-->

Pengertian, Rukun Dan Syarat Ijarah

Pengertian Ijarah




Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Sedangkan dengan IMBT adalah ijarah dengan janji (wa’ad) yang mengikat pihak yang menyewakan untuk mengalihkan kepemilikan kepada penyewa.

Ijarah adalah sebuah akad pemberian manfaat (hak guna), baik dari barang maupun tenaga kerja (jasa) dengan adanya imbalan sebagai ganti pengambilan manfaat tersebut. Jadi ijarah ketika berhubungan dengan barang dapat diistilahkan sewa-menyewa, sedangkan ketika berhubungan dengan jasa diistilahkan upah-mengupah atau pemburuhan.

Al ijarah berasal dari kata Al Ajru yang berarti Al Iwadhu’ (ganti). Dari sebab itu Ats Tswab (pahala) dinamai Ajru (upah). Menurut pengertian syara’ al- ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Pemilik yang menyewakan manfaat disebut muajjir (orang yang menyewakan). Pihak lain yang memeberikan sewa disebut musta’jir (orang yang menyewa = penyewa). Sesuatu yang diakadkan untuk diambil manfaatnya disebut ma’jur (sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut ajran atau ujrah (upah).

Manakala akad sewa menyewa telah berlangsung, penyewa sudah berhak mengambil manfaat dan orang yang menyewakan berhak pula mengambil upah, karena akad ini adalah mu’awadhah (penggantian).

Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Sedangkan dengan IMBT adalah ijarah dengan janji (wa’ad) yang mengikat pihak yang menyewakan untuk mengalihkan kepemilikan kepada penyewa.

Ijarah adalah sebuah akad pemberian manfaat (hak guna), baik dari barang maupun tenaga kerja (jasa) dengan adanya imbalan sebagai ganti pengambilan manfaat tersebut. Jadi ijarah ketika berhubungan dengan barang dapat diistilahkan sewa-menyewa, sedangkan ketika berhubungan dengan jasa diistilahkan upah-mengupah atau pemburuhan.

Dalam pengertian istilah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama:
  1. Menurut Hanafiah ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta.
  2. Menurut Malikiyah ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat suatu barang yang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari manfaat.
  3. Menurut Syafi’iyah ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu.
  4. Menurut Hanabilah ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal ijarah dan kara’ dan semacamnya.
Ada yang menerjemahkan, ijarah sebagai jual-beli jasa (upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, adapula yang menerjemahkan sewa-menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang. Jumruh ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain, sebab semua itu bukan manfaatnya tetapi bendanya.

Dari definisi-definisi diatas dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip di antara para ulama dalam mengartikan ijarah atau sewa-menyewa. Dalam definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa ijarah atau sewa-menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Objek sewa-menewa adalah manfaat atas suatu barang (bukan barang).

Baca Juga :

Rukun Ijarah


Menurut Hanafiah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan kaliamat: al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira’. Dan al-ikra.
Adapun menurut jumruh ulama, rukun ijarah ada empat, yaitu:
  1. ‘Aqid (orang yang akad).
  2. Shighat akad.
  3. Ujrah (upah).
  4. Manfaat.

Ijarah menjadi sah dengan ijab qabul lafaz sewa atau kuli dan yang berhubungan dengannya, serta lafaz (ungkapan) apa saja yang dapat menunjukkan hal tersebut.
Persyartan orang yang berakad :
Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakad itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan, maka akad menjadi tidak sah.
Mazhab Imam Syafii dan Hambali menambahkan satu syarat lagi, yaitu baligh. Menurut mereka akad anak kecil sekalipun sudah dapat membedakan, dinyatakan tidak sah.

Syarat Sahnya Ijarah

Seperti halnya dalam akad jual beli, syarat-syarat ijarah ini juga terdiri atas empat jenis, yaitu:
  • Syarat terjadinya akad (syatat in’qat)
  • Syarat nafadz (berlangsungnya akad atau pelakanaan)
  • Syarat sahnya akad
  • Syarat mengikatnya akad (syarat luzum)

