-->

JUAL BELI DALAM ISLAM [FIQIH MUAMALAH]

JUAL BELI DALAM ISLAM

Jual Beli dalam Islam-Jual beli (al-bai’) secara etimologi atau bahasa adalah pertukaran barang dengan barang (barter). Jual beli merupakan istilah yang dapat digunakan untuk menyebut dari dua sisi transaksi yang terjadi sekaligus, yaitu menjual dan membeli.

JUAL BELI DALAM ISLAM [FIQIH MUAMALAH]- jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. [Sumber Gambar : NU online]

JUAL BELI DALAM ISLAM [FIQIH MUAMALAH]


1. Pengertian jual beli


Pengertia jual beli menurut istilah (terminologi)-yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut; menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan; pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan aturan syara; dan penukaran benda dengan enda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.

Pengertian jual beli secara terminologi- ada beberapa ulama yang mendefinisikan jual beli. Salah satunya adalah : 

Imam Hanafi, beliau menyatakan bahwa jual beli adalah tukar menukar harta atau barang dengan cara tertentu atau tukar menukar sesuatu yang disenangi dengan barang yang setara nilai dan manfaat nilainya setara dan membawa manfaat lagi masing-masing pihak. Tukar menukar tersebut dilakukan dengan ijab kabul atau saring memberi. Adanya klausal membawa manfaat untuk mengecualikan tukar menukar yang tidak membawa manfaat bagi para pihak, seperti tukar menukar dirham dengan dirham, atau tukar menukar barang yang tidak disenangi atau tidak dibutuhkan seperti bangkai, debu dan seterusnya. 

Imam Nawawi, jual beli adalah tukar menukar barang atau sejenisnya. Al-syarbini dalam kitab mugni al-Mukhtaj mendefinisikannya:
“Pertukaran harta dengan harta dengan cara tertentu”
Berdasarkan definisi di atas, maka pada intinya jual beli adalah tukar menukar barang. Hal ini telah dipraktikan oleh masyarakat primitif ketika uang belum digunakan sebagai alat tukar-menukar barang, yaitu dengan sistem barter yang dalam terminologi fiqih disebut dengan ba’i al-muqayyadah. Meskipun jual beli dengan sistem barter telah ditinggalkan dan diganti dengan sistem mata uang.

2. Dasar Hukum


Jual beli sebagai bagian dari mu’amalah mempunyai dasar hukum yang jelas, baik dari Al-qur’an, Al-Sunnah dan telah menjadi ijma’ ulama dan kaum muslimin. Bahkan jual beli bukan hanya sekedar mu’amalah, akan tetapi menjadi salah satu media untuk melakukan kegiatan tolong menolong sesama manusia.

Dasar hukum Al-qur’an
  • Firman Allah dalam surah Al-baqarah ayat 275; “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
  • Firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 282 “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”
  • Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 198  “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.”
  • Firman Allah dalam surah An-Nisa ayar 29 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”


Dasar dalam Al-Sunnah

Dasar hukum yang berasal dari Al-Sunnah antara lain adalah sebagai berikut:
  • Hadis Rasulullah saw. Yang diriwayatkan Rifa’ah bin Rafi’ al-Bazar dan Hakim;

Artinya:
“Rasulullah saw. Bersabda ketika ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan yang paling baik;Rasulullah ketika itu menjawab :pekerjaan yang dilakukan dengan tangan seseorang sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (jual beli yang jujur tanpa diiringi kecurangan )”
  • Rasullah Saw. Bersabda:

Artinya:
“Rasulullah Saw. Bersabda: Sesungguhnya jual beli itu harus atas dasar saling merelakan.”
  • Hadis Rasulullah saw. Yang diriwayatkan sufyan dari Abu Hamzah dari Hasan dari Abi S’aid:

Artinya:
“Dari Sufyan dari Abu Hamzah dari Hasan dari Abi S’aid dari Nabi saw. Bersabda: pedagang yang jujur dan terpercaya itu sejajar (tempatnya di surga) dengan para Nabi, shiddiqin dan syuhada.”
Sementara legitimasi dari ijma’ adalah ijma’ ulama dari berbagai kalangan mazhab telah bersepakat akan disyariatkannya dan dihalalkannya jual beli. Jual beli sebagai mu’amalah melalui sistem barter telah ada sejak zaman dahulu. Islam datang memberi legitimasi dan memberi batasan dan aturan agar dalam pelaksanaanya tidak terjadi kezaliman atau tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli


Rukun Jual Beli
Dalam sebuah jual beli harus ada beberapa hal agar akadnya dianggap sah dan mengikat. Beberapa hal tersebut dalam permasalahn sekarang disebut sebagai rukun. Ulama Hanafiyah menegaskan bahwa dalam jual beli hanya ada satu rukun, yaitu ijab. Menurunt mereka hal yang paling prinsip dalam jual beli adalah kerelaan dalam memberikan barang. Maka apabila telah terjadi ijab, disitu jula beli telah dianggap berlangsung. Dan menurut ulama ini jika telah ada ijab tentunya akan ditemukan hal-hal yang berkaitan dengan ijab.

