-->

Sejarah Singkat Perkembangan Hadis

Sebelum kita mempelajari sejarah perkembangan Hadis alangkah baiknya jika mengetahui apa arti dari Hadis itu sendiri :

Pengertian Hadis


1.    Hadis dalam Pengertian Ahli Hadis
”Semua yang diwariskan dari Nabi berupa perkataan, perbuatan, taqrir (pengakuan), atau sifat; baik sifat fisikal maupun moral , ataupun sirah,baik sebelum menjadi nabi atau sesudah.”
Apa yang dirumuskan oleh tokoh analis hadis modern, al- khathib, ini merupakan suatu kristalisasi dari berbagai macam redaksi yang digunakan dalam mendefinisikan hadis. Pengertian ini dapat dijadikan acuan, bahwa demikianlah pemahaman mayoritas ahli hadis dalam memakai kata “hadis” dalam dimensi termonologisnya. Pemaknaan ini sesungguhnya didasari pada kenyataan sejarah. Pada masa awal pembukuan remi hadis, semua yang tercakup dalam pengertian di atas memang begitulah yang ada di lapangan. Maksudnya, pada masa itu  kitab hadis memuat bukan hanya hadis Nabi melainkan juga hadis  yang bersumber dari sahabat dan tabi’in. Di samping itu, sejarah hidup rasulullah (sirah) pun digolongkan ke dalam pengertian hadis.

2.    Hadis dalam Pengertian Ahli Ushul
“semua yang bersumber dari nabi berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir yang dapat dijadikan dalil hukum agama.”
Definisi diatas mengandung dua makna. Pertama, bahwa yang dimaksud hadis adalah hadis muhammad setelah diangkat menjadi nabi. Sementara hadis yang bersumber dari beliau sebelum diangkat menjadi nabi, tidak termasuk dalam makna hadis. Kedua , ada batasan bahwa yang digolongkan hadis adalah yang dapat dijadikan dasar hukum agama, atau dalam bahasa yang lebih luas berkaitan dengan risalah.
     Mempelajari sejarah perkembangan hadis, baik perkembangan riwayat-riwayatnya  maupun pendewanannya, adalah adalah diperlukan benar; karena dipandang satu bagian dari pelajaran  hadis yang tak boleh dipisahkan.
     Sungguh gelap jalan yang dilalui oleh mereka yang mempelajari hadis, jika mereka  menempuh pelajaran hadis tanpa mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangannya.
     Apabila kita pelajari dengan seksama suasana dan keadaan -  keadaan yang telah dilalui hadist sejak dari zaman tumbuhnya hingga dewasa ini, dapatlah kita menarik debuah garis bahwa hadist  Rasul sebagai dasar tasyri’ yang kedua telah melalui enam masa dan sekarang sedang menempuh periode ketujuh.[1]
Perode-periode itu :

Sejarah Perkembangan Hadis


  1. Masa pertama, ialah : masa wahyu dan pembentukan hokum serta dasar-dasarnya dari permulaan Nabi bangkit hinga beliau wafat pada tahun 11 H. (dari 13 S.H – 11 H).
  2. Masa kedua, ialah : masa membatasi riwayat, masa Khulafa Rasyidin  (12 H – 40 H).
  3. Masa ketiga, ialah : masa berkembang riwayat dan perlawatan dari kota ke kota untuk mencari hadis, yaitu masa sahabat kecil dan tabi’in besar (41 H – akhir abad pertama H).
  4. Masa keempat, ialah : masa pembukuan hadist (dari permulaan abad kedua H hingga akhirnya).
  5. Masa kelima,  ialah : masa mentashhihkan hadis dan menyaringnya (awal abad ketiga, hingga akhirya).
  6. Masa keenam,  ialah : masa menapis kitab-kitab hadis  dan menyusun kitab-kitab jami’ yang khusus;  (dari awal abad keemapat hingga jatuhnya Bagdad tahun 656 H).
  7. Masa ketujuh,  ialah : masa  membuat syarah, membuat kitab-kitab takhrij, mengumpulkan hadis-hadis hokum dan membuat kitab-kitab jami’ yang umum serta membahas hadis-hadis zawa-id; (656 H. Hingga sekarang).

     Ada tujuh periode dalam perjalana ataupun perkembangan hadis dari masa kemasa, namun disini kami selaku pemekalah hanya memjabarkan atau menuliskan secara singkat yang berhubungan dengan poin 1 samapai 4. Berarti cumin ada 4 poin yang akan kami jelaskan dalam makalah ini, Yakni masa wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-dasarnnya samapi dengan pembukuannya (hadist).

1.    Masa pertumbuhan hadist dan jalan-jalan para sahabat memperolehnya.
     Rasulullah hidup ditegah-tengah masyarakat sahabatnya. Mereka dapat bertemu dan bergaul dengan beliau secara bebas. Tak ada protokol-protokolan yang menghalangi mereka bergaul dengan beliau. Yang tidak dibenarkan, hanyalah mereka tidak diperkenankan langsung masuk kerumah Nabi, dikala beliau tidak ada dirumah.
     Seluruh perbuatan Nabi, demikian juga seluruh ucapan dan tutur kata beliau menjadi tumpuan perhatian para sahabat. Segala gerak-gerik beliau mereka (sahabat) jadikan pedoman hidup.
     Apabila Nabi tak dapat berkata terus terang dalam meberiak suatu jawaban, Nabi meminta isterinya menerangkan soal itu denga sejelas-jelasnya. Pernah seorang wanita datang kepada Nabi bertanya “betapa harus dilakukan mandi haid.” Kemudian Nabi menjawab :__ “ Ambillah sepotong kain perca yang sudah dikasturikan, lalu berwudlu’lah dengan dia”.
Mendengar jawaban Nabi demikian, wanita itu mengulang pertanyaannya :”betapa saya berwudlu dengan itu?” Nabi meminta Aisyah supaya menerangkannya. Maka Aisyah berkata :__ “Ambillah sepotong kapas yang bersih, lalu letakkan di tempat darah, jika kapas itu tetap putih, tanda haidl sudah berhenti”. (HR Al Bukhary/Muslim dan An Nasa’y dari Aiysah)
  
   Jadi para sahabat menerima hadist (syari’at) dari Rasul s.a.w. adakala langsung dari beliau sendiri, yakni mereka langsung mendengar sendiri dari Nabi, baik dari soal  (pertanyaan) dan beliau langsung menjawabnya, ataupun  Nabi sendiri yang memulai pembicaran. Maupun  penjelasan dari isteri nabi seperti contoh hadist diatas.
Pegangan sahabata dalam menghafal hadis.
   
  Para sahabat dalam menerima hadis Nabi, berpegang kepada kekuatan hafalannya, yakni menerimanya dengan jalan hafalan bukan dengan jalan menulis. Disebabkan  sahabat-sahabat Rasul yang dapat menulis hanya sedikit. Mereka mendegar dengan hati-hati apa yang nabi sabdakan. Lalu tergambarlah lafal atau makan itu dalam dzin mereka.
     Para sahabat menghafal hadis dan menyampaikannya kepada orang lain secara hafalan pula. Hanya beberapa orang sahabat saja  yang mencatat hadis yang didengarnya dari Nabi.

2.    Sebab-sebab hadis tidak ditulis setiap Nabi menyebutkannya
     Semua penulis sejarah Rasul, ulama hadis dan ummat Islam sependapat menentapkan  bahwa Al-Qur’an  Al-Karim memperoleh perhatian yang penuh dari Rasul dan dari para sahabat. Rasul memerintahakan para sahabat untuk menghafal Al-Qur’an dan menulisnya di keping-kepingan tulang, di pelepah korma, di batu-batu dan lainnya. Diketika Rasulullah wafat, Al-Qur’an telah dihafal dengan sempurna dan telah lengkap ditulis; hanya saja belum dikumpulkan dalam sebuah mushaf saja.
     Berbeda dengan Hadis dan Sunnah , walaupun sebagai sumber hokum setelah Al-Qur’an. Hadis dan sunnah tidak memperoleh perhatian yang demikian. Dia tidak ditulis secara resmi, tidak diperintah orang menulisnya, seperti diperintah menuliskan Al-Qur’an.