Untuk sahnya ijarah diperlukan syarat sebagai berikut :
  • Kerelaan dua pihak yang melakukan akad (Kalau salah seorang dari mereka dipaksa untuk melakukan ijarah, maka tidak sah.)
  • Mengetahui manfaat dengan sempurna barang yang diakadkan, sehingga mencegah terjadinya perselisihan. (Dengan jalan menyaksikan barang itu sendiri, atau kejelaan sifat-sifatnya jika dapat hal ini dilakukan, menjelaskan masa sewa, seperti sebulan atau setahun atau lebih atau kurang, serta menjelaskan pekerjaan yang diharapkan.)
  • Hendaklah barang yang menjadi obyek transaksi (akad) dapat dimanfaatkan kegunaannya menurut kriteria, realita dan syara’.
Sebagian diantara para ulama ahli fiqih ada yang membebankan persyaratan ini, untuk itu ia berpendapat, bahwa menyewakan barang yang tidak dapat dibagi tanpa dalam keadaan lengkap, hukumnya tidak boleh sebab manfaat kegunaannya tidak dapat ditentukan. Pendapat ini adalah pendapat mazhab Abu Hanifah dan sekelompok para ulama. Akan tetapi jumhur ulama (mayoritas para ulama ahli fiqih) mengatakan :

“bahwa menyewakan barang yang tidak dapat dibagi dalam keadaan utuh secara mutlak : diperbolehkan, apakah dari kelengkapan aslinya atau bukan. Sebab barang yang dalam keadaan tidak lengkap itu termasuk juga dapat dimanfaatkan dan penyerahannya dapat dilakukan dengan mempretelinya atau dengan mempersiapkannya untuk kegunaan tertentu, sebagaimana hal ini juga diperbolehkan dalam masalah transaksi jual beli”.

Baca Juga :

  1. PEMBAHASAN MULTI AKAD [LENGKAP]
  2. SHARF [PENJELASAN LENGKAP]


Transaksi sewa menyewa itu sendiri adalah salah satu diantara kedua jenis transaksi jual beli. Apabila manfaat barang yang dipreteli itu masih belum jelas kegunaannya, maka transaksi sewa menyewanya tidak sah atau batal.
  • Dapat diserahkannya sesuatu yang disewakan berikut kegunaan (manfaatnya)
Maka tidak sah penyewaan binatang yang buron dan tidak sah pula binatang yang lumpuh, karena tidak dapat diserahkan. Begitu juga tanah pertanian yang tandus dan binatang untuk pengangkutan yang lumpuh, karena tidak mendatangkan kegunaan yang menjadi obyek dari akad ini.
  • Bahwa manfaat adalah hal yang mubah, bukan yang diharamkan.
Maka tidak sah sewa menyewa dalam hal maksiat, karena maksiat wajib ditinggalkan. Orang yang menyewa seseorang untuk memebunuh seseorang secara aniaya, atau menyewakan rumahnya kepada orang yang menjual khamar atau untuk digunakan tempat main judi atau dijadikan gereja, maka menjadi ijarah fasid. Demikian juga memberi upah kepada tukang ramal dan tukang hitung-hitung dan semua pemberian dalam rangka peramalan dan perhitung-hitungan. Karena upah yang ia berikan adalah penggantian dari hal yang diharamkan dan termasuk memakan uang manusia dengan batil . Tidak sah pula ijarah puasa dan shalat, kareana ini termasuk fardhu ‘ain yang wajib dikerjakan oleh orang yang terkena kewajiban.

Landasan Syariah




Al-Qur’an

فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ

Artinya : jika perempuan menyusukan akan anak kamu, maka hendaklah kamu memberi upah (sewa) kepada mereka. (QS. At-Thalaq : 6)

Hadits
Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berbekam kepada seseorang dan beliau memberi upah kepada seseorang itu. (HR. Muslim).

Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual-beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya adalah barang maupun jasa.

Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (mannfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.

Hak Dan Kewajiban Kedua Belah Pihak


Yang menyewakan wajib mempersiapkan barang yang disewakan untuk dapat digunakan secara optimal oleh penyewa. Penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan menurut syarat-syarat akad atau menurut kelaziman penggunaannya. Penyewa juga wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh.

Kesepakatan Mengenai Harga Sewa


Misal dikatakan, “saya sewakan mobil ini selama satu bulan dengan harga sewa Rp X.” Bila si penyewa ingin memperpanjang masa sewanya, dapat saja harga sewanya berubah. Bahkan yang menywakan dapat saja meminta harga sewa dua kali lipat dari sebelumnya. Sebaliknya, si penyewa dapat saja menawar setengah harga sewa sebelumnya, semuanya tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak. Namun dalam periode pertama yang telah disepakati harga sewanya, itulah kesepakatannya. Mayoritas ulama menyatakan, “syarat-syarat yang berlaku bagi harga jual berlaku juga bagi harga sewa”.



Add your comment for:

Pengertian, Rukun Dan Syarat Ijarah