-->

Laporan Magang Bank Indonesia


Laporan Magang Bank Indonesia_ Laporan adalah suatu bentuk penyampaian berita, keterangan, pemberitahuan ataupun pertanggungjawaban baik secara lisan maupun secara tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang Pemuda pancasila. dan Laporan magang adalah bentuk penyampaian hasil atau kegiatan magang yang dibuat dalam bentuk tulisan sebagai bukti telah mennyelesaikan kegiatan magang pada perusahaan atau instansi tertentu. Dan berikut contoh laporan magang pada Bank Indonesia.

Proposal magang OJK (Otoritas Jasa Keuangan), berikut akan kami tamapilan contoh proposal magang di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dan untuk versi lengkapnyadari Contoh Proposal Magang  OJK ini silahkan klik link yang telah kami sediakan di bawah.Berikut contoh proposal magang di OJK (Otoritas jasa keuangan). Baca Selengkapnya>> 




LAPORAN MAGANG BANK INDONESIA
MAHASISWA JURUSAN PERBANKAN SYARIAH (S1)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN



Latar Belakang Laporan Magang


*Untuk isi latar belakang dalam laporang magang  bisa di tulis sebagai berikut :

Di era yang modern ini perkembangan Teknologi dan informasi mengalami pertumbuhan yang pesat dan mengalami peningkatan pada berbagai bidang salah satunya dalam bidang ekonomi. Dalam bidang perekonomian di Indonesia dari segi sistem pembayaran, Sistem pembayaran merupakan komponen penting dalam perekonomian terutama untuk menjamin terlaksananya transaksi pembayaran yang dilakukan masyarakat dan dunia usaha. Selain itu itu sistem pembayaran juga berperan penting dalam mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Demi menjamin kelancaran dan keamanan sistem pembayaran, Bank Indonesia melakukan kebijakan yang berfokus pada empat aspek utama yaitu peningkatan keamanan, efisiensi, perluasan akses dalam sistem pembayaran dan memperhatikan perlindungan konsumen.

LAPORAN MAGANG BANK INDONESIA

Baca Juga : 


Semakin pesatnya penggunaan teknologi internet, akan semakin tinggi dalam mengupayakan segala sistem dapat beroperasi secara efektif dan efisien yang pada akhirnya memberikan sebuah solusi dan inovasi dalam bidang perangkat pembayaran dengan tujuan untuk mengubah metode perangkat pembayaran dalam bentuk uang tunai menjadi pembayaran dengan bentuk non tunai atau menggunakan dan memanfaatkan kemudahan teknologi dalam sistem pembayaran.


Berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 yang dulunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999, yakni mengenai Bank Indonesia adalah badan Negara yang berdaulat dalam mengerjakan kewajiban dan kewenangan,terhindar dari interferensi pemerintah dan atau pihak lain, melainkan digunakan untuk hal yang secara jelas sudah tersusun dalam undang-undang, yang bertujuan untuk memberitahukan bahwa Bank Indonesia memiliki tujuan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam melampaui target, Bank Indonesia sudah dibela dengan tiga pilar, yang mrupakan dalam bidang ekonomi dan salah satu pilar tersebut adalah menjaga dan mengatur kelangsungan sistem pembayaran. Dengan pilar tersebut Bank Indonesia memiliki kewajiban kepada masyarakat Indonesia untuk mendapatkan sebuah jasa sistem pembayaran yang efisien dan efektif.


Pada tanggal 14 Agustus 2014 Bank Indonesia telah mengumumkan Gerakan Nasional Non Tunai atau biasa yang disebut dengan GNNT, kegiatan tersebut memiliki tujuan untuk menguatkan pemahaman masyarakat pentingnya menggunakan transaksi non tunai, maka sedikit demi sedikit mulailah terbentuknya suatu organisasi atau komunitas yang menggunakan transaksi non tunai. Bank indonesia saat ini telah mengagendakan akan meningkatkan kualitas elektronik sebagai alat transaksi pembayaran non tunai dan meningkatkan kualitas prasarana dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam bertransaksi, dalam peran serta ini memiliki tujuan menganjurkan mengganti tradisi membayar menggunakan tunai beralih menggunakan pembayaran non tunai. Diawali membiasakan menggunakan internet banking, ATM, kartu kredit atau debit maupung uang elektronik lainnya

Untuk itu bank Indonesia melakuan strategi pendekatan pendalaman mengenai pemahaman layanan keuangan (financial service deepening) kepada masyarakat khususnya yang berada pada the bottom of pyramid ( masyarakat dengan kriteria pendapatan rendah dan tidak teratur, tinggal di daerah terpencil, orang cacat, buruh yang tidak mempunyai dokumen identitas legal, dan masyarakat pinggiran) atau Unbanked (tinggal di daerah yang tidak memiliki akses keuangan), untuk memanfaatkan jasa keuangan formal seperti penyimpanan uang, transfer, menabung maupun pinjaman dan asuransi. Keuangan inklusif tidak hanya dilakukan dengan cara menyediakan produk dengan cara yang sesuai, tapi dikombinasikan dengan berbagai aspek, termasuk elektronifikasi.

Rumusan Masalah


*Dalam laporan magang kiranya juga diperlukan rumusan masalah dan berikut contoh rumusan masalah yang bisa teman-teman gunakan dalam laporan magang-nya :

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka perlu dipertegas kembali rumusan atau pokok masalah yang akan dibahas. Maka permasalah yang akan dibahas dalam penulisan laporan ini adalah bagaimana penerapan elektronifikasi dan keuangan inklusif oleh Bank Indonesia?

Tujuan Penulisan dan Kegunaan Penulisan Laporan Magang


*Tujuan penulisan dan kegunaan penulisa tidak kalah pentingya dengan rumusan masalah, namun kembali teman-teman harus cek format penulisan. dan berikut contoh untuk tujuan dan kegunaan penulisan laporan magang :

Tujuan Penulisan

Melihat pada rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan yang di lakukan oleh Bank Indonesia berkaitan dengan Elektronifikasi dan keuangan Inklusif guna mendorong terwujudnya gerakan nasional non-tunai (GNNT).

Kegunaan Penulisan

*kegunaan penulisan biasanya terdiri dari; kegunaan secara teoritis dan praktis. Berikut contoh  kegunaan penulisan dalam laporang magang:

Secara Teoritis

Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuian bukan hanya tentang bagaimana magang dan kegiatan di Bank Indoneia tetapi tentang elektronofikasi dan keuangan inklusif yang menjadi tema atau fokus pembahasan dalam laporan ini. Dan juga dapat dijadikan bahan perbandingan atau referensi untuk penulis lapora selanjutnya.

Secara Praktis

  • Bagi Penulis "Untuk mengetahui bagaimana penerapan elektronifikasi dan keuangan inklusif yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan juga meningkatkan kemampuan analisis penulis."

  • Bagi Mahasiswa "Untuk memberikan pemahaman terhadap mahasiswa khususnya fakultas ekonomi dan bisnis Islam untuk dan mahasiswa pada umunya supaya lebih mengenal tentang elektronifikasi dan keuangan inklusif."

Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam menginterpensikan judul yang akan dibahas dan kesalahan dalam memahami tujuan penulisan ini, maka perlu adanya definisi operasional agar lebih terarah dalam memahami penelitian ini :

1. Elektronifikasi
Elektronifikasi adalah upaya mengubah pembayaran tunai menjadi nontunai serta mengubah transaksi dari manual menjadi elektronik.

2. Keuangan
Keuangan dalam KBBI (2008:1767) diartikan segala sesuatu bentuk yang bertalian dengan uang; seluk beluk uang; urusan uang; keadaan uang.

3. Keuangan Inklusif
Hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya, dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabtnya. Layanan keuangan tersedia bagi seluruh segmen masyarakat, dengan perhatian khusus kepada orang miskin, orang miskin produktif dan penduduk di daerah terpencil (Departemen Pengembangan Aset Keuangan dan UMKM BI, 2014: 6)

Sistematika Penulisan

Penyusunan laporan praktik kerja lapangan (Praktikum B) yang dilakukan ini terdiri dari 5 ( lima ) bab, dengan sistematika sebagai berikut : 
Bab I Pendahuluan,
Bab II Profil KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN, yang memuat tentang sejarah singkat, visi-misi, tugas dan wewenang hinga struktur kepemimpinan Bank Indonesia.
Bab III merupakan metode penulisan dan pelaksanaan praktikum B yang berisi: waktu dan tempat pelaksanaan, jenis data dan teknik pengumpulan data.
Bab IV merupakan laporan hasil penulisan yang berisi tentang pemaparan mengenai penyajian data dan analisis data tentang Elektronifikasi dan keuangan Inklusif.
Bab V merupakan bab penutup. Disini akan dibuat kesimpulan dari hasil laporan serta saran-saran sebagai bahan acuan bagi penulis laporan praktikum B di Bank Indonesia selanjutnya


BAB II
PROFIL BANK INDONESIA


Sejarah Bank Indonesia

Bank Indonesia Pada Masa Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Pada 17 Agustus 1945 sampai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tanggal 17 Agustus 1945 digunakan sebagai awal periode sejarah Bank Indonesia karena nama Bank Indonesia dicantumkan dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Sejak saat itu, terjadi upaya-upaya pembentukan Bank Indonesia, yaitu bermula dengan pembentukan Jajasan Poesat Bank Indonesia pada tahun 1945, pendirian Bank Negara Indonesia (BNI) pada tahun 1946, nasionalisasi De Javasche Bank (DJB) pada tahun 1951, dan berakhir dengan dikeluarkanya Undang-undang No.11 Tahun 1953 tentang Undang-undang Pokok Bank Indonesia.

Periode I sejarah Bank Indonesia dibatasi sampai tanggal 5 Juli 1959 karena pada tanggal tersebut dikeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali ke UUD serta mulai dianut demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin yang berdampak pada penugasan Bank Indonesia. Segera setelah Dekrit Presiden, dikeluarkan keputusan untuk dapat menyimpang dari Undang-undang No.11 Tahun 1953.

Dalam bidang ekonomi upaya dilakukan untuk menjadikan Indonesia sebagai wilayah ekonomi moneter yang utuh. Keberadaan Bank sentral seperti diamanatkan dalam Penjelasan UUD 1945 segera ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Pada tahun 1945 didirikan Jajasan Poesat Bank Indonesia yang kemudianndilebur ke dalam BNI, yang pada saat itu dimaksudkan untuk diberikan fungsi sebagai bank sirkulasi yang dari perumusan tugasnya dapat diartikan sebagai awal pembentukan bank sentral.

Dalam perkembangan selanjutnya pada Konferensi Meja Bundar (KMB), disepakati bahwa Pemerintah Indonesia harus bermusyawarah terlebih dahulu dengan Pemerintah Belanda jika akan mengubah Undang-undang DJB dan Undang-undang mata uang. Kesepakatan tersebut mengandung arti bahwa DJB disetujui untuk berfungsi sebagai bank sirkulasi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan sejak saat itu fungsi bank sirkulasi dilakukan kembali oleh DJB. Dengan ditentukannya kembali DJB sebagai bank sirkulasi maka secara tidak langsung mengakibatkan perubahan fungsi BNI yang secara formal baru ditegaskan dalam Undang-undang darurat yang dikeluarkan pada tahun 1955.

Nasionalisasi DJB dilakukan pada tahun 1951. Dalam konsiderans undang-undang nasionalisasi DJB antara lain disebutkan bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat harus memiliki bank sentral yang bersifat nasional. Oleh karena itu, nasionalisasi tersebut menjadi awal proses pembentukan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Dalam hubungan ini, Panitia Nasionalisasi DJB ditugasi pula untuk mempersiapkan rancangan undang-undang Bank Indonesia.

Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1953 tentang Undang-undang Pokok Bank Indonesia disebutkan bahwa tanggung jawab atas kebijakan moneter berada pada pemerintah. Kebijakan moneter umum ditetapkan oleh Dewan Moneter. Dalam Undang-undang tersebut juga disebutkan bahwa Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap urusan kredit, menyelenggarakan peredaran uang, mempermudah jalannya uang diral di Indonesia dan memajukan jalannya pembayaran dengan luar negeri. Dari sudut kelembagaan disebutkan bahwa Bank Indonesia adalah badan hukum kepunyaan negara dan bertindak sebagai bank sentral Indonesia. Dengan demikian, berdasarkan undang-undang pendiriannya, Bank Indonesia telah melaksanakan tiga fungsi tradisional bank sentral, yaitu kebijakan moneter, pengawasan bank, dan memperlancar lalu lintas pembayaran.

Sesuai dengan ketentuan pasal 7 ayat (5) Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1953, pada bulan Januari 1955 dikeluarkan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1955 tentang Pengawasan Urusan Kredit. Sejak saat itu, Bank Indonesia mulai mempersipakan organisasi dan tenaga di bidang pengawasan bank yang secara formal terbentuk pada tahun 1957. Di bidang moneter, Bank Indonesia mulai melakukan pengendalian uang beredar dengan menggunakan reserves requirement dan pembatasan kredit bank.

Akhir periode ini ditandai dnegan dilakukannya pengawasan dan nasionalisasi bank-bank Belanda dan mulai bertambahnya bank milik Pemerintah. Di bidang moneter, pada akhir periode ini ditandai dengan meningkatnya inflasi sebagai akibat ekspansi pengeluaran Pemerintah. Untuk mengatasi inflasi tersebut Bank Indonesia melakukan pengetatan moneter dengan mengharuskan bank membeli Kertas Pembendaharaan Negara. Periode ini berakhir pada saat keluarnya Dekrit Presiden pada bulan Juli 1959.


Sejarah Singkat KPw Bank Indonesia Prov. Kalimantan Selatan

Bank Indonesia didirikan berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 1953 (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1953 No.40). Bank Indonesia bertindak sebagai Bank Sentral menggantian De Javasche Bank.

Bank Indonesia merupakan suatu Badan Hukum Negara. Berdasarkan rumusan tugas Bank Indonesia dalam pasal 7 Undang-Undang Tahun 1953, dimana Bank Indonesia telah memiliki fungsi tradisional suatu Bank Sentral yaitu fungsi yang terkait dengan kebijakan moneter, kebijakan perbankan, dan mengatur lalu lintas pembayaran.

Lahirnya Bank Indonesia disambut secara antusias oleh tokoh-tokoh dan masyarakat luas sebagai era baru di bidang keuangan bahkan di nilai sebagai lambing kedaulatan di bidang ekonomi dan moneter. Dari pihak lain, Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara mengomentari adanya perbedaan yang mencolok pada aspek independensi antara Undang-Undang No.11 Tahun 1953 dengan De Javasche Bank adalah sebagai berikut :

Pemisah antara Pemerintah dan Bank Sentral dinilainya tidak jelas, sehingga untuk penerbitan Laporan Tahunan Bank Indonesia, Gubernur Bank Indonesia terlebih dahulu berunding dengan Dewan Moneter, sedangkan Presiden De Javasche Bank tidak terkait keharusan seperti itu.

Pemimpin tertinggi Bank Indonesia bukan lagi disebut Direksi melainkan diatas ditempatkan sebuah Dewan Moneter, terdiri atas tiga anggota yang mempunyai hak suara yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian, dan Gubernur Bank Indonesia.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan beralamat dijalan Lambung Mangkurat No.15 Banjarmasin, Kantor wilayah II Bank Indonesia Banjarmasin dibuka pada tanggal 01 Agustus 1907 dan ditutup karena suatu hal. Kemudian dibuka kembali pada tanggal 25 April 1946 dan berjalan sampai tanggal 07 Januari 2015, karena Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan secara mandiri sejak saat itu.

Visi dan Misi Bank Indonesia

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, sesuai UU No.23 Tahun 1999 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Rumusan tersebut merupakan pedoman bagi Bank Indonesia dalam menetapkan visi dan misi dapat lebih memperjelas tujuan organisasi, mempermudah perencanaan dan proses pengambilan keputusan, serta mempermudah pengkoordinasian unit-unit dalam organisasi.

Visi

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan melalui nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dana nilai tukar rupiah stabil.

Misi

Mencapai stabilitas rupiah dan menjaga efektivitas trasmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap objek internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancer yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan Undang-undang.

Visi dan Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan

Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan daerah maupun nasional.

Misi KPw Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan

Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, keefektifitasan pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.

*dan hal-hal lainya yang dirasa perlu untuk di muat dalam laporan magang ini


BAB III
METODE PENULISAN DAN PELAKSANAAN PRAKTIKUM B
(PRAKTIK KERJA LAPANGAN)

Metode Penulisan

Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan untuk melakukan penulisan laporan ini adalah sejak dikeluarkannya izin penulisan oleh jurusan setalah berakhirnya kegiatan praktik kerja lapangan (Praktikum B) yang memakan wakatu kurang lebih 2 (2) minggu setelah waktu magang berakhir, sedangkan pengumpulan data dalam penulisan laporan ini dilakuakn 1 (satu) bulan bersaam dengan kegiatan magang.

Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat penuysusn laporan melakukan praktik kerja lapangan (Praktikum B) yakni di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan.

Jenis Data

Adapun jenis data yang dikumpulkan sebagai berikut :

  • Data Primer
Adalah data yang dikumpulkan oleh penyusun laporan secara langsung melalui objek penulisan secara langsung melalui wawancara kepada pegawai di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, serta pengamatan secara langsung dari aktivitas yang dilakukan selama Praktik Kerja Lapangan (Praktikum B) pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan.

  • Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dan diperoleh dengan jalan mempelajari dan membaca bidang keilmuan seperti; jurnal ilmiah, buku, artikel, serta berita-berita dan referensi-referensi lainya yang berkaitan dengan materi laporan Praktik Kerja Lapangan (Praktikum B) pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan.


Metode Pelaksanaan Praktikum B (Praktik Kerja Lapangan)

Tempat dan Penempatan Tugas

Praktikum B (Praktik Kerja Lapangan) dilaksanakan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan yang bertempat di Jalan Lambung Mangkurat No.15 Banjarmasin. Waktu pelaksanaan Praktikum B (Praktik Kerja Lapangan) berlangsung tiga minggu terhitung dari tanggal 10 Juni sampai dengan 28 Juni 2019. Saya Sendiri adalah perwakilan dari perguruan tinggi UIN Antasari Banjarmasin, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Jurusan Ekonomi Syariah atas nama : M. Jailani (1601160399), Muhammad Mujahid (1601161601), Irfan Rahmatullah (1601161585) dan Sandro Azhari (1601161609).

Selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, pada setiap minggunya menempatkan peserta di rolling pada unit/tim yang berbeda-beda. Sehingga pengetahuan dan pengalaman yang di dapatkan tidak hanya berbeda pada unit/tim tertentu. Adapun unit/tim Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan tersebut, antara lain :


Sistem Pemberian Pekerjaan

Selama kami melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, sistem pemberian pekerjaan sesuai dengan unit/tim lain yang memerlukan bantuan, apabila telah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh unit/ tim tersebut penulis dapat membantu sesama rekan magang yang lainnya dalam melaksanakan tugas.

Selama beberapa minggu melaksanakan kegiatan magang pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, berikut adalah jadwal penempatan penulis terhitung mulai 10 Juni 2019 :

Pada tanggal 10 – 21 Juni 2019, penempatan pada Tim Pengembangan Ekonomi dan Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan.

Pada tanggal 24 – 28 Juni 2019, Divisi Sistem Pembayaran, PUR dan Layanan & Administrasi dan Divisi Sistem Pembayaran, PUR dan Layanan & Administrasi.

Jurnal Kegiatan Harian Praktik Kerja Magang
*isi dengan kegiatan atau pekerjaan yang teman-teman lakukan saat melakukan kegiatan magang di Bank Indoensia



Link download Proposal Magang Lengkap BI Provinsi Kalimantan Selatan  :


BAB IV
PEMBAHASAN
ELEKTRONIFIKASI DAN KEUANGAN INKLUSIF

Apa itu Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif?

Pada dasarnya, keuangan inklusif merupakan bentuk pendekatan pendalaman pemahaman layanan keuangan (financial service deepening) kepada masyarakat khususnya yang berada pada the bottom of pyramid untuk memanfaatkan jasa keuangan formal seperti penyimpanan uang, transfer, menabung maupun pinjaman dan asuransi. Keuangan inklusif tidak hanya dilakukan dengan cara menyediakan produk dengan cara yang sesuai, tapi dikombinasikan dengan berbagai aspek, termasuk elektronifikasi. (Bank Indonesia, 2014)

Yang dimaksud dengan elektronifikasi adalah mengubah cara pembayaran yang semula menggunakan tunai menjadi non-tunai. Elektronifikasi merupakan salah satu bentuk Gerakan Nasional Non-Tunai/GNNT yang dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia, Agus D.W. Martowardojo pada 14 Agustus 2014.

Dalam mendukung salah satu misi Bank Indonesia menjadi lembaga yang mampu mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar dan mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien, dicanangkanlah suatu kegiatan elektronifikasi pembayaran berupa Gerakan Nasional Non Tunai/GNNT. GNNT juga diharapkan mampu menumbuhkan meminimalisasi berbagai masalah pada saat pembayaran dilakukan dengan tunai, seperti uang tidak diterima karena lusuh/sobek/tidak layak, meningkatkan efisiensi waktu apabila melakukan transaksi (baik di tempat perbelanjaan atau dilakukan saat mobile seperti membayar tol, membayar ongkos angkutan) dan mencegah masyarakat diberikan uang kembali berupa barang (seperti permen) pada saat transaksi pembayaran. Pada akhirnya, diharapkan akan terwujud suatu masyarakat tanpa tunai/cash-less society.

Sederhananya, elektronifikasi adalah upaya mengubah pembayaran tunai menjadi nontunai serta mengubah transaksi dari manual menjadi elektronik. Kehadiran program itu tentu tidak terlepas dari Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang dicanangkan Bank Indonesia (BI) sejak medio 2014.

Sistem pembayaran non-tunai sendiri sudah disosialisasikan sejak tahun 2007 namun baru ramai diperbincangkan di tengah masyarakat sejak muncul Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada tahun 2014. GNNT adalah gerakan yang digalakkan oleh Bank Indonesia bekerja sama dengan bank swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perusahaan telekomunikasi, dan perusahaan lain yang mendukung gerakan ini, untuk mensosialisasikan sistem pembayaran non tunai dalam rangka menciptakan LCS (Less Cash Society). Agar gerakan ini berjalan dengan baik maka Bank Indonesia berusaha menciptakan mindset di masyarakat bahwa berjalannya sistem pembayaran non tunai mengindikasikan masyarakat yang sudah modern. (Nirmala, 2011)

Beberapa contoh program elektrofinikasi yang telah diadopsi pemerintah, antara lain, penyaluran bantuan sosial secara nontunai, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Program Keluarga Harapan (PKH) dengan menggunakan uang elektronik, pengembangan sistem e-government, serta penggunaan transaksi nontunai dan perluasan akses keuangan dalam rangka penempatan serta perlindungan TKI.

