-->

Pengertian, Rukun & Macam-Macam Mudharabah Serta Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah

Pengertian Mudharabah 


Pengertian Mudharabah : Mudharabah berasal dari kata Dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah “Proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha”.

Kata Mudharabah berasar dari kata al-dharb fi al-ardhi yaitu usaha dalam perniagaan, sebagaimana firman Allah SWT,
“Dan yang yang lain lagi, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia dari Allah”. (Al-Muzammil [73]:20)

Mudharabah disebut juga dengan qiradh, yang berasal dari kata qardhu dengan makna qath’u (potongan), Karena pemilik modal memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan untuk mendapatkan keuntungan (laba).  Mudharabah disebut juga dengan Muamalah. Mudharabah merupakan wahana utama bagi lembaga keuangan islam untuk memobilisasi dana masyarakat dan untuk menyediakan berbagai fasilitas, antara lain Fasilitas pembiayaan, bagi para pengusaha.

Secara teknisi, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul Mall) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara Mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut.

Pengertian Mudharabah Menurut Undang-Undang : 


Adapun menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
Mudharabah yaitu akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama Shahibul maal, atau Bank Syariah yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua Mudharib atau nasabah yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disenghaja, lalai dalam menyalahi peraturan.

Baca Juga :
Ilustrasi Mudharabah [source : google]


Definisi Mudharabah Menurut Para
 Ulama, yaitu:


  1. Imam Maliki, Mudharabah adalah perwakilan, dimana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan dengan pembayaran yang di tentukan (emas dan perak)
  2. Imam Hambali, Mudharabah adalah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui.
  3. Imam Syafi’I, Mudharabah adalah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.
  4. Imam Taqiyuddin, Mudharabah adalah akad keuntungan untuk dikelola dikerjakan dengan perdagangan.
Mudharabah adalah suatu transaksi pembiayaan yang melibatkan sekurang-kurangnya 2 pihak, yaitu:
  1. Pihak yang memiliki dan menyediakan modal guna membiayai proyek atau usaha yang memerlukan pembiayaan pihak tersebut disebut shahib Al-mal (shahibul mal) atau rabb Al-mal.
  2. Pihak pengusaha yang memerlukan modal dan menjalankan proyek atau usaha yang dibiayai dengan modal dari shahib Al-mal (Shahibul Mal); pihak tersebut disebut Mudharib.

Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat Muslim sejak zaman Nabi bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW. berprofesi sebagai pedagang, ia me lakukan akad mudharabah dengan Khadijah dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka Mudharabah ini dibolehkan, baik menurut Al- Qur’an, Sunnah (Al-Hadits), Maupun Ijma.

 

 Landasan Syariah Akad Mudharabah

  • Al-Qur’an
وَءَاخَرُوْنَ يَضْرِ يُونَ فِى اْلأَضِ يَبْتَغُون مِن فَضْلِل اْللًّهِ......
Artinya:…dan dari orang-orang yang berjalan di muka Bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…” (Al-Muzzammil:20).
  • Al-Hadits
عَنْ صَالِحِ بْنِ صُهَيْبِ عَنْ أَبِيْهِ قَلَ قَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلاَثٌ فِيْهِنَّ الْبَرَ كَةُ الْبَيْعُ إِلَى أَجَلِ وَالْمُقَارَضَةُ وَأَخْلاَ طُ الْبُرَّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لا لِلْبَيْعِ
Artinya: Dari Sholih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk di jual.” (HR. Ibnu Majjah no.2280, kitab at-Tijarah).
  • Ijma’
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara Mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang di kutip Abu Ubaidah.

Jenis-Jenis Mudharabah

Secara umum, Mudharabah terbagi menjadi 2 jenis:
  1. Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Yang dimaksud dengan transaksi Mudharabah Muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.

  1. Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat)
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah / specified mudharabah adalah kebalikan dari Mudharabah Muthlaqah. Si Mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecendrungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.

