-->

Asuransi Syariah





Asuransi syariah sebagai salah satu lembaga syariah, dapat diartikan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan pada syari’at Islam yang mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits. Persoalan lain yang perlu diketengahkan berkenaan dengan asuransi syariah ini adalah tentang mekanisme kerja asuransi syariah. Hal ini perlu dibicarakan karena esensi yang membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional terletak pada cara kerja yang dilakukan, mulai dari penyetoran premi, investasi dana, sampai pada pembayaran klaim kepada peserta asuransi yang tertimpa musibah atau bencana. Semua itu terangkum dalam konsep mekanisme kerja asuransi syariah.

Pengertian Asuransi Syariah

Asuransi syariah (tu’min, takaful atau tadhamun) dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu mealaui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat.

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang menurut Echols dan Shadilly memaknai dengan asuransi dan jaminan. Sedangkan menurut istilah Dalam Kitab Undang-Undang Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah timbal balik, dengan mana seorang penanggung mengikat diri kepada seorang penanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya, karena suatu peristiwa tak tertentu.

Menurut Muhammad Muslehuddin, asuransi adalah persiapan yang dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai sesuatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang menjadi anggota perkumpulan tersebut, maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama.

Dasar Hukum Asuransi Syariah

Secara lebih teknis operasional perusahaan asuransi/perusahaan reasuransi berdasarkan prinsip syariah mengacu kepada SK Dirjen Lembaga Keuangan No. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi dengan sistem syariah dan beberapa Keputusan Menteri Keuangan (KMK), yaitu :

  • KMK No. 422/KMK.06/2003 tentang penyelenggaraan Usaha perusahaan Asuransi; 
  • KMK No.426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.


Selain itu, perasuransian syariah di Indonesia juga diatur di dalam beberapa Fatwa DSN-MUI antara lain:

  • Fatwa DSN-MUI No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman Umum Asuransi Syariah. 
  • Fatwa DSN MUI No.51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad mudharabah, musyarakah pada Asuransi Syariah, 
  • Fatwa DSN-MUI No.52/DSN-MUI/III/2006 tentang akad wakalah bil ujrah pada Asuransi dan Reasuransi syariah, 
  • Fatwa DSN-MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad Tabarru’ Asuransi dan Reasuransi Syariah.


Rukun dan Syarat Asuransi Syariah

Menurut Mazhab Hanafi, rukun kafalah (asuransi) hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut para ulama lainnya, rukun dan syarat kafalah (asuransi) adalah sebagai berikut:


  1. Kafil (orang yang menjamin), dimana persyaratannya adalah sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
  2. Makful lah (orang yang berpiutang), syaratnya adalah bahwa yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin. Disyaratkan dikenal oleh penjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
  3. Makful ’anhu, adalah orang yang berutang.
  4. Makful bih (utang, baik barang maupun orang), disyaratkan agar dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.


Murtadha Muthahhari mengatakan bahwa asuransi merupakan suatu akad, yaitu suatu tindakan yang dalam kewenangan dua pihak (nasabah dan perusahaan asuransi). Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa terdapat persyaratan dan larangan bagi sahnya suatu akad. Akad yang tidak memenuhi salah satu dari persyaratan ini atau melanggar dari salah satu larangan ini adalah batal. Adapun akad yang memenuhi semua persyaratan dan tercegah dari semua larangan, maka akad itu adalah sah, meskipun akad itu merupakan akad yang baru.

Di antara sejumlah persyaratan itu misalnya:

  1. Baligh (dewasa).
  2. Berakal, sudah barang tentu setiap transaksi yang dilakukan oleh orang yang kehilangan akal adalah tidak sah, maka perasuransiannya pun batal.
  3. Ikhtiyar (kehendak bebas), tidak boleh ada paksaan dalam transaksi yang tidak disukai.
  4. Tidak sah transaksi atas suatu yang tidak diketahui. Syarat ini terdapat di dalam seluruh transaksi. Tidak sah jual beli apabila barang yang di jual tidak diketahui, dan tidak sah pembayaran harga atas sesuatu yang tidak diketahui. Karena transaksi tersebut seperti perjudian.
  5. Tidak sah transaksi yang mengandung unsur riba.


Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah

Prinsip-prinsip asuransi merupakan dasar pijakan setiap ada masalah yang timbul dalam kontrak asuransi. Pada asuransi syariah selain lima prinsip yang terdapat pada asuransi konvensional juga diperkaya dengan prinsip-prinsip tambahan, yaitu:


  • Prinsip ikhtiar dan berserah diri; Allah adalah pemilik mutlak atas segala sesuatu, karena itu menjadi kekuasaan-Nya pula untuk memberikan atau mengambil sesuatu yang Dia Kehendaki.
  • Prinsip saling membantu dan bekerja sama; asuransi syariah mengubah kontrak dimana seluruh peserta adalah pihak yang menanggung risiko bersama bukan perusahaan.
  • Prinsip saling melindungi dari berbagai macam kesusahan, kesulitan, dan tidak membiarkan uang menganggur atau tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum.
  • Akad yang digunakan adalah akad yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram dan maksiat sehingga pihak-pihak yang terikat akad saling bertanggung jawab.


Akad tersebut harus memenuhi ketentuan:
1) Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan,
2) Cara dan waktu pembayaran premi,
3) Jenis akad apakah akad tijarah atau tabarru’


  • Akad tabarru’ (hibah) digunakan dalam hubungan antara sesama pemegang polis dimana peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
  • Akad tijarah hubungan antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi (mudharabah/musyarakah, wakalah bil ujrah).
  • Investasi atas dana yang terkumpul dari klien yang dikelola oleh perusahaan asuransi syariah harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah.


Manfaat Asuransi

Perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan tentu saja mengharapakan keuntungan atas usaha yang dijalankannya. Keuntungan ini digunakan untuk membiayai seluruh aktivitasnya. Demikian dengan nasabah yang mengaharapkan polis asuransi akan menerima manfaat dengan jasa asuransi yang digunakannya. Keuntungan dari usaha asuransi untuk masing-masing pihak adalah sebagai berikut:

Manfaat Asuransi Syariah Bagi perusahaan asuransi
1) Keuntungan dari premi yang diberikan kenasabah.
2) Keuntungan dari hasil penyertaan modal di perusahaan lain.
3) Keuntungan dari hasil bunga dari investasi surat-surat berharga.

Manfaat Asuransi Syariah Bagi Nisbah
1) Memberikan rasa aman.
2) Merupakan simpanan yang pada saat jauh tempo dapat ditarik kembali.
3) Terhindar dari risiko kerugian atau kehilangan.
4) Memperoleh penghasilan di masa yang akan datang.
5) Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau kehilangan.

Jenis-Jenis Asuransi

Asuransi syariah terdiri dari dua jenis yaitu :
Asuransi Jiwa
Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) adalah bentuk asuransi syariah yang
memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful.

Asuransi jiwa merupakan suatu jenis usaha asuransi yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang berkaitan dengan jiwa atau meninggal seseorang yang dipertanggungkan. Perbedaan pokok antara berbagai jenis polis asuransi terletak pada jangka waktu, keuntungan dan fleksibilitasnya.

Asuransi Umum
Takaful Umum (asuransi Kerugian) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan finansial dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful.
Usaha asuransi kerugian merupakan usaha yang memberikan manfaat jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul akibat terjadinya peristiwa yang tidak pasti. Asuransi kerugian pada umumnya di dunia perbankan menggunakan beberapa jenis asuransi jaminan kredit, dan yang sering dipakai antara lain:
1) Asuransi kebakaran,
2) Asuransi pengangkutan,
3) Asuransi Kendaraan bermotor,
4) Asuransi kebongkaran

Cara Mengelola Risiko Menggunakan Asuransi

Adapun proses yang dilalui seputar mekanisme kerja asuransi syariah dapat diuraikan:
Underwriting adalah proses penafsiran jangka hidup seseorang calon peserta yang dikaitkan dengan berbagai risiko untuk menentukan premi. Pada asuransi syariah underwriter berperan:


