yang disetujui bersama dalam kontrak.
  • Jika suatu atau lebih partner memilih untuk menjadi non-working atau silent partners, rasio dari keuntungan yang didapatkan pihak tersebut tidak boleh lebih besar dari pada rasio investasi modal yang mereka tanamkan secara keseluruhan dalam investasi musyarakah tersebut.
  • Jika mudharib dalam suatu perjanjian shirkah juga mengontribusikan modalnya dalam kegiatan usaha musyarakah, dia berhak untuk memperoleh bagian keuntungan dalam proporsi modal yang dia tempatkan di samping bagiannya sebagai mudharib sesuai degan proporsi yang disepakati.
  • Tidak diperkenankan untuk menetapkan suatu jumlah iumpsum yang
  • Tidak diperkenankan untuk menetapkaan suatu jumlah Iumpsum yang tetap bagi pihak partner tertentu, ataupun persentase keuntungan yang tetap dikalikan jumlah modal yang disetornya. Namun , management fee diperkenankan dibayar kepada partner yang mengelola proyek musyarakah asalkan perjanjiaan pembayarann fee tersebut dibuat independent dari perjanjian musyarakah.
  • kerugian ditanggungg secara Bersama oleh semua partner denagn proporsi sesuai dengan proporsi modalnya.
  • seluruh asset proyek musyarakah dimiliki secara Bersama denagn proporsi kepemilikan sesuai dengan proporsi modal masing-masing partners.
  • seluruh partners harus mengontribusikan modalnya dalam nilai uang atau jasa lainnya yang disetujui cara valuasi-nya.[4]

Jenis-jenis Musyarakah

Al-Musyarakah ada dua jenis: Musyarakah pemilikan dan akad (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnyayang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang di hasilkan aset tersebut. Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan diantara dua orang pihakatau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Al-Musyarakah terbagi menjadi 5 yaitu:

  1. Syirkah al-Inan adalah kontrak atara dua orang atau lebih . setiap pihak pihak memberikan satu porsi dari keseluruhan dana dan yang lain berpartisipasi dengan kerja. Keuntungan dan kerugian disepakati oleh mereka.
  2. Syirkah Mufawdhah adalah kontrak kerjasamaantara dua orang atau lebih. Setiap pihak membrerikan satu porsidari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian sacara sama.
  3. Syirkah A’maal adalah kontrak kerja sama antar dua orang profesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
  4. Syirkah Wujud adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise serta ahli dalam bisnis.
  5. Syirkah Al-Mudharabah (beberapa ulama berpendapat bahwa Mudharabah secara tersendiri memisahkan diri dari bab Syirkah.

 

Aplikasi dalam perbankan

  • Pembiayaan proyek
Al-Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati oleh bank.

  • Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasiatau menjual bagian sahamny, baik secara singkat atau bertahap.[5]

Lingkup penggunaan Musyarakah dikenal sebagai skema pembiayaan yang cocok untuk investasi kolektif dalam kehidupan okonomi modern. Bank Syariah menggunakan musyarakah dengan berkontribusi modl pada proyek baru atau yang sudah berdiri. Bank Syariah juga ikut menggung bagian biaya proyek dalam rasio sesuai rasio modalnya.

Bank syariah dengan menggunakan musyarakah sebagai skema investasi membuat likuiditas yang cukup tersedia untuk nasabah untuk periode waktu yang lama. Bank Syariah pada umunya menjadi partner aktif dan berpartisipasi dalam menentukan metode produksi dan tujuan dari pendirian usaha. Bank Syariah berbagi keuntungan atau kerugian denagan nasabah tanpa membebani nasabah denagan utang atau kewajiban finansial lainnya ketika nasabah harus membayar dalam situasi apu pun.

  • Manfaat Musyarakah.
Manfaat musyarakah, antara lain

  1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan pengusaha menungkat,
  2. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil usaha bank. Sehingga, bank tidak akan pernah mengalami negative spread,
  3. Pengambilan pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha nasabah.sehingga tidak memberatkan nasabah,
  4. Bank akan lebik selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan meuntungkan. Karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan, dan
  5. prinsip bagi hasil dalam mudharabah berbeda dengan prinsip “bunga tetap” , dimana bank akan menagih menerima pembiayaan (nasabah) berupa suatu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.

Produk ini akan didasarkn pada fatwa DPS BMI No.BMI-14/FAT-DPS/XI/96 tentang pembiayaan musyarakah, tertanggal 27 November1996/ 16 rajab 1417H. Fatwa ini di tandatangani DPS-BMI, terdiri atas KH. Hasan Basri (ketua merangkap anggota), KH. Ali Yafie (anggota) Drs. KH. Ahmad Azhar Basyir, M,A (anggota) Prof KH. Ibrham Hossen (anggota), Dn Prof Dr HM. Quresh Shihab (anggota).

Produk musyarakah didasarkan pada pertimbangan ekonomis berupa (1) BMI perlu melakukan terobosan-terobosan kerja sama yang saling menguntungkan Bersama nasabh dan pihak terkait lainnya, dan (2) sitem kerjasama usaha dengan cara penyertan dana sangat sesuai dengan iklim usaha masyarakat Indonesia serta dibenarkan syariat islam[6]

Pertimbangan syar’i yang dipakai adalah (1) Al-Qur’an surat Shad ayat 24, hadis Qudsi riwayat Abu Hurairah. Pertimbangan yuridis adalah (1) UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankam, dan (2) peraturan pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang prinsip bagi hasil.



DAFTAR PUSTAKA

Syafi’I Antonio, Muhammad, 2001, Islamic Banking Bank Syariah dari teori ke praktek, Depok: GEMA INSANI
Mardani, 2012, Fiqih Ekonomi Syariah, Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP
Ascarya, 2007, Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. RAJAGRAFINDO PERSADA
Nur Yasin, M, 2009, Hukum Ekonomi Islam, Malang: UIN Malang Press

Pengertian Musyarakah, Rukum dan Syarat Musyarakah Serta Aplikasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah