Pengertian Thaharah : Whudu, Tayamum, Dan Istinja
By
Pengertian Thaharah : Wudhu, Tayamum dan Istinja - Thaharah atau bersuci, Bersuci (Bahasa Arab : طهارة, transliterasi:thohara) merupakan bagian dari prosesi ibadah umat Islam yang bermakna menyucikan diri yang mencakup secara lahir atau batin, sedangkan menyucikan diri secara batin saja di istilahkan sebagai tazkiyatun nufus.
Kedudukan thaharah atau bersuci dalam hukum Islam termasuk ilmu dan amalan yang penting, terutama karena di antara syarat-syarat salat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan salat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari najis.
Pengertian Thararah “ Bersuci”, Kata “thaharah” berasal dari bahasa arab اَلطَهَارُ yang secara bahasa artinya kebersihan atau bersuci. Thaharah menurut syariat Islam ialah suatu kegiatan bersuci dari hadas maupun najis sehingga seorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti shalat. Kegiatan bersuci dari najis meliputi bersuci pakaian dan tempat Baca Selengkapnya >>
Thaharah meliputi ; Whudu, Tayamum dan Istinja terkait ketiga hal dibahas secara detail di bawah ini. Meliputi; Pengertia, tata cara, dan juga hikmah dari whudu, tayamum, maupun istinja.
Pengertian Whudu
Wudhu ialah membasuh muka, kedua tangan sampai dengan siku, mengusap kepala dan membasuh kedua kaki sampai mata kaki dengan air.
Hal ini berdasarkan firman Allah Swt.:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”.
(QS. Al-Maidah: 6).
Ilustrasi Whudu. source : google[.com] |
Baca juga :
- Pengertian Fadilah Dan Hikmah Adzan
- Hikmah Shalat dan Keutamaan
- Akhlak Tercela Akhlak Madzumah
- Power Point Pengantar Manajemen ( Proses Pengorganisasian )
- Motivasi
- Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Dan Bangun Ruang Ekonomi Islam
- Sejarah Singkat Perkembangan Hadis
Dan juga berdasarkan hadits riwayatBukhari dan Muslim dan Humran:
“Utsman sungguh pernah minta berwudhu’. Lalu ia membasuh keduatangannya tiga kali kemudian berkumur, menghirup air ke dalam hidungnya dan menyemburkannya kembali. Kemudian ia membasuh mukanya tiga kali, kemudian tangan kirinya begitu pula. Kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanannya sampai mata kaki tiga kali, kamudian kaki kirinya begitu juga. Kemudian ia berkata:”saya telah melihat rasulullah saw. Berwudhu seperti aku berwudhu ini”.
( Muhammad Thalib, Fiqih Nabawi, 1993: 25-26)
Rukun Wudhu
Berniat saat membasuh wajah
Membasuh wajah
Membasuh kedua tangan sampai siku
Mengusap sebagian kepala
Membasuh kedua kaki hingga mata kaki
Tertib, atau berurutan sampai akhir
Sunah-sunah Wudhu
Membaca basmalah.
Rasulullah bersabda:
تَوَضَىُٔوْا بِإِسْمِ اللهِArtinya: ” Berwudhulah kalian dengan membaca bismillah”. (H.R Abu Daud)
Membasuh kedua telapak tangan sebelum mencelupkannya ke dalam wadah air.
Berkumur-kumur dan intisyaq.
Mengusap seluruh kepala.
Mengusap kedua telinga luar dan dalam dengan air yang baru.
Menyela-nyela jenggot yang tebal.
Abu Daud meriwayatkan dari Annas ra, ia berkata bahwa apabila Rasulullah berwudhu, beliau mengambil air dengan kedua telapak tangan dan menaruhnya di dagu seraya bersabda:
هَكَذَا أَمَرَنِي رَبِّي عَزَّوَجَلَّArtinya:“demikianlah Rabb-ku azza wa jalla memerintahkanku”.
Membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki.
Laqith bin Sabrah berkata, aku bertanya, Ya Rasulullah, beritahulah aku tentang wudhu?” beliau menjawab:
أَسْبِغِ الْوُضُوْءَ وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ وَبَالِغْ فِي الْاِسْتِنْشَاقِ إِلَّاأَنْ تَكُونَ صَاءِمًاArtinya:“Sempurnakanlah wudhu, bersihkanlah sela-sela jari lakukanlah istinsyaq sekuat mungkin, kecuali jika engkau sedang berpuasa”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Mendahulukan bagian yang kanan daripada kiri.
