Sejarah Singkat Perkembangan Hadis
By
Sebelum
kita mempelajari sejarah perkembangan Hadis alangkah baiknya jika mengetahui
apa arti dari Hadis itu sendiri :
Pengertian Hadis
1.
Hadis
dalam Pengertian Ahli Hadis
”Semua yang diwariskan dari Nabi berupa
perkataan, perbuatan, taqrir (pengakuan), atau sifat; baik sifat fisikal maupun
moral , ataupun sirah,baik sebelum menjadi nabi atau sesudah.”
Apa yang dirumuskan oleh tokoh analis hadis
modern, al- khathib, ini merupakan suatu kristalisasi dari berbagai macam
redaksi yang digunakan dalam mendefinisikan hadis. Pengertian ini dapat
dijadikan acuan, bahwa demikianlah pemahaman mayoritas ahli hadis dalam memakai
kata “hadis” dalam dimensi termonologisnya. Pemaknaan ini sesungguhnya didasari
pada kenyataan sejarah. Pada masa awal pembukuan remi hadis, semua yang tercakup
dalam pengertian di atas memang begitulah yang ada di lapangan. Maksudnya, pada
masa itu kitab hadis memuat bukan hanya
hadis Nabi melainkan juga hadis yang
bersumber dari sahabat dan tabi’in. Di samping itu, sejarah hidup rasulullah
(sirah) pun digolongkan ke dalam pengertian hadis.
2.
Hadis
dalam Pengertian Ahli Ushul
“semua yang bersumber dari nabi berupa
perkataan, perbuatan, atau taqrir yang dapat dijadikan dalil hukum agama.”
Definisi diatas mengandung dua makna. Pertama,
bahwa yang dimaksud hadis adalah hadis muhammad setelah diangkat menjadi nabi.
Sementara hadis yang bersumber dari beliau sebelum diangkat menjadi nabi, tidak
termasuk dalam makna hadis. Kedua , ada batasan bahwa yang digolongkan
hadis adalah yang dapat dijadikan dasar hukum agama, atau dalam bahasa yang
lebih luas berkaitan dengan risalah.
Mempelajari sejarah perkembangan hadis,
baik perkembangan riwayat-riwayatnya
maupun pendewanannya, adalah adalah diperlukan benar; karena dipandang
satu bagian dari pelajaran hadis yang
tak boleh dipisahkan.
Sungguh gelap jalan yang dilalui oleh
mereka yang mempelajari hadis, jika mereka
menempuh pelajaran hadis tanpa mempelajari sejarah pertumbuhan dan
perkembangannya.
Apabila kita pelajari dengan seksama
suasana dan keadaan - keadaan yang telah
dilalui hadist sejak dari zaman tumbuhnya hingga dewasa ini, dapatlah kita
menarik debuah garis bahwa hadist Rasul
sebagai dasar tasyri’ yang kedua telah melalui enam masa dan sekarang sedang
menempuh periode ketujuh.[1]
Perode-periode
itu :
Sejarah Perkembangan Hadis
- Masa pertama, ialah : masa wahyu dan pembentukan hokum serta dasar-dasarnya dari permulaan Nabi bangkit hinga beliau wafat pada tahun 11 H. (dari 13 S.H – 11 H).
- Masa kedua, ialah : masa membatasi riwayat, masa Khulafa Rasyidin (12 H – 40 H).
- Masa ketiga, ialah : masa berkembang riwayat dan perlawatan dari kota ke kota untuk mencari hadis, yaitu masa sahabat kecil dan tabi’in besar (41 H – akhir abad pertama H).
- Masa keempat, ialah : masa pembukuan hadist (dari permulaan abad kedua H hingga akhirnya).
- Masa kelima, ialah : masa mentashhihkan hadis dan menyaringnya (awal abad ketiga, hingga akhirya).