Yang terkini, pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 910/1866/SJ dan Nomor 910/1867/SJ tentang Implementasi Transaksi Non-Tunai pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mewajibkan seluruh penerimaan dan pengeluaran pemda ditransaksikan secara nontunai paling lambat 1 Januari 2018. Pembayaran transaksi nontunai yang dimaksud dalam beleid tersebut bisa menggunakan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), cek, bilyet, giro, uang elektronik, atau sejenisnya.

Bagi pemerintah, kehadiran program elektronifikasi itu sebenarnya bisa menjadi solusi atas sejumlah persoalan yang sedang dihadapi, terutama percepatan program pengentasan kemiskinan. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, indeks inklusi keuangan di Indonesia baru mencapai 67,82 persen. Artinya, baru 67 orang di antara 100 penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap produk dan jasa layanan keuangan formal.

Melalui implementasi sistem nontunai tersebut, masyarakat yang sebelumnya tidak memiliki rekening tabungan bank mau tidak mau dipaksa untuk mulai membuka diri terhadap layanan jasa perbankan. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa keuangan inklusif mampu menciptakan distribusi pendapatan masyarakat yang lebih merata.

Meski menjanjikan sejumlah kelebihan, perlu disadari bahwa perjalanan menuju cita-cita mulia tersebut tidaklah mudah. Kebiasaan masyarakat yang masih nyaman menggunakan uang tunai menjadi tantangan tersendiri. Hasil survei BI 2013 menunjukkan masih tingginya transaksi tunai masyarakat Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN.

Sebagai perbandingan, 55 persen transaksi eceran di Singapura dilakukan secara tunai, jauh lebih rendah daripada Indonesia yang mencapai 99 persen. Lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand (97 persen) serta Malaysia (92 persen).

Belajar dari berbagai permasalahan elektronifikasi yang telah terjadi serta peluang pada masa depan, ada beberapa catatan penting yang perlu menjadi pekerjaan rumah regulator dan pelaku industri. Pertama, sosialisasi penggunaan teknologi berbasis nirsentuh sebagai instrumen pembayaran di jalan tol. Sesuai dengan Permen PUPR Nomor 16/PRT/M/2017, instrumen pembayaran uang elektronik akan beralih menjadi on board unit (OBU) atau sejenisnya per 31 Desember 2018.

Sangat jarang pemberitaan di media yang mengangkat poin itu. Jika tidak disosialisasikan sejak dini, gelombang penolakan serupa akan kembali terulang tahun depan. Sistem OBU sebenarnya bukanlah hal baru mengingat sejumlah ruas jalan tol telah memasang perangkat tersebut. Namun, karena harga perangkat yang dinilai cukup mahal dan masih dimonopoli bank tertentu, regulator perlu mengevaluasi kembali proses bisnis tersebut sehingga menjadi lebih inklusif dan efisien.

Kedua, ekspansi kartu elektronik berbasis handphone. Tengok saja jumlah pengguna ponsel di Indonesia pada 2015 yang mencapai 281,9 juta orang. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa, jumlah pengguna ponsel tersebut menggambarkan bahwa setiap orang Indonesia rata-rata memiliki lebih dari satu ponsel.

Di lain pihak, baru 67 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses pada jasa keuangan. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat pasti memiliki ponsel meski belum tentu memiliki rekening di bank. Implikasinya, penetrasi uang elektronik berbasis handphone akan lebih mudah diterima masyarakat.

Bahkan, pada masa depan ketika komposisi generasi milenial akan mendominasi populasi penduduk, tren instrumen pembayaran dengan menggunakan handphone dan wearable gadget lainnya dipercaya akan menjadi pilihan utama. Gejala tersebut sebenarnya sudah bisa kita prediksi saat melihat pola perilaku remaja sekarang yang lebih khawatir handphone-nya ketinggalan daripada tidak membawa dompet.

Ketiga, sinergitas BUMN dan swasta yang kegiatan usahanya bersentuhan langsung dengan masyarakat umum sehari-hari. Misalnya, pembelian bahan bakar minyak di SPBU Pertamina dan pembayaran tiket parkir di pusat perbelanjaan. Semakin banyak layanan publik yang menggunakan instrumen pembayaran uang elektronik, semakin banyak orang yang tertarik untuk menggunakannya.

Dengan semakin berkembangnya perekonomian sebuah negara serta kemajuan teknologi yang makin pesat, tren instrumen pembayaran nontunai merupakan sebuah keniscayaan. Edukasi kepada masyarakat sebagai pengguna secara kontinu akan menjadi aspek terpenting yang harus diperhatikan untuk menyukseskan program tersebut. (Samora, 2017)

Apa yang dimaksud dengan keuangan inklusif?

Keuangan inklusif didefinisikan sebagai suatu cara pendekatan kepada masyarakat untuk mengenalkan lebih dalam mengenai suatu hal dengan mengikutsertakan semua orang untuk berperan untuk mengembangkan masyarakat yang semakin paham mengenai isu-isu keuangan.