Membasuh sebanyak tiga kali.
Berkesinambungan. (Musthafa Dieb Al-Bigha, Fiqih Sunnah ImamSyafi’i: Pedoman Amaliah Muslim Sehari-hari, 2017: 10-15)
Syarat-syarat Wudhu
Syarat wudhu ialah hal-hal yang mesti harus dikerjakan sebelum mulai wudhu. Jika hal-hal tersebut tidak dikerjakan, maka wudhunya tidak sah. Syarat-syarat wudhu ialah:
Air yang digunakan suci lagi mensucikan (air mutlak)
Suci dari hadas besar
Pengertian Tayammum
Tayamum secara bahasa artinya adalah menyengaja, sedangkan menurut syara’ tayamum ialah menyengaja tanah untuk menghapus muka dan kedua tangan dengan maksud dapat melakukan shalat dan lain-lain. Dibolehkan bertayammum bagi orang yang berhadas kecil maupun berhadas besar, baik diwaktu mukim maupun dalam perjalanan. (Mashunah Hanafi, Fiqih Praktis, 2015: 15)
ilustrasi tayamum. source : google[.com] |
Ia merupakan kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada ummat ini, sebagai pengganti air ketika bersuci. (Muhammad Shalih Al-Munajjid, Intisari Fiqih Islami: Lengkap dengan Jawaban Praktis atas Permasalahan Fiqih Sehari-hari, 2007: 43) Tayammum disyariatkan pada tahun ke 6 Hijriah, sebagai rukhsah yakni keringanan yang diberikan khusus pada umat Islam.
Dasar hukum tayammum
Ayat Al-Qur’an
وان كنتم مرضي او علي سفر او جاء احد منكم من الغائط او لامستم النساء فلم تجدوا ماء فتيمموا صعيد طيبا
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik(suci)”.
( An-Nisa’/4: 43)
Hadits:
جعلت لنا الارض مسجدا وتربتها طهورا
“Telah dijadikan bagi kita, seluruh bumi ini sebagai masjid dan tanahnya menyucikan”. ( H.R. Muslim)
Syarat Tayammum
Tayammum itu dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Ada ‘uzur, sehingga tidak dapat menggunakan air. Uzur menggunakan air itu terjadi oleh sebab musafir, sakit atau hajat.
Dalam hal ini, keadaan orang musafir itu ada 3 golongan:
Ia yakin bahwa disekitar tempatnya berada itu benar-benar tidak ada air, maka ia boleh langsung bertayammum tanpa harus mencari air lebih dahulu.
Ia tidak yakin, tetapi ia menduga bahwa disana mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Pada keadaan demikian, ia wajib lebih dahulu mencari air di tempat-tempat yang dianggapnya mungkin ada airnya.
Ia yakin ada air disekitar tempatnya. Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan:
Apabila tempat air itu dekat, berada pada jarak yang layak terjangkau oleh musafir untuk kepentingan mencari kayu, mengambil rumput, atau mengembalakan hewannya, maka ia wajib mengambil air itu atau tidak dibenarkan bertayammum.
Apabila tempat air itu jauh, sehingga kalau ia pergi megambilnya waktu shalat akan habis, maka ia boleh bertayammum sebab ketika itu ia dianggap tidak mendapatkan air.
Apabila tempatnya agak jauh, melebihi jarak untuk mengambil kayu dan sebagainya, akan tetapi ia masih mungkin mengambil air tanpa kehabisan waktu shalat, maka ia boleh bertayammum, sebab berjalan melebihi batas tersebut dianggap memberatkan.
Apabila tempat air itu dekat, akan tetapi sulit mengambilnya karena banyak musafir lain berdesakan untuk mengambil air ditempat itu, maka ia boleh bertayammum.
Orang sakit dibenarkan bertayammum apabila dikuatirkan penggunaan air akan mengakibatkan kematian, rusak anggota tubuh atau fungsinya, penyakitnya menjadi lebih parah, lambat sembuhnya, menambah rasa sakit, atau menimbulkan parut yang buruk pada bagian badan yang selalu terbuka, seperti munga atau tangan. Kekuatiran akan hal-hal ini dapat didasarkan atas pengetahuannya sendiri atau keterangan dokter yang adil.