- Masa keenam, ialah : masa menapis kitab-kitab hadis dan menyusun kitab-kitab jami’ yang khusus; (dari awal abad keemapat hingga jatuhnya Bagdad tahun 656 H).
- Masa ketujuh, ialah : masa membuat syarah, membuat kitab-kitab takhrij, mengumpulkan hadis-hadis hokum dan membuat kitab-kitab jami’ yang umum serta membahas hadis-hadis zawa-id; (656 H. Hingga sekarang).
Ada tujuh periode dalam perjalana ataupun
perkembangan hadis dari masa kemasa, namun disini kami selaku pemekalah hanya
memjabarkan atau menuliskan secara singkat yang berhubungan dengan poin 1
samapai 4. Berarti cumin ada 4 poin yang akan kami jelaskan dalam makalah ini,
Yakni masa wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-dasarnnya samapi dengan
pembukuannya (hadist).
1.
Masa pertumbuhan hadist dan jalan-jalan para sahabat memperolehnya.
Rasulullah hidup ditegah-tengah masyarakat
sahabatnya. Mereka dapat bertemu dan bergaul dengan beliau secara bebas. Tak
ada protokol-protokolan yang menghalangi mereka bergaul dengan beliau. Yang
tidak dibenarkan, hanyalah mereka tidak diperkenankan langsung masuk kerumah
Nabi, dikala beliau tidak ada dirumah.
Seluruh perbuatan Nabi, demikian juga
seluruh ucapan dan tutur kata beliau menjadi tumpuan perhatian para sahabat.
Segala gerak-gerik beliau mereka (sahabat) jadikan pedoman hidup.
Apabila Nabi tak dapat berkata terus terang
dalam meberiak suatu jawaban, Nabi meminta isterinya menerangkan soal itu denga
sejelas-jelasnya. Pernah seorang wanita datang kepada Nabi bertanya “betapa
harus dilakukan mandi haid.” Kemudian Nabi menjawab :__ “ Ambillah sepotong
kain perca yang sudah dikasturikan, lalu berwudlu’lah dengan dia”.
Mendengar
jawaban Nabi demikian, wanita itu mengulang pertanyaannya :”betapa saya
berwudlu dengan itu?” Nabi meminta Aisyah supaya menerangkannya. Maka Aisyah
berkata :__ “Ambillah sepotong kapas yang bersih, lalu letakkan di tempat
darah, jika kapas itu tetap putih, tanda haidl sudah berhenti”. (HR Al
Bukhary/Muslim dan An Nasa’y dari Aiysah)
Jadi para sahabat menerima hadist (syari’at) dari Rasul s.a.w. adakala langsung dari beliau sendiri, yakni mereka langsung mendengar sendiri dari Nabi, baik dari soal (pertanyaan) dan beliau langsung menjawabnya, ataupun Nabi sendiri yang memulai pembicaran. Maupun penjelasan dari isteri nabi seperti contoh hadist diatas.
Pegangan
sahabata dalam menghafal hadis.
Para sahabat dalam menerima hadis Nabi, berpegang kepada kekuatan hafalannya, yakni menerimanya dengan jalan hafalan bukan dengan jalan menulis. Disebabkan sahabat-sahabat Rasul yang dapat menulis hanya sedikit. Mereka mendegar dengan hati-hati apa yang nabi sabdakan. Lalu tergambarlah lafal atau makan itu dalam dzin mereka.
Para sahabat menghafal hadis dan
menyampaikannya kepada orang lain secara hafalan pula. Hanya beberapa orang
sahabat saja yang mencatat hadis yang
didengarnya dari Nabi.
2.
Sebab-sebab hadis tidak ditulis setiap Nabi menyebutkannya
Semua penulis sejarah Rasul, ulama hadis
dan ummat Islam sependapat menentapkan bahwa Al-Qur’an Al-Karim memperoleh perhatian yang penuh dari
Rasul dan dari para sahabat. Rasul memerintahakan para sahabat untuk menghafal
Al-Qur’an dan menulisnya di keping-kepingan tulang, di pelepah korma, di
batu-batu dan lainnya. Diketika Rasulullah wafat, Al-Qur’an telah dihafal
dengan sempurna dan telah lengkap ditulis; hanya saja belum dikumpulkan dalam
sebuah mushaf saja.