Boleh jadi, perbedaan perhatian dan tidak membukukan hadis disebabkan oleh faktor-faktor ini : 

  • Sedikitnya orang-orang yang bisa menulis dan orang-orang itu dikerahkan tenaganya untuk menulis Al-Qur’an dan Nabi memanggil mereka untuk menuliskan wahyu itu setiap turunnya.
  • Karena orang Arab tak pandai menulis dan membaca tulisan, namun kuat berpegang pada hafalan dalam segala apa yang ingin mereka hafalkan.
  • Karena dikawatirkan akan bercampur dengan tulisan Al-Qur’an tanpa sengaja.
Oleh karena itu Nabi s.a.w melarang mereka menulis hadis, beliau khawatir sabda-sabdanya akan bercampur dengan firman Ilahi.

3.    Hadis pada masa Khulafa Rasyidin
Nabi memerintahkan para sahabat supaya berhati-hati dan supaya memeriksa benar-benar sesuatu hadis yang hendak disamapaikan kepada orang lain.
Majelis-majelis Nabi tidak hanya dihadiri oleh para lelaki  saja, bahkan banyak juga para perempuan yang dating ke masjid atau pertemuan-pertemuan umum, untuk mendengar sabda dan ucapan Nabi.
Lantaran itu para wanita juga turut mempunyai saham yang besar dalam memperkembangkan hadis. Dalam hal ini Ummuhatul Al-Mu’minin memengang peranan penting dalam menerima dan menyampaikan hadis kepada masyarakat umum.

a.      Hadis di Masa Abu Bakar dan Umar
Para sahabat, sesudah wafatnya Rasul tidak lagi berkurung di di kotaMadinah. Mereka pergi ke kota-kota lain.
     Maka penduduk kota-kota lainpun mulai menerima hadis. Para tabi’in mempelajari hadis dari para sahabat itu.
Riwayat hadis dipermulaan masa sahabat itu, masih terbatas sekali. Disampaikan kepada orang yeng memerlukan saja dan bila perlu saja, belum bersifat pelajaran.
     Dalam masa khalifah-khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis belum lagi diluaskan. Beliau-beliau ini mengarahkan minat ummat (sahabat) untuk menyebarkan Al-Qur’an dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat-riwayat itu.   

b.      Cara-cara para Sahabat Meriwayatkan Hadis
Cara sahabat-sahabat Nabi meriwayatkan hadis ada dua :
1. Adakala dengan lafal asli, yakni menurut lafal yang mereka terima dari Nabi yang mereak hafal benar lafal dari Nabi itu.
2. Adakala dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan lafaknya, karena mereka tidak hafal lafalnya aslinya lagi dari Nabi s.s.w.
Yang penting dari hadis, ialah “ “isi” . Bahasa dan lafal, boleh disususn dengan kata-kata lain, asal isi dan maknanya sama. Berbeda dengan Al-Qur’an, yakni harus dengan lafal dan maknanya yang asli sedikitpun tidak boleh berubah ataupu berbeda.[2]

c.       Ketelitian para Sahabat dalam Menerima Hadis
     Mereka sangat berhati-hati dalam menerima hadis. Mereka tidak menerimanya dari siapa saja. Mereka mengetahui ada hadis yang menghalalkan dan ada hadis yang mengharamkan, jalan untuk itu yakni dhan yang kuat. Karena itu mereka memperhatikan  rawi dan marwi. Mereka tidak membanyakkan penerimaan hadis, sebagaimana tidak pula membanyakkan riwayat.
     Dalam ketelitiannya Umar r.a  tidak menerima hadis jika tidak disaksikan kebenarannya oleh seseorang lain. Ringkasanya, meminta seorang saksi atau menyuruh perawi bersumpah untuk membenarkan riwayatnya. Yang diperlukan dalam menerima hadis, kepercayaan yang penuh kepada perawi.

d.      Hadis dimasa Utsman dan Ali
     Diketika kendali pemerintahan dipegang oleh Utsman r.a dan di buka pintu perlawatan kepada para sahabat serta umat mulai memerlukan sahabat, istimewa sahabat-sahabat kecil, bergeraklah sahabat-sahabat kecil mengumpulkan hadis dan sahabat-sahabat besar mulailah mereka meninggalkan temapat untuk mencari hadis.

Sebab-sebab para sahabat tidak membukukan Hadis
     Kata Asy Syaikh Abu bakr Ash Shiqilly dalam Fawaidnya menurut riwayat Ibnu Basykual : “Sebenarnya para sahabat tidak mengumpulkan sunnah-sunnah Rasulullah dalam sebuah mushaf sebgaimana mereka telah mengmpulkan AL-Qur’an, karena sunnah-sunnah tersebut telah tersebar dalam masyarakat dan tersembunyi yang dihafalnya  dari yang tidak dihafalnya. Karena itu, ahli-ahli sunnah menyerahkan urusan penukilan hadis kepada hafalan-hafalan mereka saja.
Lagi pula, lafal-lafal sunnah tidak terjaga dari lebih dan kurang, sebagaimana Allah telah menjaga Al-Qur’an.
    
4.    Hadis masa Sahabat kecil dan Tabi’in besar
Masa berkembang dan meluas periwayatan  hadis Sesudah masa Utsman dan Ali timbulah usaha yang lebih sungguh untuk mencari dan menghafal hadis serta menebarkannya kedalam masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-perlawatan untuk mencari hadis.
     Menutut riwayat Al Bukhary, Ahmad, Ath Thabarany dan Al Baihaqy, Jabir pernah pergi ke syam, melakukan perlawatan sebulan lamanya, untuk menanuakan sbuah hadis yang belum pernah didengar, pada seorang shabhy yang tinggla di Syam yaitu : Abdullah ibn Unais Al Anshary.
     Dan Abdul Aiyub Al Anshary pernah pergi ke Mesir untuk menemui Uqbah Ibnu Amer lantaran keperluan menanya sebuah hadis kepadanya.
   Dengna demikian masuknya hadis dalam fase ini, mulailah hadis ditebarkan dan perhatian diberikan terhadapnya  dengan sempurna. Memang mulailah diberikan perhatian yang sempurna  kepada para sahabat oleh para  tabi’in.
     Dalam pase ini tekenallah beberapa orang sahabat dengan julukan “bendaharawan hadis” , yakni : orang-orang  yang riwayatnya lebih dari 1000 hadis.
      Di antara sahabat yang membanayakkan riwayat ialah :

  1. Abu Hurairah. Beliau meriwayatkan sejumlah 5374 buah hadis.
  2. Abdullah ibn Umar. Beliu meriwayatkan sejumlah 2630 buah hadis.
  3. Anas ibn Malik. Beliau meriwayatkan sejumlah 2270 buah hadis.
  4.  Aisyah. Beliau meriwayatkan sejumlah 2210 buah hadis.
  5. Abdullah ibn Abbas. Beliau meriwayatkan sejumlah 1660 buah hadis.
  6. Jabir ibn Abdullah. Beliau meriwayatkan sejumlah 1540 buah hadis.
  7. Abu Sa’id Al Khudry. Beliau meriwayatkan sejumlah 1170 hadis.
  8. Ibnu Mas’ud.
  9.  Abdullah ibn Amer ibn Ash

a.        Tokoh-tokoh hadis dalam kalangan Tabi’in.
Pusat-pusat perkembangan hadis dan para tokoh-tokoh kalangan tabi’in  yang masyhur dalam bidang riwayat hadis :


Madinah 

Sai’d (93) , Urwah (94), Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam (94),Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Sulaiman ibn Yassar, Al Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakr, Nafi’, Az Zuhry, Abu Zinad, Kharijah ibn Zaid, Abu Salamah ibn Abdir Rahman ibn Auf.
Mekkah I
krimah, Atha ibn Abi Rabah, Abu Zubair, Muhammad ibn Muslim.
Kufah
Asy Sya’by, Ibrahim An Nakha’y, Alqamah An Nakha’y.
Basrah 
Al Hasan, Muhammad ibn Sirin, Qatadah.
Syam 
Umar ibn Abdil Aziz, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul Ka’bul Akbar.
Mesir 
Abu’l Khair Martsad ibn Abdullah Al Yaziny, Yazid ibn Habib.
Yaman 
Thaus ibn Kaisan Al Yamany, Wahab ibn Munabbih (110).
  
5.    Masa Pembukuan dan Pengumpulan Hadis
Permulaan zaman membukukan  hadis
     Pada abad pertama Hijrah  mulai dari zaman Rasul, masa Khulafa Rasydin samapi dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama Hijriah, hadis-hadis itu berpindah dari mulut ke mulut. Masing-masing perawi meriwayatkannya  berdasarkan kepada kekuatan hafalannya.
     Pada masa itu mereka belum mempunyai motif-motif  yang menggerakkan mereka untuk membukukannnya. Hafalan mereka terkenal kuat. Diakui sejarah kekuatan hafalan para sahabat dan tabi’in itu.
     Selama masa pemerintahannya yang sangat singkat, Umar bin Abdul Aziz mecurahkan segala dayanya untuk memelihara As-Sunnah. Beliau sadar bahwa para perawi yang membendaharakan hadis dalam dadanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak segera dibukukan  dan dikumpulkan dalam buku (dewan-dewan) hadis dari para perawinya, mungkinlah hadis-hadis itu akan lenyap dari permukaan bumi.
     Untuk meghasilkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amer ibn Hazmi (120 H yang menjadi guru Ma’mar, Al Laits, Al Auza’y, Malik, Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Dzi’bin supaya membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, yaitu : amrah bint Abdir Rahman ibn Sa’ad ibn Zurarah ibn ‘Ades, Seorang ahli fiqih, murid Aisyah ra.  Dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar Ash Shiddieq. Seorang pemuka tabi’y dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.[3]
     Disamping itu Umar meminta kepada Gubernur ke serata wilayah yang di bawah kekuasaanya dengan cara mengirimkan surat. Supaya berusaha membukukan hadis yang ada pada ulama yang diam diwilayah mereka masing-masing.

Yang dapat ditegaskan sejarah megenai sipa ulama-ulama yang berperan dalam pembukuan hadis sebagai dibawah ini 

  1. Pengumpul pertama di kota  Makkah, Ibnu Juraij (80 H/669 M - 150/767 M)
  2. Pengumpulan pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (…H/151M - …H/768) Atau Ibnu  Abi Dzi’bin. Atau Malik ibn Abi Arubah (93H/703 - 179H/798M)
  3. Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al Rabi’ ibn Shabih (…H/…M – 160H/777M) Atau Hammad ibn Salamah (176 H), Atau Sa’id ibn Abi Arubah (156H/773M)
  4. Pengumpulan pertama di Kuffah, Sufyan Ats Tsaury (161 H)
  5. Pengumpulan pertama di Syam, Al Auza’y (156 H)
  6. Pengumpulan pertama di Wasith, Husyaim Al Wasithy (104H/722M-188H/804M)
  7. Pengumpul pertama di Yaman, Ma’mar Al Azdy (95H/753M-153H/770M)
  8. Pengumpul pertama di Rei , Jarir  Al Dalbby (110H/728M-188H/804M)
  9. Pengumpul pertama di khurusan, Ibn Mubarak (118H/735M-181/797M)
  10. Pengumpul pertama di Mesir,  Al Laits ibn sa’ad (175H)

Semua ulama besar yang membukukan hadits ini, terdiri dari ahli-ahli abad yang kedua Hijrah. Perlu kita ketahui bersama Kitab Az Zuhry dan Ibn juraji ditak diketahui keberadaannya sekarang. Kitab yang paling tua yang ada di tangan umat islam dengan ini, ialah Al Muwaththa’ susunan Imam Malik  r.a yang disuruah susun oleh khalifah Al Manshur diketika dia pergi naik hajji pada tahu 114 H (143H).

kitab-kitab hadits yag termasyhur dakam abad kedua Hijarah
Kitab-kitab hadits yang telahdibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, banyak. Akan tetapi yang masyhur dalam kalanagan ahli hadits, ialah :
1. Al Muwaththa’, susunan Imam Malik (95H-179H).
2. Al Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150H).
3. Al Jami’, susunan Abdur Razzaq As San’any (211H).
4. Al Mushannaf, susunan Syu’bah Ibn Hajjah (160H).
5. Al Mushannaf, susunan Sufyan ibn ‘Uyaianah (198H).
6. Al Mushannaf, susunan Al Laits ibn Sa’ad (175H).
7. Al Mushannaf, susunan Al Auza’y (150H).
8. Al Mushannaf, susunan Al Humaidy (219H).
9. Al Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad ibn Waqid Al Aslamy (130H-207H)
10. Al Musnad, susunan Abu Hanifah (150H).
11. Al Musnad, susunan Zaid ibn Ali 
12. Al Musnad, susunan Al Imam Asy Syafi’y (204H).
13. Mukhtalifu’l-Hadits, susunan Al Imam Asy-Syafi’y.


KESIMPULAN
Mempelajari sejarah perkembangan hadis sangatlah penting dan menjadi satu kesatuan dengan megamalakannya. Karena jika kita mengatahui proses-proses yang dilalui hadis hinga dibukukannya sekarang sangatlah panajang. Ada sedikit kendala-kendala yang timbul dari sedikitnya oarang arabnya yang bisa baca tulis, yang mana  oranng itu masih difokuskan dalam penulisan ataupun pembukukan Al-qur’an, namun setelah perjalannan panjangnya Hadispun mendapat perhatian lebih dari Umar bin Abdul Azizi. Beliau mulai memfokuskan kepada pengumpulan hadis-hadis, karerna beliau mulai khawtir hadis akan hilang bersama hilanganya para penghafal-penghafal hadis. Hingga sampailah kepada kita sekarang, yang Alhamdulillah kita bisa mengamalkan serta mengetahui sejarah perkembangan hadis.



[1] Prof. T.M Hasbi Ash-shiddieqy. Sejarah dan Pengantar ILMU HADIS, hlm. 46
[2] Prof. T.M Hasbi Ash-shiddieqy. Sejarah dan Pengantar ILMU HADIS, hlm 63
[3] Fuqaha tujuh, ialah : Al-Qasim, Urwah ibn Zubair, Abu Bakar ibn Abdir Rahman, Sa’id ibn Musaiyah, Abdillah ibn Abdullah ibn Utbah ibn Mas’ud Kharijah ibn Zaid ibn Tsabit, Sulaiman ibn Yassar. 

Bagi teman-teman yang mengambil dan menggunakan postingan saya ini untuk keperluan makalah dan tugas lainnya dengan sangat saya harapakan untuk mencantumkan nama blog saya dan dengan sangat pula saya harapkan teman-teman semua berkenan meninggalkan komentar yang relevan atas postigan ini.

Terimakasih telah berkunjug, Salah Khilaf Mohon maaf Wasaalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sejarah Singkat Perkembangan Hadis
  1. Syukron.. sangat membantu salah satu tugas saya

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya, sama-sama mas/mbak. dan terima kasih, ya. sudah berkenan mampir. dan meninggalkan komentar.

      Delete
    2. mas, bisa buatkan saya rangkuman singkat dari masa rasulullah sampai kodifikasi hadist

      Delete
    3. Cuman itu aja mas, gak bisa janji nangilah Kalo lagi gak sibuk.

      Delete
  2. Mantabs penjelasan singkat nya syukron. Barakallah fii 'ilmik.

    ReplyDelete
  3. Iya sama2 mbak/mas semoga bermanfaat.

    ReplyDelete