  1. Mempertimbangkan risiko yang diajukan. Proses seleksi yang dilakukan oleh underwriter dipengaruhi oleh faktor usia, kondisi fisik, atau kesehatan, jenis pekerjaan, moral dan kebiasaan, besarnya nilai pertanggungan, dan jenis kelamin.
  2. Memutuskan menerima atau tidak risiko-risiko tersebut.
  3. Menentukan syarat, ketentuan dan lingkup ganti rugi termasuk memastikan peserta membayar premi sesuai dengan tingkat risiko, menetapkan besarnya jumlah pertanggungan, lamanya waktu asuransi dan plan yang sesuai dengan tingkat risiko peserta.
  4. Mengenakan biaya upah (ujrah/fee) pada dana konstribusi peserta.
  5. Mengamankan profit margin dan menjaga agar perusahaan asuransi tidak rugi.
  6. Menjaga kestabilan dana yang terhimpun agar perusahaan dapat berkembang.
  7. Menghindari antiseleksi.
  8. Underwriter juga harus memerhatikan pasar kompetitif yang ada dalam penentuan tarif, penyebaran risiko dan volume, dan hasil survei.
  9. Melakukan reasuransi setelah mengkaji limit retensi (jumlah risiko yang dapat ditahan oleh perusahaan asuransi.


Dengan demikian, underwriter perusahaan asuransi memiliki sasaran untuk menyetujui dan menerbitkan polis asuransi yang adil bagi nasabah, dapat diterima oleh calon peserta dimana polis asuransi menyediakan benefit yang memenuhi kebutuhannya, premi yang ditetapkan dalam polis harus berada dalam batas kemampuan keuangannya, dan premi yang dibebankan harus bersaing di pasar.

Di samping itu bagi perusahaan, underwriter harus mampu membuat keputusan yang memberikan keuntungan kepada perusahaan yang berlaku bagi semua jenis usaha.

Polis asuransi adalah surat perjanjian antara pihak yang menjadi peserta asuransi dengan perusahaan asuransi. Dalam asuransi Islam, untuk menghindari unsur-unsur yang diharamkan diatas kontrak asuransi, maka diberikan beberapa pilihan alternatif dalam polis asuransi tersebut.

Premi (Kontribusi) secara umum bermanfaat untuk menentukan besar tabungan peserta asuransi, mendapatkan santunan kebijakan atau dana klaim terhadap suatu kejadian yang mengakibatkan terjadinya klaim, menambah innestasi pada masa yang berikutnya. Premi dalam asuransi syariah umumnya dibagi beberapa bagian, yaitu:
  1. Premi tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan dana tabungan pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan dimana pemiliknya akan mendapatkan hak sesuai dengan kesepakatan dari pendapatan investasi bersih.
  2. Premi tabarru’ yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang polis dan digunakan untuk tolong-menolong dalam menanggulangi musibah kematian yang akan disantunkan kepada ahli waris bila peserta meninggal dunia sebelum masa asuransi berakhir.
  3. Premi biaya adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka pengelolaan dana asuransi, termasuk biaya awal, biaya lanjutan, biaya tahun berjalan, dan biaya yang dikeluarkan pada saat polis berakhir.
  4. Penetapan premi tidak ditentukan oleh pemerintah, karena diserahkan pada mekanisme pasar yang berlaku.

Pengelolaan Dana Asuransi, dapat dilakukan dengan akad mudharabah, musyarakah, atau wakalah bil ujrah. Pada akad mudharabah keuntungan diperoleh dari investasi (sistem bagi hasil).

Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal. Pada akad mudharabah, musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana para peserta.

Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Ketentuan klaim dalam asuransi syariah adalah:


  1. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
  2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
  3. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
  4. Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.

Penutupan Asuransi adalah berakhirnya perjanjian asuransi. Penyebab berakhirnya asuransi bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu:

  • Perjanjian berakhir secara wajar karena masa berlakunya sudah berakhir sebagaimana perjjanjian semula.
  • Perjanjian berakhir secara tidak wajar karena dibatalkan oleh salah satu pihak walau masa berlaku perjanjian belum berakhir.