- Masuk waktu shalat. Tayammum untuk shalat yang berwaktu, baik fardhu maupun sunnat hanya dibenarkan setelah masuk waktunya. Alasannya tayammum adalah thaharah darurat, dan tidak ada keadaan darurat sebelum masuknya waktu shalat.
- Mencari air setelah masuk waktu, sesuai dengan ketentuan pada no.1 diatas.
- Tidak dapat menggunakan air karena uzur syar’i, seperti takut akan pencuri atau ketinggalan dari rombongan.
- Tanah yang murni (khalis) dan suci. Tayammum hanya sah menggunakan turab, tanah yang suci dan berdebu. Bahan-bahan lainnya seperti semen, batu, belerang dan sebagainya atau tanah yang bercampur dengannya tidak sah digunakan untuk bertayammum.
Rukun Tayammum
- Tayammum terdiri atas 4 rukun, yaitu:Niat Istibahah (membolehkan) shalat atau ibadah lain yang memerlukan thaharah, seperti tawaf, sujud tilawah, dan sebagainya.
Dalil wajibnya niat disini adalah hadits yang juga dikemukakan sebagai dalil pada wudhu. Niat ini dilakukan serentak dengan pekerjaan pertama dalam tayammum yaitu ketika memindahkan tanah ke wajah. Orang yang bertayammum dengan niat membolehkan shalat fardhu boleh melakukan shalat fardhu dan nafilah, akan tetapi jika ia berniat untuk membolehkan shalat nafiah, ia tidak dibenarkan melakukan shalat fardhu dengan tayammum itu.
Menyapu wajah. Firman Allah swt:
فامسحوا بوجوهكم وايديكم ان الله كان عفوا غفورا“.... sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”. (An-Nisa/4:43)
- Menyapu kedua tangan hingga kedua siku.
- Tertib, yakni mendahulukan wajah daripada tangan. (Lahmuddin Nasution, Fiqh 1, 1999: 36-37)
Hal ini selaras dengan firman Allah Ta’ala:
فتيمموا صعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم وايديمكم منه“Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”.(QS. Al-Maidah:6)
Sunah-sunah Tayammum
Sunah-sunah tayammum ada tiga:
- Membaca basmalah
- Mendahulukan bagian kanan daripada kiri
- Bersambung
Yakni, tidak terputus antara satu usapan dengan yang lain dalam waktu yang lama. (Musthafa Dieb Al-Biegha, Fikih Sunnah Imam Syafi’i, Juli 2017: 35)
Yang membatalkan tayammum
Ada tiga perkara:
Semua yang membatalkan wudhu. Begitu juga dengan membatalkan mandi. Karena, tayammum itu adalah pengganti wudhu dan mandi. Semua yang membatalkan asal (wudhu dan mandi) akan membatalkan pula penggantinya (tayammum). (Muhammad Shalih Al-Munajjid, Intisari Fiqih Islami: Lengkap dengan Jawaban Praktis atas Permasalahan Fiqih Sehari-hari, 2007: 45)
Apabila mendapatkan air sebelum atau pada saat mengerjakan shalat, maka diharuskan untuk membatalkan shalatnya dan berwudhu kembali menggunakan air. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw:
التراب كافيك مالم تجد الماء فاذا وجدت الماء فامسه جلدك (رواه ابو داود)“Debu itu cukup bagimu untuk bersuci, selama kamu tidak mendapatkan air. Apabila kamu telah mendapatkan air, maka usapkanlah ia ke kulitmu”. (HR. Abu Daud)
Sedang apabila ia mendapatkan air setelah selesai shalat, maka shalat yang telah dilakukan adaalah sah dan ia tidak perlu mengulanginya kembali. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw:
لاتصلوا صلاة في يوم مرتين (رواه النسائ وابو داود واحمد وابن ماجه)“Janganlah kalian mengerjakan (fadhu) shalat sampai dua kali dalam satu hari.”(HR. An-Nasa’i, Abu Dawud, Imam Ahmad, serta Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Ibnu Sakan).
Selain itu, wanita Muslimah juga harus melepaskan cincin yang ia kenakan ketika bertayammum, sehingga tayammumnya benar-benar sah.
