-->

SHARF [PENJELASAN LENGKAP]

Daftar Pembahasan :

Pengertian Sharf
Dasar hukum Sharf
Rukun dan syarat pelaksanaan Sharf
Hal yang boleh dan tidak boleh dalam Sharf
Bagaimana batasan-batasan dalam pelaksanaan Sharf
Dampak adanya sharf terhadap suatu bangsa

Pengertian Sharf

Sharf berasal dari kata Al-Syarf secara etimologi artinya Al-Ziayadah (penambahan), Al-‘Adl (seimbang), penghidaran atau transaksi jual beli. Sharf adalah jual beli suatu valuta dengan valuta asing. Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).

Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. Valuta asing disini maksudnya adalah mata uang luar negeri seperti dolar Amerika, Poundsterling Inggris, ringgit Malaysia Rupe India dan sebagainya. Syarf juga bisa juga diartikan sebagai jual beli uang logam dengan uang logam lainnya.
Misalnya jual beli dinar, emas dan perak.


Pengertian Sharf  menurut para ulama sebagai berikut :

  • Menurut istilah fiqih,
Ash-Sharf adalah jual beli antara barang sejenis atau barang tidak sejenis secara tunai. Seperti memperjual belikan emas dengan emas atau emas dengan perak baik berupa perhiasan maupun mata uang. Praktek jual beli antar valuta asing, atau penukaran antara mata uang sejenis.
  • Menurut Heri Sudarsono, 
Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valas) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya.
  • Menurut Tim Pengembangan Institut Bankir Indonesia, 
Sharf adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip sharf yang dibenarkan secara syari’ah.
  • Muhammad Al-Adnani 
Mendefinisikan Al-Sharf dengan tukar menukar uang. Taqiyyudin An-Nabhani mendenifsikan Al-Sharf dengan pemerolehan harta dengan harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak yang satu dengan perak yang lain atau berbeda jenisnya semisal emas dengan perak, dengan menyamakan atau melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain.

Baca Juga :
https://goresantanganbangjai.blogspot.com/2018/05/jelaskan-alur-pembiayaan-mudharabah-prosedur-teknis-murabahah-musyarakah.html


Dasar Hukum Ash-Sharf

Menurut Al-qur’anDalam Al-qur’an tidak ada penjelasan mengenai jual beli Sharf itu sendiri, melainkan hanya menjelaskan dasar hukum jual beli pada umumnya yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”.

Menurut Al-Hadist
Para fuqaha mengatakan bahwa kebolehan melakukan praktik sharf didasarkan pada sejumlah hadis nabi yang antara lain:
  • Dari Ubadah bin Shamit r.a Nabi SAW. Berkata, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, Sya’ir dengan Sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila berlainan jenisnya boleh jual kehendakmu asal tunai.”
  • Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW. Bersabda, “(boleh menjual) emas dengan emas setimbang. Sebanding, dan perak dengan perak setimbang. Sebanding” (H.R Ahmad, Muslim dan Nasa’i)
  • Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda,” (boleh menjual) tamar dengan tamar, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, garam dengan garam, sama sebanding, tunai dengan tunai, Barang siapa menambah atau minta tambah telah terbuat riba, kecuali yang berlainan warnanya” (Muslim).
  • Dari Abu Bakar r.a Nabi SAW Melarang (menjual) perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali sama, dan Nabi menyuruh kami membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak kami pula” (H.R Bukhari-Muslim).
Menurut ijma
Ulama sepakat bahwa akad sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu, yaitu :
  • Pertukaran tesebut harus dilaksanakan secara tunai (spot) artinya masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
  • Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa.
  • Harus dihindari jual beli bersyarat, misalnya A setuju membeli barang dari B harus ini ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang.
  • Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang di pertukarkan.
  • Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau jual beli tanpa hak kepemilikan.

 

Rukun dan Syarat Ash-Sharf

Rukun dari akad sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal yaitu:
  1. Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual), memiliki valuta untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli valuta.
  2. Objek akad, yaitu sharf (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar)
  3. Shigah yaitu ijab dan qabul
Sedangkan Syarat dari akad sharf yaitu :
  1. Valuta (sejenis atau tidak sejenis) apabila sejenis, harus ditukar dengan nilai tukar
  2. Waktu penyerahan (spot) tunai

Batasan-batasan Pelaksanaan As-sharf

Batasan-batasan pelaksanaan valuta asing yang juga didasarkan dari hadits-hadits yang dijadikan dasar bolehnya jual beli valuta asing. Batasan-batasan tersebut adalah :
  1. Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
  2. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu dipertukarkan.
Dalam hal perdagangan mata uang asing ini,Imam Al-subki sebagaimana dikutip sura’i mengatakan bahwa pendapat yang populer pada mazhab Syafi’i adalah boleh hukumnya melakukan transaksi dengan mata uang dirham yang tengah berlaku walaupun ditukar dengan dirham biasa, sedangkan dirham sebagai mata uang negara yang mempunyai cap, maka transaksi semacam ini dibolehkan.