Lain halnya dengan Jumhur Ulama, Jumhur Ulama menetapkan empat rukun jual beli, yaitu: para pihak yang melakukan transaksi, sigat, barang yang diperjualbelikan, dan nilai tukar pengganti barang.

Syarat Jual Beli
Sementara syarat jual beli ada empat macam, yaitu syarat terpenuhinya akad (syurut al-in’iqad), syarat pelaksanaan jual beli (syurut al-nafadz), syarat sah (syurut al-sihhah), dan syarat mengikat (syurut al-luzum). Adanya sayarat-syarat yang dimaksudkan disini adalah unutk membawa kebaikan bagi kedua belah pihak dan agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Syarat terbentuknya akad (syurut al-in’iqad)
  • Penjual dan pembeli (pihak yang melakukan akad)

Pihak yang melakukan transaksi harus berakal (mumayyis) atau balig. Dan yang terpentig adalah pihak yang melakukan transaksi lebih dari satu pihak dan dengan kehendak diri sendiri (bukan dipaksa). karena jual beli yang dilakukan dengan paksaan atau tidak dengan kehedak sipembeli atau sipenjual, maka kegiatan jual beli tersebut dianggap tidak sah. Karena dasar hukum jual beli adalah atas dasar rela sama rela seperti yang dijelaskan dalam hadis Rasulullah Saw.
  • Lokasi atau tempat terjadinya akad

Kedua belah pihak yang melakukan jual beli berada pada satu tempat (Mejelis).
  • Objek transaksi (uang dan barang)

Suci ( bukan benda najis, bangkai, babi, dan darah), adanya kemanfaat atas barang yang diperjual belikan, barang yang diperjual belikan dapat diserahkan, barang yang diperjual belikan adalah milik si penjual (pribadi), barang yang diperjual belikan diketaui oleh si penjual dan si pembeli.
  • Akad (ijab dan kabul)

Ijab kabul adalah perkataan penjual, umpanya, “saya jual barang ini dengan harga sekian” . kabul adalah ucapan si pembeli, “saya terima (saya beli) dengan harga sekian” keterangannya yaitu ayat yang mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka. Perasaan suka sama suka adalah sesuatu yang bersifat abstrak, oleh sebab itu harus ada harus diucapkan secara lisan sebagai indikator suka sama suka itu. ijab kabul harus dilakukan oleh orang yang cakap hukum; kesesuaian antara kabul dan ijab, baik dari sisi kualitas ataupun kuantitas; dan ijab kabul harus dilakukan dalam satu majelis (tempat).

Syarat berlakunya akibat hukum jual beli (syurut al-nafadz)

  • Kepemilikan atau otoritasnya

Masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi harus cakap hukum dan merupakan pemilik penuh atasa barang-barang yang akan diperjualbelikan atau merupakan perwalian dari sipemilik barang yang juga orang yang cakap dalam hukum.

Syarat keabsahan jual beli (syurut al-sihhah)

Syarat keabsahan jual beli dibagi menjadi dua, yaitu: syarat keabsahan jual beli umum dan syarat keansahan jula beli khusus.
Syarat keabsahan jual beli umum dibagi menjadi 4
  • barang dan harganya yang akan diperjualbelikan diketaui; (barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupan untuk mengadakan barang itu)
  • jual beli harus mutlak berpindah kepemilikan tidak boleh semntara;
  • transaksi yang dilakukan harus membawa manfaat atas kedua belah pihak yang melakukan transaksi;
  • tidak ada syarat yang merusak transaksi, seperti syarat yang hanya menguntungkan salah satu pihak.

Syarat keabsahan jual beli khusus dibagi menjadi 5

  • Barang yang dijadikan objek transaksi sekiranya barang tersebut dapat diserahkan;
  • Diketahui harga awal pada jual beli murabaha, tauliya, dan wadi’ah.
  • Barang dan harga penggantinya sama nilainya
  • Terpenuhinya syarat salam, seperti penyerahan uag sebagai modal dalam jual beli salam.
  • Salah satu dari barang yang ditukar bukan utang piutang.

Adapun syarat tambahan dibagi menjadi 4 yaitu ; pernyataan kehendak harus dilakukan secara bebas, penyerahan transaksi jual beli tidak menimbulkan bahaya, bebas gharar, dan bebas riba.

Syarat mengikat dalam jual beli (syurut al-luzum)

Syarat-syarat dan rukun yang telah dijelaskan di atas, belum tentu membuat akad tersebut dapat mengikat pihak-pihak yang telah melakukan kad. Adapun syarat yang dapat mengikat pihak-pihak yang melakukan adak adalah;
  • terbebas dari sifat atau syarat yang pada dasarnya tidak mengikat pihak-pihak transaksi.
  • terbebas dari khiyar.

Apapun bentuk jual beli yang dilakukan, baik media atapun cara transaki maka harus memenuhi rukun dan syarat-syarat sebagai mana telah dijelaskan diatas.

syarat-syarat nilai tukar ( harga Barang )

termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (unutk zaman sekarang adalh uang). Terkait dengan masalah nilai tukar ini para ulama fiqih membedakan al-tsaman dengan al-si’r. Menurut mereka al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara aktual, sedangkan al-si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual kekonsumen. Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harga antar pedagang dan konsumen ( harag jual di pasar).

Para ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat al-tsaman sebaga berikut.
  • harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya
  • boleh diserahkan pada saat waktu akad, sekalipun secara hukum seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu di bayar kemudian (berutang) maka pembayaran harus jelas.
  • Apabila jual beli itu dilakuakn dengan saling mempertukarkan barang maka barang yang di jadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh syara’.


Permasalahan / Kasus

Jual Beli Di Dunia Maya
Transaksi jual beli di dunia maya atau e-commerce merupakan salah satu produk dari internet yang merupakan sebuah jaringan komputer yang saling terhubung antara satu dengan yang lain melalui media komunikasi.

e-commerce merupakan salah satu implementasi dari bisnis online. E-commerce atau sering disebut dengan sebutan jual beli online merupakan salah satu aktivitas pembelian, penjualan, pemasaran dan pelayanan atas produk dan jasa yang ditawarkan oleh individu atau perusahaan melalui media sosial seperti facebook, twitter, dan aplikasi sosial media lainnya. Menurut Arsyad Sanusi dalam transaksi online setidaknya ada tiga tipe, yaitu;

  1. kontrak melalui chating atau video conference
  2. kontrak melalui e-mail
  3. kontrak melalui situs atau web


Dalam transaksi dunia maya , antara para pihak yang melakukan transaksi tidak bertemu langsung, akan tetapi dapat berkomunikasi langsung, baik secara audio ataupun visual. Selai itu akad antara keduanya bisa melalui tulisan seperti inbox via facebook, whatsApp, dan lainnya aplikasi lainnya yang disedia di dunia maya.

Akad dalam transaksi elektronik di dunia maya berbeda dengan akad secara langsung. Transaksi elektronik biasanya menggunakan akad secara tertulis. Jual beli dapat menggunakan transaksi secara lisan dan tulisan, keduanya memiliki kekuatan hukum yang sama. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqihiyah.

“Tulisan (mempunyai kekuatan hukum) sebagai mana ucapan”
Kalangan Malikiyah, Hanbaliyah, dan sebagain syafi’iyah berpendapat bahwa tulisan sama halnya dengan lisan, sebagai indikasi kesuka-relaan anata dua belah pihak yang melakukan transaksi.

Jual beli melalui media elektronik adalah transaksi jual beli yang dilakukan via teknologi modern sebagaimana disebutkan keabsahanya tergantung pada terpenuhi atau tidaknya rukun dan syarat yang berlaku dalam jual beli. Apabila semua rukun dan syaratnya terpenuhi maka transaksi semacam ini sah namun apabila tidak terpenuhi rukun maupun syaratnya maka transaksi semacam ini dianggap tidak sah.

SIMPULAN
Jadi jual beli adalah kegiatan tukar menukar barang dengan barang atau barang dengan uang. Yang mana kegaiatan pertukaran tersebut akan sah apabila kita memperhatikan syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan. Rukun dan syarat yang berfungsi sebagai pencegah terjadinya atau timbulnya pihak yang dirugikan. Oleh sebab itu agar terjadi transaksi perdagangan yang sehat maka kta sebagi umat muslim harus lebih memperhatikan rukun dan syarat dalam setiap kegiatan transaski yang kita lakukan. Telah memenuhi ataukah tidak.

JUAL BELI DALAM ISLAM [FIQIH MUAMALAH]