Murtad (Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, 2017: 107)
Tata Cara Tayammum
Cara-cara bertayammum adalah meletakkan kedua telapak tangan di atas tanah, sambil merengganhkan jari-jari kemudian disapukan ke muka dengan bagian dalam jari-jari tangannya, lalu menyapu telapak tangan dengan telapak tangan. Muka serta kedua telapak tangannya disapu dengan satu kali sapuan secara merata. Dapat pula dilakukan sebanyak dua kali sapuan, yang salah satunya disapukan ke muka dan dua telapak tangan, sedangkan sapuan kedua disapukan ke badan. Tetapi cara yang pertamalah yang berasal dari Nabi SAW.
Tayammum dianggap batal bila berhadas kecil (yang membatalkan wudhu) dan berhadas besar (yang mewajibkan mandi seperti junub, haid serta nifas), karena hukum yang berlaku pada pengganti sama dengan berlaku pada yang diganti. Tayammum juga dihukumi batal karena adanya air (jika yang menjadi alasan dilakukannya tayammum tidak adanya air). Jadi, tayammum dihukumi batal jika uzur syar’i yang menjadi alasan dilakukannya tayammum (seperti sakit ) telah hilang. (Shalaih bin Fauzan bin Abdullah Ali Fauzan, Ringkasan Fikih Syaikh Al-Fauzan, 2006: 71)
Pengertian Istinja
Istinja artinya adalah membersihkan diri dari bekas najis. Istinja (membersihkan kotoran) wajib dilakukan setelah buang air kecil maupun air besar. Cara istinja yang paling utama adalah dengan menggunakan beberapa buah batu terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan air. Boleh beristinja hanya dengan air atau dengan tiga buah batu untuk menyucikan tempat keluarnya kotoran. Jika ingin memilih hanya salah satu dari keduanya, maka beristinja dengan air itu lebih utama.
sorce : google[.com] |
Abu Dawud (44), Tarmidzi (3099), dan Ibnu Majah (357) meriwayatkan dari Abu Hurairah R.A dari Nabi SAW beliau bersabda, “Ayat ini diturunkan tentang penduduk Quba”. Yaitu ayat:
فيه رجال يحبون ان يتطهروا والله يحب المطهرين“Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (QS. At-Taubah (9): 108)
Rasulullah bersabda, “Mereka beristinja dengan air, kemudian diturunkanlah ayai ini tentang mereka”. (Musthafa Dieb Al-Bigha, Fikih Islam Lengkap, Mei 2015: 38-39)
Sabda Rasulullah SAW:
اذا استجمر احدكم فليستجمر وترا . رواه البخارى ومسلم“Apabila salah seorang dari kamu beristinja dengan batu, hendaklah ganjil”. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Syarat istinja dengan batu dan sejenisnya hendaklah dilakukan sebelum kotoran kering, dan kotoran itu tidak mengenai tempat lain selain tempat keluarnya. Jika kotoran itu sudah kering atau mengenai tempat lain selain dari tempat keluarnya, maka tudak sah lagi istinja dengan batu, tetapi wajib dengan air.
Adab Buang Air Kecil dan Besar
Sunat mendahulukan kaki kiri ketika masuk kakus, dan mendahulukan kaki kanan tatkala keluar, sebab sesuatu yang mulia hendaklah dimulai dengan kanan, dan sebaliknya setiap yang hina dimulai dengan kiri.
Janganlah berkata-kata selama di dalam kakus itu, kecuali berdo’a dikala masuk kakus, sebab apabila Rasulullah SAW masuk kakus beliau mencabut cincin beliau yang berukir Muhammad Rasulullah. (Riwayat Ibnu Hibban)
Hendaklah memakai sepatu, terompah, atau sejenisnya karena Rasulullah SAW apabila masuk kakus, beliau memakai sepatu. (Riwayat Baihaqi)
Hendaklah jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya, supaya jangan mengganggu orang lain.
Jangan berkata-kata selama di dalam kakus, kecuali apabila ada keperluan yang sangat penting yang tidak dapat ditangguhkan, sebab Rasulullah SAW melarang yang demikian. (Riwayat Hakim)
Jangan buang air kecil atau besar di air yang tenang, kecuali apabila air tenang itu banyak menggenangnya, seperti tebat, sebab Rasulullah SAW melarang kencing di air tenang. (Riwayat Muslim) (Rasyid, Sulaiman Haji, Fiqh Islam: Hukum Fiqh Islam, 1994: 22-23)