Kemudian ia berkata berlakunya transaksi dengan mempertukarkan mata uang yang tidak sejenis tidaklah ada halangannya, asalkan secara tunai. Namun demikian apakah di perbolehkan mempertukarkan mata uang yang sama namanya tetapi berbeda negara yang memilikinya seperti dinar Marokko dengan dinar Magribhi. Dalam hal ini Imam Al-Subki tidak menemukan adanya riwayat yang melarang tetapi pendapat yang terkuat adalah memperbolehkannya.

Dalam pernyataan diatas dapat dipahami bahwa tukar menukar uang yang satu dengan uang lain diperbolehkan. Begitu pula memperdagangkan mata uangnya berlainan atau nilainya saja yang berlainan, namun harus secara tunai.

Al-Sharf yang di Perbolehkan dan yang Dilarang

Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma syari’ah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan sebagai berikut :
  1. Pertukaran tersebut harus dilaksanakan secara tunai (spot), artinya masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
  2. Tidak dibenarkan harta menjual barang yang belum di kuasai atau dengan kata lain, tidak dibenarkan jual beli tanpa kepemilikan.
  3. Penukaran harta atas dasar saling rela atau tukar menukarsuatu benda (barang) yang dilakukan antara kedua belah pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
  4. Rukun dan syarat jual beli harus sempurna jika tidak maka dianggap batal.
  5. Serah-terima dilakukan secara langsung dan tunai.

Dampak Al-Sharf Bagi Suatu Negara

Islam mengakui perubahan nilai mata uang asing dari waktu kewaktu secara sunnatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu tinggi, maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga kestabilan mata uang, karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.

Transaksi jual beli valuta asing pada umumnya diselanggarakan dipasar valuta asing, money changer, bank devisa dan perusahaan bisnis valas. Perdagangan valas menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian suatu negara, antara lain menimbulkan ketidak stabilan nilai tukar mata uang. Sehingga menggusarkan para pengusaha dan masyarakat umum, malah kegiatan jual beli valas cenderung mendorong jatuhnya jatuhnya nilai mata uang, karena para spekulan sengaja melakukan rekayasa pasar agar nilai mata uang suatu negara berfluktuasi secara tajam. Bila nilai mata uang anjlok, maka secata otomatis, rusaklah suatu negara tersebut dengan ditandai adanya kenaikan harga barang-barang atau terjadinya inflasi secara taja. Sedangkan inflasi adalah realitas ekonomi yang tidak di inginkan dalam ekonomi Islam.

Akibat lainnya adalah goncangan dan ambruknya perusahaan yang tergantung pada bahan impor yang pada gilirannya mengakibatkan kesulitan operasional dan sering menimbulkan PHK dimana-mana. Demikian pula, suku bunga pinjaman perbankan menjadi tinggi. APBN harus direvisi karena disesuaikan dengan dolar. Difisit APBN pun semakin membengkak secara tajam.Demikian keburukan jatuhnya nilai mata uang rupiah yang dipicu oleh permintaan spekulasi dan mata uang yang berflukrurasi secara liar, amat dilarang dalam Islam.



Kesimpulan
Jadi sharf adalah jual beli suatu valuta dengan valuta asing. Valuta asing disini maksudnya adalah mata uang luar negeri seperti dolar Amerika, Poundsterling Inggris, ringgit Malaysia Rupe India dan sebagainya. Syarf juga bisa juga diartikan sebagai jual beli uang logam dengan uang logam lainnya. Misalnya jual beli dinar, emas dan perak.

Dasar hukum dibolehkannya sharf adalah hadits nabi Muhammad SAW. ; Dari Ubadah bin Shamit r.a Nabi SAW. Berkata, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, Sya’ir dengan Sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila berlainan jenisnya boleh jual kehendakmu asal tunai.”

Rukun dari akad sharf yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa hal yaitu: [Pelaku akad, yaitu ba’i (penjual), memiliki valuta untuk dijual, dan musytari (pembeli) adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli valuta], [Objek akad, yaitu sharf (valuta) dan si’rus sharf (nilai tukar)], [Shigah yaitu ijab dan qabul].

Sedangkan Syarat dari akad sharf yaitu : [Valuta (sejenis atau tidak sejenis) apabila sejenis, harus ditukar dengan nilai tukar] dan [Waktu penyerahan (spot) tunai]

Batasan-batasan pelaksanaan valuta asing yang juga didasarkan dari hadits-hadits yang dijadikan dasar bolehnya jual beli valuta asing. Batasan-batasan tersebut adalah :
  • Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
  • Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu dipertukarkan.
  • Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma syari’ah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar.
  • Islam mengakui perubahan nilai mata uang asing dari waktu kewaktu secara sunnatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu tinggi, maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga kestabilan mata uang, karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.

DAFTAR PUSTAKA
Darsono,AstiyahSiti,Harisman.2016.Perjalanan perbankan syariah di Indonesia kelembagaan dan kebijakan serta tantangan kedepan. Jakarta: Bank Indonesia.
Sri Indah Nikensari.2012. Perbankan Syariah Prinsip, sejarah dan Aplikasinya. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Moh Rifa’i. 2002 Konsep Perbankan Syariah. Semarang: CV Wicaksmana.
Nur Rianto Al Arif. 2012. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Setia.


SHARF [PENJELASAN LENGKAP]