Dengan kata lain Keuangan inklusif (financial inclusion) adalah seluruh upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan yang bersifat harga maupun non harga, terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Keuangan inklusif ini merupakan strategi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan serta stabilitas sistem keuangan.

Keuangan inklusif merupakan sebuah strategi nasional yang lahir dari kerjasama Bank Indonesia, Tim Nasional Percepatan Penganggulangan Kemisikan dan Kementerian Keuangan. Keuangan inklusif diharapkan mampu memberikan pendalaman pemahaman kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah mengenai keuangan dan instrument-instrumennya. Edukasi juga diberikan kepada petani dan nelayan yaitu pengenalan Sistem Informasi bagi Petani dan Nelayan/SIPN, edukasi mengenai layanan keuangan digital, uang elektronik, produk dan jasa keuangan lain seperti asuransi serta memberikan pandangan bagi masyarakat mengenai perlindungan konsumen dalam menggunakan jasa-jasa sistem pembayaran tersebut.

Untuk mendukung strategi nasional keuangan inklusif, Bank Indonesia berkomitmen untuk mendorong Gerakan Nasional Non Tunai/GNNT, Program Pengembangan UMKM, dan edukasi-edukasi keuangan lainnya.

Peraturan Bank Indonesia mengenai elektronifikasi :
  1. Peraturan Bank Indonesia No. 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional/National Payment Gateway tanggal 22 Juni 2016.

  2. Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik,

  3. Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/21/DKSP tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik.

Visi nasional keuangan inklusif dirumuskan sebagai berikut:

Mewujudkan sistem keuangan yang dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan terciptanya stabilitas sistem keuangan di Indonesia.

Visi keuangan inklusif tersebut dijabarkan dalam beberapa tujuan sebagai berikut: Tujuan 1 : Menjadikan strategi keuangan inklusif sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, pemerataan pendapatan dan stabilitas sistem keuangan. Keuangan inklusif adalah strategi untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi yang lebih luas, yaitu penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta bagian dari strategi untuk mencapai stabilitas sistem keuangan. Kelompok miskin dan marjinal merupakan kelompok yang memiliki keterbatasan akses ke layanan keuangan. Tujuan keuangan inklusif adalah memberikan akses ke jasa keuangan yang lebih luas bagi setiap penduduk, namun terdapat kebutuhan untuk memberikan fokus lebih besar kepada penduduk miskin.

Tujuan 2: Menyediakan jasa dan produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Konsep keuangan inklusif harus dapat memenuhi semua kebutuhan yang berbeda dari segmen penduduk yang berbeda melalui serangkaian layanan holistik yang menyeluruh.

Tujuan 3: Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai layanan keuangan. Hambatan utama dalam keuangan inklusif adalah tingkat pengetahuan keuangan yang rendah. Pengetahuan ini penting agar masyarakat merasa lebih aman berinteraksi dengan lembaga keuangan.
Tujuan 4: Meningkatkan akses masyarakat ke layanan keuangan. Hambatan bagi orang miskin untuk mengakses layanan keuangan umumnya berupa masalah geografis dan kendala administrasi. Menyelesaikan permasalahan tersebut akan menjadi terobosan mendasar dalam menyederhanakan akses ke jasa keuangan.

Tujuan 5: Memperkuat sinergi antara bank, lembaga keuangan mikro, dan lembaga keuangan non bank. Pemerintah harus menjamin tidak hanya pemberdayaan kantor cabang, tetapi juga peraturan yang memungkinkan perluasan layanan keuangan formal. Oleh karena itu, sinergi antara Bank, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), dan Lembaga Keuangan Bukan Bank menjadi penting khususnya dalam mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan.

Tujuan 6: Mengoptimalkan peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memperluas cakupan layanan keuangan. Teknologi dapat mengurangi biaya transaksi dan memperluas sistem keuangan formal melampaui sekedar layanan tabungan dan kredit. Namun, pedoman dan peraturan yang jelas perlu ditetapkan untuk menyeimbangkan perluasan jangkauan dan resikonya.

Dari sisi perlindungan konsumen, bagaimana Bank Indonesia melindungi hak dan informasi konsumen pengguna jasa sistem pembayaran elektronifikasi?

Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Bank Indonesia No. 16/1/PBI/2014 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran, setiap konsumen jasa sistem pembayaran berhak untuk mendapatkan perlindungan, termasuk perlindungan dalam penggunaan sistem pembayaran yang terelektronifikasi, antara lain dalam hal; Keadilan dan keandalan sistem pembayaran, Transparansi proses yang dilakukan dalam sistem pembayaran, Perlindungan data dan informasi konsumen dan Penanganan dan penyelesaian pengaduan yang efektif.