Rukun Mudharabah

Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudhrabah adalah:
  • Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha) 
Pelaku: Jelaslah bahwa rukun dalam akad mudharabah sama dengan rukun dalam jual-beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Faktor pertama (pelaku) dalam akad Mudharabah, harus ada minimal dua pelaku, pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (Shahib al-maal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini maka akad mudharabah tidak ada.

  • Objek Mudharabah (modal dan kerja)
Objek: Faktor kedua (objek mudharabah) merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, manajemen skill dll. Tanpa dua objek ini akad mudharabahpun tidak aka nada.

  • Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Persetujuan: Faktor ketiga, yakni persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dna, sementara si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.

  • Nisab keuntungan
Nisbah keuntungan: Faktor yang keempat (yakni nisbah) adlah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual-beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak di terima kedua belah pihak yang bermudharabah. Mudharib mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan shahib al-maal mendapatkan imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.

Menurut Remi Syahdenu bahwa syarat-syarat dari perjanjian mudharabah adalah sebagai berikut:
  • Perjanjian mudharabah dapat dibuat secara formal maupun informal, secara tertulis maupun lisan.
  • Perjanjian mudharabah dapat pula dilangsung diantara beberapa shahib Al-maal dan beberapa mudharib.
  • Pada hakikatnya kewajiban utama shahib Al-maal ialah menyerahkan modal mudharabah kepada mudharib.
  • Yang terkait dengan orang yang melakukan transaksi haruslah orang yang cakap bertindak dan cakap diangkat sebagai wakil.
  • Shahib Al-maal berkewajiban menyediakan dana yang dipercayakan kepada mudharib untuk membiayai suatu proyek atau suatu kegiatan usaha.
  • Shahib Al-maal berhak untuk memperoleh kembali investasinya dari hasil likuiditas usaha mudharabah tersebut apabila usaha mudharabah itu telah diselesaikan oleh mudharib dan jumlah hasil likuiditas usaha mudharabah itu cukup untuk pengembalian dana investasi tersebut.
  • Shahib Al-mal tidak dapat meminta jaminan dari mudharib atas pengambilan investasinya. Persyaratan yang demikian itu di dalam perjanjian mudharabah batal dan tidak berlaku.
  • Mudharib berkewajiban mengembalikan pokok dana investasi kepada shahib Al-ma ditambah sebagian dari keuntungan yang pembagiannya telah ditentukan sebelumnya.
  • Mudharib wajib mematuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan perjanjian mudharabah selama mengurus urusan –urusan mudharabah yang bersangkutan.
  • Shahib Al-mal berhak melakukan pengawasan untuk memastikan bahwa mudharib menaati syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan perjanjian mudharabah.
  • Modal yang harus disediakan oleh shahib al-mal disyaratkan: Berbentuk uang, jelas jumlahnya, dan tunai. Jika modal itu berbentuk barang menurut ulama tidak diperbolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
  • Keuntungan bersih (net Profit) di bagi antara shahib Al-maal dan Mudharib berdasarkan profit and loos sharing principle (PLS).
  • Dalam hal Mudharabah diperjanjikan batas waktunya, maka tidak dibenarkan untuk membagi keuntungan sebelum dapat ditentukan besarnya kerugian, dan telah dihapusbukukannya kerugian itu, dan terhadap modal telah diberikan penggantian penuh (dikembalikan).
  • Apabila terjadi kerugian, maka shahib Al-maal kehilangan sebagianatau seluruh modalnya, sedangkan mudharib tidak menerima remunerasi (imbalan) apa pun untuk kerja dan usahanya (jerih payahnya).
  • Tanggung jawab shahib Al-maal terbatas hanya pada jumlah modal yang telah ditanamkannya.
  • Mudharib tidak di perkenankan membuat komitmen dengan pihak ketiga melebihi jumlah modal yang di investasikan oleh shahib Al-maal.
  • Mudharib juga boleh ikut menanamkan modal untuk membiyai proyek atau usaha yang memperoleh pembiayaan mudharabah.
  • Antara, shahib Al-maal dan mudharib dapat diperjanjikan bahwa hubungan perjanjian tersebut merupakan mudharabah mutlaqah (Mudharabah mutlak atau tidak terbatas) atau mudharabah muqayyadah (mudharabah terbatas)
  • Karena mudharib bertanggung jawab untuk menangani urusan-urusan mudharabah, maka mudharib memiliki kekuasaan untuk bertindak dalam batasan-batsan kekeluasaan tertentu.
  • Semua pengeluaran atau ongkos-ongkos yang berkaitan dengan bisnis mudharabah yang bersangkutan dapat dibebankan atas bebah rekening mudharabah yang bersangkutan.
  • Mudharib berhak untuk memperoleh remunerasi atau pembagian keuntungan yang besarnya telah di tentukan sebelumnya.
  • Mudharabah berakhir karena tercapainya tujuan dari usaha tersebut sebagaimana yang dimaksud dalam perjanjian mudharbah.
Dalam perbankan Islam, perjanjian Mudharabah telah diperluas menjadi meliputi 3 pihak: (1) para nasabah penyimpanan dana (depositors) sebagai shahib al-mal; (2) Bank sebagai suatu Intermediary; dan (3) Pengusaha sebagai Mudharib yang membutuhkan dana. Bank bertindak sebagai pengusaha dalam hal bank menerima dana dari nasabah menyimpan dana, dan sebagian shahib Al-mal dalam hal bank menyediakan dana bagi para nasabah debitor selak mudharib.