Berbeda dengan Hadis dan Sunnah , walaupun
sebagai sumber hokum setelah Al-Qur’an. Hadis dan sunnah tidak memperoleh
perhatian yang demikian. Dia tidak ditulis secara resmi, tidak diperintah orang
menulisnya, seperti diperintah menuliskan Al-Qur’an.
Boleh jadi, perbedaan perhatian dan tidak membukukan hadis disebabkan oleh faktor-faktor ini :
Boleh jadi, perbedaan perhatian dan tidak membukukan hadis disebabkan oleh faktor-faktor ini :
- Sedikitnya orang-orang yang bisa menulis dan orang-orang itu dikerahkan tenaganya untuk menulis Al-Qur’an dan Nabi memanggil mereka untuk menuliskan wahyu itu setiap turunnya.
- Karena orang Arab tak pandai menulis dan membaca tulisan, namun kuat berpegang pada hafalan dalam segala apa yang ingin mereka hafalkan.
- Karena dikawatirkan akan bercampur dengan tulisan Al-Qur’an tanpa sengaja.
Oleh
karena itu Nabi s.a.w melarang mereka menulis hadis, beliau khawatir
sabda-sabdanya akan bercampur dengan firman Ilahi.
3.
Hadis pada masa Khulafa Rasyidin
Nabi
memerintahkan para sahabat supaya berhati-hati dan supaya memeriksa benar-benar
sesuatu hadis yang hendak disamapaikan kepada orang lain.
Majelis-majelis
Nabi tidak hanya dihadiri oleh para lelaki
saja, bahkan banyak juga para perempuan yang dating ke masjid atau
pertemuan-pertemuan umum, untuk mendengar sabda dan ucapan Nabi.
Lantaran itu
para wanita juga turut mempunyai saham yang besar dalam memperkembangkan hadis.
Dalam hal ini Ummuhatul Al-Mu’minin memengang peranan penting dalam menerima
dan menyampaikan hadis kepada masyarakat umum.
a.
Hadis di Masa Abu Bakar dan Umar
Para
sahabat, sesudah wafatnya Rasul tidak lagi berkurung di di kotaMadinah. Mereka
pergi ke kota-kota lain.
Maka penduduk kota-kota lainpun mulai
menerima hadis. Para tabi’in mempelajari hadis dari para sahabat itu.
Riwayat
hadis dipermulaan masa sahabat itu, masih terbatas sekali. Disampaikan kepada
orang yeng memerlukan saja dan bila perlu saja, belum bersifat pelajaran.
Dalam masa khalifah-khalifah Abu Bakar dan
Umar, periwayatan hadis belum lagi diluaskan. Beliau-beliau ini mengarahkan
minat ummat (sahabat) untuk menyebarkan Al-Qur’an dan memerintahkan para
sahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat-riwayat itu.
b.
Cara-cara para Sahabat Meriwayatkan Hadis
Cara
sahabat-sahabat Nabi meriwayatkan hadis ada dua :
1. Adakala
dengan lafal asli, yakni menurut lafal yang mereka terima dari Nabi yang mereak
hafal benar lafal dari Nabi itu.
2. Adakala
dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan lafaknya, karena
mereka tidak hafal lafalnya aslinya lagi dari Nabi s.s.w.
Yang
penting dari hadis, ialah “ “isi” . Bahasa dan lafal, boleh disususn dengan
kata-kata lain, asal isi dan maknanya sama. Berbeda dengan Al-Qur’an, yakni
harus dengan lafal dan maknanya yang asli sedikitpun tidak boleh berubah ataupu
berbeda.[2]
c.
Ketelitian para Sahabat dalam Menerima Hadis
Mereka sangat berhati-hati dalam menerima
hadis. Mereka tidak menerimanya dari siapa saja. Mereka mengetahui ada hadis
yang menghalalkan dan ada hadis yang mengharamkan, jalan untuk itu yakni dhan
yang kuat. Karena itu mereka memperhatikan
rawi dan marwi. Mereka tidak membanyakkan penerimaan
hadis, sebagaimana tidak pula membanyakkan riwayat.
Dalam ketelitiannya Umar r.a tidak menerima hadis jika tidak disaksikan
kebenarannya oleh seseorang lain. Ringkasanya, meminta seorang saksi atau
menyuruh perawi bersumpah untuk membenarkan riwayatnya. Yang diperlukan dalam
menerima hadis, kepercayaan yang penuh kepada perawi.
d.
Hadis dimasa Utsman dan Ali
Diketika kendali pemerintahan dipegang oleh
Utsman r.a dan di buka pintu perlawatan kepada para sahabat serta umat mulai
memerlukan sahabat, istimewa sahabat-sahabat kecil, bergeraklah sahabat-sahabat
kecil mengumpulkan hadis dan sahabat-sahabat besar mulailah mereka meninggalkan
temapat untuk mencari hadis.
Sebab-sebab
para sahabat tidak membukukan Hadis
Kata Asy Syaikh Abu bakr Ash Shiqilly dalam
Fawaidnya menurut riwayat Ibnu Basykual : “Sebenarnya para sahabat tidak
mengumpulkan sunnah-sunnah Rasulullah dalam sebuah mushaf sebgaimana mereka telah
mengmpulkan AL-Qur’an, karena sunnah-sunnah tersebut telah tersebar dalam
masyarakat dan tersembunyi yang dihafalnya
dari yang tidak dihafalnya. Karena itu, ahli-ahli sunnah menyerahkan
urusan penukilan hadis kepada hafalan-hafalan mereka saja.
Lagi
pula, lafal-lafal sunnah tidak terjaga dari lebih dan kurang, sebagaimana Allah
telah menjaga Al-Qur’an.
4.
Hadis masa Sahabat kecil dan Tabi’in besar
Masa berkembang dan meluas periwayatan hadis Sesudah masa Utsman dan Ali timbulah
usaha yang lebih sungguh untuk mencari dan menghafal hadis serta menebarkannya
kedalam masyarakat luas dengan mengadakan perlawatan-perlawatan untuk mencari
hadis.
Menutut riwayat Al Bukhary, Ahmad, Ath Thabarany
dan Al Baihaqy, Jabir pernah pergi ke syam, melakukan perlawatan sebulan
lamanya, untuk menanuakan sbuah hadis yang belum pernah didengar, pada seorang
shabhy yang tinggla di Syam yaitu : Abdullah ibn Unais Al Anshary.
Dan Abdul Aiyub Al Anshary pernah pergi ke
Mesir untuk menemui Uqbah Ibnu Amer lantaran keperluan menanya sebuah hadis
kepadanya.
Dengna demikian masuknya hadis dalam fase
ini, mulailah hadis ditebarkan dan perhatian diberikan terhadapnya dengan sempurna. Memang mulailah diberikan perhatian
yang sempurna kepada para sahabat oleh
para tabi’in.
Dalam pase ini tekenallah beberapa orang
sahabat dengan julukan “bendaharawan hadis” , yakni : orang-orang yang riwayatnya lebih dari 1000 hadis.
Di
antara sahabat yang membanayakkan riwayat ialah :
- Abu Hurairah. Beliau meriwayatkan sejumlah 5374 buah hadis.
- Abdullah ibn Umar. Beliu meriwayatkan sejumlah 2630 buah hadis.
- Anas ibn Malik. Beliau meriwayatkan sejumlah 2270 buah hadis.
- Aisyah. Beliau meriwayatkan sejumlah 2210 buah hadis.
- Abdullah ibn Abbas. Beliau meriwayatkan sejumlah 1660 buah hadis.
- Jabir ibn Abdullah. Beliau meriwayatkan sejumlah 1540 buah hadis.
- Abu Sa’id Al Khudry. Beliau meriwayatkan sejumlah 1170 hadis.
- Ibnu Mas’ud.
- Abdullah ibn Amer ibn Ash
a.
Tokoh-tokoh hadis dalam kalangan Tabi’in.
Pusat-pusat
perkembangan hadis dan para tokoh-tokoh kalangan tabi’in yang masyhur dalam bidang riwayat hadis :
Madinah
Sai’d (93) , Urwah (94), Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam (94),Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Sulaiman ibn Yassar, Al Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakr, Nafi’, Az Zuhry, Abu Zinad, Kharijah ibn Zaid, Abu Salamah ibn Abdir Rahman ibn Auf.
Sai’d (93) , Urwah (94), Abu Bakar ibn Abdu Rahman ibn Al Harits ibn Hisyam (94),Ubaidullah ibn Abdullah ibn Utbah, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Sulaiman ibn Yassar, Al Qasim ibn Muhammad ibn Abu Bakr, Nafi’, Az Zuhry, Abu Zinad, Kharijah ibn Zaid, Abu Salamah ibn Abdir Rahman ibn Auf.
Mekkah I
krimah, Atha ibn Abi Rabah, Abu Zubair, Muhammad ibn Muslim.
krimah, Atha ibn Abi Rabah, Abu Zubair, Muhammad ibn Muslim.
Kufah
Asy Sya’by, Ibrahim An Nakha’y, Alqamah An Nakha’y.
Asy Sya’by, Ibrahim An Nakha’y, Alqamah An Nakha’y.
Basrah
Al Hasan, Muhammad ibn Sirin, Qatadah.
Al Hasan, Muhammad ibn Sirin, Qatadah.
Syam
Umar ibn Abdil Aziz, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul Ka’bul Akbar.
Umar ibn Abdil Aziz, Qabishah ibn Dzuaib, Makhul Ka’bul Akbar.
Mesir
Abu’l Khair Martsad ibn Abdullah Al Yaziny, Yazid ibn Habib.
Abu’l Khair Martsad ibn Abdullah Al Yaziny, Yazid ibn Habib.
Yaman
Thaus ibn Kaisan Al Yamany, Wahab ibn Munabbih (110).
Thaus ibn Kaisan Al Yamany, Wahab ibn Munabbih (110).
5.
Masa Pembukuan dan Pengumpulan Hadis
Permulaan
zaman membukukan hadis
Pada abad pertama Hijrah mulai dari zaman Rasul, masa Khulafa Rasydin
samapi dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad pertama
Hijriah, hadis-hadis itu berpindah dari mulut ke mulut. Masing-masing perawi
meriwayatkannya berdasarkan kepada
kekuatan hafalannya.
Pada masa itu mereka belum mempunyai
motif-motif yang menggerakkan mereka
untuk membukukannnya. Hafalan mereka terkenal kuat. Diakui sejarah kekuatan
hafalan para sahabat dan tabi’in itu.
Selama masa pemerintahannya yang sangat
singkat, Umar bin Abdul Aziz mecurahkan segala dayanya untuk memelihara
As-Sunnah. Beliau sadar bahwa para perawi yang membendaharakan hadis dalam
dadanya, kian lama kian banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak
segera dibukukan dan dikumpulkan dalam
buku (dewan-dewan) hadis dari para perawinya, mungkinlah hadis-hadis itu akan
lenyap dari permukaan bumi.