Manfaat dan Risiko Asuransi

Manfaat Asuransi

  1. Rasa aman dan perlindungan. Peserta asuransi berhak memperoleh klaim (hak peserta asuransi) yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Klaim tersebut akan menghindarkan peserta asuransi dari kerugian yang mungkin timbul.
  2. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil. Semakin besar kemungkinan terjadinya suatu kerugian dan semakin besar kerugian yang mungkin ditimbulkannya makin beasar pula premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel mortadita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba kedalamnya.
  3. Berfungsi sebagai tabungan. Kepemilikan dana pada asuransi syariah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya secara syariah. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa reversing period, maka dana yang dimasukkan dapat diambil kembali, kecuali sebagian dana kecil yang telah diniatkan untuk Tabarru’.
  4. Alat penyebaran risiko. Dalam asuransi syariah risiko dibagi bersama para peserta sebagai bentuk saling tolong-menolong dan membantu diantara mereka.
  5. Membantu meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi akan melakukan investasi sesuai dengan syariah atau suatu bidang usaha tertentu.
  6.  Risiko Asuransi

Risiko dalam industri perasuransian diartikan sebagai ketidakpastian dalam kerugian financial atau kemungkinan terjadi kerugian. Risiko selalu melibatkan dua istilah, yaitu ketidakpastian dan peluang kerugian financial. Jenis-jenis risiko yang umum dikenal dalam perasuransian, antara lain:

1) Risiko Murni
Risiko murni berarti bahwa ada ketidakpastian terjadinya suatu kerugian atau dengan kata lain hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan. Risiko murni adalah suatu risiko yang bila terjadi akan memberikan dan apabila tidak terjadi, tidak menimbulkan kerugian akan tetapi juga tidak memberikan keuntungan. Contoh, seorang petani yang menanam padi mungkin akan gagal panen. Apalagi lahan yang ditanami padi oleh petani diasuransikan dan kemudian gagal panen, maka bagi pemilik akan mengalami kerugian. Namun bila hal tersebut tidak terjadi sipetani tidak rugi dan tidak pula mendapatkan keuntungan. Dalam operasinya perusahaan asuransi selalu berhadapan dengan risiko murni.

2) Risiko Investasi
Risiko investasi adalah risiko yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu peluang mengalami kerugian financial atau memperoleh keuntungan. Perbedaan risiko murni dan risiko investasi adalah dalam risiko murni kerugian terjadi atau tidak terjadi sama sekali. Sedangkan dalam risiko investasi kemungkinan terjadi kerugian dan keuntungan. Misalnya dalam melakukan investasi saham di bursa efek dan sebagainya. Fluktuasi harga saham akan dapat menyebabkan terjadinya kerugian atau keuntungan.

3) Risiko Individu
Risiko individu dapat dibagi menjadi menjadi 3 macam risiko, yaitu:

Risiko pribadi (personal risk)Risiko pribadi adalah risiko yang mempengaruhi kapasitas atau kemampuan seseorang memperoleh keuntungan. Contoh risiko seseorang yang mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kapasitas seseorang mendapatkan keuntungan yang mungkin dapat disebabkan oleh mati muda, uzur, cacat fisik dan kehilangan pekerjaan.

Risiko harta (property risk)Risiko harta adalah risiko terjadinya kerugian keuangan apabila kita memiliki suatu benda atau harta yaitu adanya peluang harta tesebut untuk hilang, dicuri atau rusak. Hilangnya suatu harta benda berarti suatu kerugian financial, kehilangan suatu harta dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
  1. Kerugian langsung, yaitu apabila harta seseorang hilang atau rusak, maka akan terjadi suatu kerugian financial karena kehilangan nilai harta tersebut dan uang yang diinvestasikan di dalamnya berikut segala biaya yang digunakan.
  2. Kerugian tidak langsung, yaitu apabila terjadinya kerugian asal, misalnya kehilangan mobil, maka kerugian tidak langsungnya pengeluaran uang atau biaya tambahan akibat biaya transport yang lebih mahal.


Risiko tanggung gugat (liability risk)Risiko tanggung gugat adalah risiko yang mungkin dialami sebagai tanggung jawab akibat merugikan pihak lain. Jika seseorang menanggung kerugian orang lain, maka dia harus membayarnya, sehingga hal ini merupakan kerugian financial.

Risiko yang dapat diasuransikan (Insurable risk)Pihak yang dapat memgansuransikan suatu benda adalah pihak yang memiliki insurable interest. Lalu persoalan lanjutan adalah risiko apa saja yang dapat diasumsikan. Insurable risk merupakan semua risiko yang dapat diasuransikan. Ada beberapa karakteristik risiko yang dapat diasuransikan yang biasanya disingkat dengan LURCH, yaitu:

1) Lost-Unexpected (kerugian-tidak terduga)
Risiko yang dapat diasuransikan harus berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian (loss). Kerugian tersebut ada yang dapat diukur dan dipastikan waktu dan tempatnya dan ada yang tidak. Oleh karena itu, terjadinya kerugian haruslah merupakan kecelakaan atau karena diluar control atau kemampuan sesorang dan bukan hal yang dapat direncanakan. Contoh sifat insurable risk akibat terjadi kerugian yang tidak diperkirakan adalah:
- Mengansuransikan kerugian dari kemungkinan terbakarnya rumah tempat tinggal.
- Mengansuransikan tanaman/ panen dari serangan hama/ bencana alam.

2) Reosanable (beralasan)
Risiko yang diasuransikan adalah benda yang memiliki nilai. Mengansuransikan pulpen yang hanya senilai Rp 1000,- sudah jelas tidak dapat dapat dipenuhi karena pengurusan, biaya polis yang disebabkan oleh kemungkinan seringnya pulpen tersebut hilang akan mengakibatkan pembayaran klaim dan biaya polis yang lebih mahal daripada nilai barang yang diasuransikan. Apabila mengansuransikan lahan sawah maka dapat diukur nilai yang dapat dihasilkan oleh lahan sawah tersebut ketika panen dan juga kerugian serta risiko yang harus ditanggung.

3) Catastrophic (kemungkinan bencana besar)
Risiko yang harus diasuransikan haruslah tidak akan menimbulkan suatu kemungkinan rugi yang sangat besar, yaitu jika sebagian besar pertanggungan kemungkinan akan mengalami kerugian pada waktu yang bersamaan yang disebabkan oleh suatu bencana. Contohnya adalah menerima pertanggungan ketika semua lahan sawah yang diasuransikan mengalami kegagalan panen akibat peristiwa alam seperti kekeringan dan kebanjiran,

4) Homogeneus (sama/ serupa)
Barang yang diasuransikan haruslah homogen dalam arti ada banyak barang yang serupa atau sejenis. Oleh karena itu, jika ingin mengetahui besarnya kemungkinan kerugian suatu benda, maka harus ada jenis yang serupa sebagai bahan perbandingan untuk memperkirakan kemungkinan yang terjadi tersebut. Jadi sekiranya objek yang diasuransikan merupakamn sesuatu yang tidak umum, maka tidak menjadi insurable risk. Disamping itu, objek yamg diasuransikan harus dapat dinilai dengan uang. Asuransi pertanian merupakan asuransi yang homogeneus karena yang diasuransikan sama yaitu tanaman padi dan dapat dinilai dengan uang.


DAFTAR PUSTAKA

Ali Hasan, 2004, Asuransi Dalam Perspektif Islam, (Kencana : Jakarta).
Andri Soemitra, M.A., 2010, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group).
Frianto Pandia, dkk, 2004, Lembaga Keuangan, (Jakarta: Rieneka Cipta)
Gemala Dewi, 2004, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di Indonesia, (Jakarta: Kencana).
Hendi Suhendi dan Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik.
Muhammad Muslehuddin, 1997, Asuransi Dalam Islam, ( Jakarta : Numi Aksara).

Asuransi Syariah