BAB V
PENUTUP

Simpulan

Praktikum B/Praktik Kerja Lapangan (PKL) selain merupakan suatu kewajiban yang harus diikuti Mahasiswa karena menjadi program mata kuliah. Dalam melakukan praktik kerja lapangan mahasiswa berkesempatan untuk mengembangkan wawasan, pola piker pengalaman akan dunia kerja yang sebenarnya. Karena hakikatnya program Praktikum B/Praktik Kerja Lapangan mempunyai tujuan agar para mahasiswa magang atau PKL mendapatkan pengalaman dan gambaran bagaimana dunia kerja itu, Sehingga para mahasiswa magang hendaknya memaksimalkan program magang ini.

Selama kegiatan praktik berlangsung kami telah membuat jurnal kegiatan harian yang dilakukan kami pada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan. Ada banyak hal yang didapat dapat dari kegiatan praktek kerja lapanganini (magang) dan salah satu yang menjadi point dalam kesimpulan laporan ini adalah bahwa tugas Bank Indonesia dalam bentuk PSBI (Program Sosial Bank Indonesia) terhadap masyarakat dan perekonomian. Banyak kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia selain menjalankan tugas utama mereka yaitu melaksanakan demi tercapainya tujuan tunggal untuk menjaga stabilitas nilai rupiah, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia yang pastinya akan sangat beimbas pada kestabilan perekonomian Indonesia terutama di Kalimantan Selatan demi terjaganya stabilitas keuanganSaran

Selama Kami menjalani kegiatan program magang di Kantor Perwakilan Wilayah Bank Indonesia Provinsi Kalimant Selatan, banyak sekali pengetahuan dan pengalaman di dunia kerja yang kami dapatkan. Dan dengan segala hormat ijinkan saya menyampaikan saran saya ; Saran saya alangkah baiknya apabila kami yang berasal dari jurusan perbakan syariah atau nantinya teman-teman magang yang juga berasal dari jurusan yang sama, kami harap bisa di tempatkan di devisi yang berhubungan dengan dunia keperbankanan. Setidaknya mereka yang nantinya magang di BI dan berasal dari jurusan yang berhubungan dengan dunia keperbankanan ditempatkan pada tim PUR dan Operasional SP. Agar kami atau teman-teman yang nantinya akan magang memahami lebih dalam lagi peran BI dalam mengembankan dan memajukan Perbankan Syariah dan melihat peran jelas BI dalam kegiatan dunia perbankan seperti memfasilitasi kegiatan kliring antar bank dan sebagainya.

Kesan

Kesan-kesan yang Kami dapatkan dari pelaksaaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan adalah:
  • Kami sangat senang dan bangga bisa berkesempatan magang di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan.
  • Kami bisa terlibat langsung didalam kegiatan operasional kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan.
  • Kami juga dapat mengetahui Bank Indonesia juga sangat aktif dalam mengadakan dan mengikuti segala kegiatan guna kontribusi yang nyata terhadap perekonomian Kalimantan Selatan dan
  • Kami juga mendapatkan pengetahuan dan pengalaman di dunia kerja serta bagaiaman cara beradaptasi di lingkungan kerja.


Daftar Pustaka

Buku
Abidin S Muhammad & Anwar M Khoirul. 2015. “Dampak E-Money di Indonesia Sebagai Alat Sistem Pembayaran Baru”, Jurnal Akuntansi. Vol. 3. No. 2.

Website
Bank Indonesia. Departemen Elektronofikasi dan Gerbang Pembayaran Nasional: Elektronifikasi Transaksi Pemda Mendorong Pencapaian Target Keuangan Inklusif, [pdf]. Diakses dari https://www.bi.go.id/id/perbankan/ keuanganinklusif/Indonesia pada tanggal 6 Agustus 2019.

Dan baca juga kisah pengalaman magang saya di Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan : Cerita Magang di Bank Indonesia Saya akan update semoga kegiatan magang saya, jadi silahkan di simak, ya. Semoga bermanfaat dan dapat memberikan gambaran kepada teman-teman bagaimana dan apa saja kegaiatan magang di Bank Indonesia, terkhusus di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan.

Itulah contoh penulisan laporan magang di Bank Indonesia Kantor Perwakilan Kalimantan Selatan, untuk versi pdf atau doc,  akan saya update lain kali, karena tidak sempat upload di google drive. Apabila saya lupa teman-teman bisa langsung hubungi saja saja, isnyaAllah aka saya kirik lewat email.

Tentunya setiap kampus mempunyai format penulisan laporang magang yang berbeda dan ini format yang di gunakan di kampus saya, teman-teman bisa menyesuaikan dengan format masing-masing kampus.

Laporan Magang Bank Indonesia