Untuk meghasilkan maksud mulia itu, pada
tahun 100 H Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar ibn Muhammad
ibn Amer ibn Hazmi (120 H yang menjadi guru Ma’mar, Al Laits, Al Auza’y,
Malik, Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Dzi’bin supaya membukukan hadis Rasul yang
terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, yaitu : amrah bint Abdir
Rahman ibn Sa’ad ibn Zurarah ibn ‘Ades, Seorang ahli fiqih, murid Aisyah
ra. Dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim
ibn Muhammad ibn Abi Bakar Ash Shiddieq. Seorang pemuka tabi’y dan salah
seorang fuqaha Madinah yang tujuh.[3]
Disamping itu Umar meminta kepada Gubernur
ke serata wilayah yang di bawah kekuasaanya dengan cara mengirimkan surat.
Supaya berusaha membukukan hadis yang ada pada ulama yang diam diwilayah mereka
masing-masing.
Yang dapat ditegaskan sejarah megenai sipa ulama-ulama yang berperan dalam pembukuan hadis sebagai dibawah ini
Yang dapat ditegaskan sejarah megenai sipa ulama-ulama yang berperan dalam pembukuan hadis sebagai dibawah ini
- Pengumpul pertama di kota Makkah, Ibnu Juraij (80 H/669 M - 150/767 M)
- Pengumpulan pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (…H/151M - …H/768) Atau Ibnu Abi Dzi’bin. Atau Malik ibn Abi Arubah (93H/703 - 179H/798M)
- Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al Rabi’ ibn Shabih (…H/…M – 160H/777M) Atau Hammad ibn Salamah (176 H), Atau Sa’id ibn Abi Arubah (156H/773M)
- Pengumpulan pertama di Kuffah, Sufyan Ats Tsaury (161 H)
- Pengumpulan pertama di Syam, Al Auza’y (156 H)
- Pengumpulan pertama di Wasith, Husyaim Al Wasithy (104H/722M-188H/804M)
- Pengumpul pertama di Yaman, Ma’mar Al Azdy (95H/753M-153H/770M)
- Pengumpul pertama di Rei , Jarir Al Dalbby (110H/728M-188H/804M)
- Pengumpul pertama di khurusan, Ibn Mubarak (118H/735M-181/797M)
- Pengumpul pertama di Mesir, Al Laits ibn sa’ad (175H)
Semua ulama besar yang membukukan hadits ini, terdiri dari
ahli-ahli abad yang kedua Hijrah. Perlu kita ketahui bersama Kitab Az Zuhry dan
Ibn juraji ditak diketahui keberadaannya sekarang. Kitab yang paling tua yang
ada di tangan umat islam dengan ini, ialah Al Muwaththa’ susunan Imam
Malik r.a yang disuruah susun oleh
khalifah Al Manshur diketika dia pergi naik hajji pada tahu 114 H (143H).
kitab-kitab hadits yag termasyhur dakam abad kedua Hijarah
Kitab-kitab hadits yang telahdibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, banyak. Akan tetapi yang masyhur dalam kalanagan ahli hadits, ialah :
1. Al Muwaththa’, susunan Imam Malik (95H-179H).
2. Al Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150H).
3. Al Jami’, susunan Abdur Razzaq As San’any (211H).
4. Al Mushannaf, susunan Syu’bah Ibn Hajjah (160H).
5. Al Mushannaf, susunan Sufyan ibn ‘Uyaianah (198H).
6. Al Mushannaf, susunan Al Laits ibn Sa’ad (175H).
7. Al Mushannaf, susunan Al Auza’y (150H).
8. Al Mushannaf, susunan Al Humaidy (219H).
9. Al Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad ibn Waqid Al Aslamy (130H-207H)
10. Al Musnad, susunan Abu Hanifah (150H).
11. Al Musnad, susunan Zaid ibn Ali
12. Al Musnad, susunan Al Imam Asy Syafi’y (204H).
13. Mukhtalifu’l-Hadits, susunan Al Imam Asy-Syafi’y.
kitab-kitab hadits yag termasyhur dakam abad kedua Hijarah
Kitab-kitab hadits yang telahdibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, banyak. Akan tetapi yang masyhur dalam kalanagan ahli hadits, ialah :
1. Al Muwaththa’, susunan Imam Malik (95H-179H).
2. Al Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150H).
3. Al Jami’, susunan Abdur Razzaq As San’any (211H).
4. Al Mushannaf, susunan Syu’bah Ibn Hajjah (160H).
5. Al Mushannaf, susunan Sufyan ibn ‘Uyaianah (198H).
6. Al Mushannaf, susunan Al Laits ibn Sa’ad (175H).
7. Al Mushannaf, susunan Al Auza’y (150H).
8. Al Mushannaf, susunan Al Humaidy (219H).
9. Al Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad ibn Waqid Al Aslamy (130H-207H)
10. Al Musnad, susunan Abu Hanifah (150H).
11. Al Musnad, susunan Zaid ibn Ali
12. Al Musnad, susunan Al Imam Asy Syafi’y (204H).
13. Mukhtalifu’l-Hadits, susunan Al Imam Asy-Syafi’y.
KESIMPULAN
Mempelajari
sejarah perkembangan hadis sangatlah penting dan menjadi satu kesatuan dengan
megamalakannya. Karena jika kita mengatahui proses-proses yang dilalui hadis
hinga dibukukannya sekarang sangatlah panajang. Ada sedikit kendala-kendala
yang timbul dari sedikitnya oarang arabnya yang bisa baca tulis, yang mana oranng itu masih difokuskan dalam penulisan
ataupun pembukukan Al-qur’an, namun setelah perjalannan panjangnya Hadispun
mendapat perhatian lebih dari Umar bin Abdul Azizi. Beliau mulai memfokuskan
kepada pengumpulan hadis-hadis, karerna beliau mulai khawtir hadis akan hilang
bersama hilanganya para penghafal-penghafal hadis. Hingga sampailah kepada kita
sekarang, yang Alhamdulillah kita bisa mengamalkan serta mengetahui sejarah
perkembangan hadis.
[1] Prof. T.M
Hasbi Ash-shiddieqy. Sejarah dan Pengantar ILMU HADIS, hlm. 46
[2]
Prof. T.M Hasbi
Ash-shiddieqy. Sejarah dan Pengantar ILMU HADIS, hlm 63
[3]
Fuqaha tujuh, ialah : Al-Qasim, Urwah ibn Zubair, Abu Bakar ibn Abdir
Rahman, Sa’id ibn Musaiyah, Abdillah ibn Abdullah ibn Utbah ibn Mas’ud Kharijah
ibn Zaid ibn Tsabit, Sulaiman ibn Yassar.
Bagi teman-teman yang mengambil dan menggunakan postingan saya ini untuk keperluan makalah dan tugas lainnya dengan sangat saya harapakan untuk mencantumkan nama blog saya dan dengan sangat pula saya harapkan teman-teman semua berkenan meninggalkan komentar yang relevan atas postigan ini.
Terimakasih telah berkunjug, Salah Khilaf Mohon maaf Wasaalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Bagi teman-teman yang mengambil dan menggunakan postingan saya ini untuk keperluan makalah dan tugas lainnya dengan sangat saya harapakan untuk mencantumkan nama blog saya dan dengan sangat pula saya harapkan teman-teman semua berkenan meninggalkan komentar yang relevan atas postigan ini.
Terimakasih telah berkunjug, Salah Khilaf Mohon maaf Wasaalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Syukron.. sangat membantu salah satu tugas saya
ReplyDeleteya, sama-sama mas/mbak. dan terima kasih, ya. sudah berkenan mampir. dan meninggalkan komentar.
Deletemas, bisa buatkan saya rangkuman singkat dari masa rasulullah sampai kodifikasi hadist
DeleteCuman itu aja mas, gak bisa janji nangilah Kalo lagi gak sibuk.
DeleteMantabs penjelasan singkat nya syukron. Barakallah fii 'ilmik.
ReplyDeleteIya sama2 mbak/mas semoga bermanfaat.
ReplyDelete