Manfaat Al-Mudharabah

  • Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
  • Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread
  • Pengembalian pokok pembiayaan di sesuaikan dengan cash flow/ aruskas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
  • Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan diberikan.
  • Prinsip bagi hasil dalam Al-Mudharabah/Al-Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan nasabah, sekalipun merugikan dan terjadi krisis ekonomi.

Risiko Al-Mudharabah

Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi. Diantaranya:
  • Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang di sebut dalam kontrak.
  • Lalai dan kesalahan yang disenghaja
  • Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.

Aplikasi Mudharabah Dalam Perbankan Syariah

Al-Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:
  • Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban dan sebagainya; Deposito biasa
  • Deposito special, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya Murabahah saja atau Ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, Mudharabah diterapkan untuk:
  • Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
  • Investasi khusus, disebut juga Mudharabah Muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah di tetapkan oleh shahibul maal.
Secara Umum, Aplikasi perbankan Al-mudharabah dapat digambarkan dalam skema berikut:
Skema Al-Mudharabah Perubahan dari perbankan berbasis bunga menjadi perbankan bebas bunga didalam perekonomian islam akan membawa kebaikan yang banyak bagi perekonomian. Dalam system yang sekarang ini sedang berlangsung orang-orang licik menghutang dengan bunga dari bank, lalu membangun kerajaan bisnis yang menyebabkan terjadinya konsentrasi kekayaan di tangan sedikit orang.
Dalam sistem Islam yang tidak didasarkan pada bunga melainkan Profit loss Sharing, maka modal diberikan sebagai penyertaan, tidak sebagai hutang, oleh karena itu mustahil jika seseorang ingin mendirikan kerajaan industri. Sistem ini akan menumbuhkan usaha-usaha kecil dan menengah, sebagaimana yang telah di buktikan oleh teori ekonomi, yang pada giliran berikutnya akan mendorong pembangunan ekonomi suatu bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
A.Karim Adiwarma, 2004, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Jayadi Abdullah, 2011, Beberapa Aspek Tentang Perbankan Syariah, Mitra Pustaka, Yokyakarta.
Nabil A. Saleh, 1986 Gharar and Islamic Banking, Cambrigde Universitas Press, Cambrigde
Sadi Muhammad, 2015, Konsep Hukum Perbankan Syarih, Setara Press, Malang Jatim
Syafi’i Antonio Muhammad,2001, Bank Syariah, GEMA INSANI, Jakarta
Burhanuddin, 2008, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yokyakarta

Add your comment for:

Pengertian, Rukun & Macam-Macam Mudharabah Serta Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah