-->

Pembahasan Harta Dalam Fiqih Muamalah


Pembahasan Harta Dalam Fiqih Muamalah- Harta atau mal jamaknya amwal, secara etimologi harta mempunyai beberapa arti yaitu condong dan cenderung untuk memiliki harta. Ada juga mengartikan al-mal dengan sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka menjaganya, baik dalam bentuk materi maupun manfaat. 

FIQIH HARTA [PEMBAHASAN FIQIH MUAMALAH TENTANG HARTA]- Harta diartikan sebagai  sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau menyimpannya. Sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak bisa disebut harta.
[sumber : google.com] 


Pembahasan Harta Dalam Fiqih Muamalah


1. Pengertian Harta Dalam Fiqih Muamalah

Pengertian Harta secara umum, ada juga yang mengartikan harta dengan sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuhan, maupun yang tidak tampak, yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal. Oleh karena itu, menurut etimologis, sesuatu yang tidak dikuasaai manusia tidak bisa dinamakan harta, seperti burung diudara, ikan didalam air, pohon dihutan, dan barang tambang yang ada dibumi.

Adapun pengertian harta secara terminologis, Harta diartikan sebagai  sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau menyimpannya. Sesuatu yang tidak dapat disimpan tidak bisa disebut harta. Karena itu, Menurut Hanafiah manfaat dan milik tidak disebut harta. Ia membedakan antara harta dan milik. Atau harta adalah sesuatu zat (‘ain), yang berharga bersifat materi yang berputar diantara manusia. 

Menurut komplikasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 1 ayat (9) amwal (harta), Pengertian Harta adalah benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan, dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik benda terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan hak yang mempunyai nilai ekonomis.

2. Cara Memperoleh Harta Dalam Fiqih Muamalah


Sebagaimana telah dijelaskan pada uraian yang lalu bahwa harta merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam menjalani kehidupan didunia ini. Oleh karena itu, Allah swt. Memerintahkan manusia supaya berusaha mencari harta dan memilikinya. Usaha mencari harta dan memilikinya itu harus dengan cara yang halal.

Dalam mencari dan memperoleh harta, Amir Syarifuddin menegaskan secara perinci sebagai berikut:
Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang berlaku,yaitu halal dan baik. Hal ini berarti Islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin. Karena bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang diperoleh seseorang adalah Allah swt.sendiri. Disamping itu, dalam pandangan Islam harta itu bukanlah tujuan, tetapi, merupakan alat untuk menyempurnakan kehidupan dan untuk mencapai keridhaan Allah.

Adapun bentuk usaha Dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh manusia bagi menunjang kehidupannya, secara garis besarnya ada dua bentuk:

Memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapapun. Bentuk yang jelas dari mendapatkan harta baru sebelum menjadi milik oleh siapapun adalah menghidupkan(menggarap) tanah mati yang belum dimiliki yang disebut ihya al-mawat.

Ihya al-mawat dalam bentuk asalnya ialah membuka tanah yang belum menjadi milik siapapun, atau telah pernah dimiliki namun telah ditinggalkan sampai terlantar dan tak terurus. Siapa yang memperoleh tanah dalam bentuk demikian dia berhak memilikinya.

Memperoleh harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui transaksi. Bentuk ini dipisahkan dari dua cara: Pertama, peralihan harta berlangsung dengan sendirinya atau yang disebut ijbary yang siapapun tidak dapat merencanakan atau menolaknya seperti melalui warisan. Kedua, peralihan harta berlangsung tidak dengan sendirinya, dalam arti atas kehendak dan keinginan sendiri yang disebut ikhtiyari, baik melalui kehendak sepihak seperti hibah atau pemberian maupun melalui kehendak dan perjanjian timbale balik antara dua atau beberapa pihak seperti jual beli. Kedua cara memperoleh harta ini harus selalu dilakukan dengan prinsip halal dan baik agar pemilikan kekayaan diridai Allah swt.

3. Fungsi Harta Dalam Fiqih Muamalah

Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut. Fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam hal yang baik, maupun kegunaan dalam hal yang jelek. Diantara sekian banyak fungsi harta antara lain sebagai berikut.

Harta berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (madhah), sebab untuk ibadah diperlukan alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shaadaqah, hibbah, dan yang lainnya.

Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebab kefakiran cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.

Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan didunia dan akhirat.

Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa modal akan terasa sulit, misalnya, seseorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi, bila ia tidak memiliki biaya.

Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin yang saling membutuhkan sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.

Untuk menumbuhkan silaturrahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan, misalnya Ciamis merupakan daerah penghasil galendo, Bandung merupakan daerah penghasil kain, maka orang Bandung yang membutuhkan galendo akan membeli produk orang Ciamis tersebut, dan orang Ciamis yang memerlukan kain akan membeli produk orang Bandung. Dengan begitu, terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi kebutuhan.


4. Kedudukan Harta Dalam Fiqih Muamalah

Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan didunia ini, sehingga oleh ulama ushul fiqih persoalan harta dimasukkan ke dalam salah satu al-dharuriyyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Selain merupakan salah satu keperluan hidup yang pokok bagi manusia, harta juga merupakan perhiasan kehidupan dunia, sebagai cobaan (fitnah), sarana untuk memenuhi kesenangan, dan sarana untuk menghimpun bekal bagi kehidupan di akhirat.

Dijelaskan dalam Alquran bahwa harta merupakan perhiasan hidup, firman Allah menyatakan.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. (Al-Kahfi:46). Disamping sebagai perhiasan, harta juga berkedudukan sebagai amanat (fitnah), sebagaimana Allah menyatakan:
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan disisi Allah-lah pahala yang besar. (Surah At-Taghaabun:15).

Harta sebagai sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Surah Ali-Imron:14).
Harta sebagai sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat, Allah berfirman:
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu dijalan Allah. Yang demikian itu, adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(Surah At- Taubah:41).
Selain sebagai bekal menuju kehidupan akhirat, harta juga berkedudukan sebagai musuh, sebagaimana yang dinyatakan dalam surah Al-Taghabun:14.
Hai orang-orang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka hati-hatilah kamu terhadap mereka. (Al-Taghabun:14).

5. Macam-Macam Harta Dalam Fiqih Muamalah

Menurut Fuqaha, harta dapat ditinjau dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai berikut.

Mal Mutaqawwim dan ghair mutaqawwim
  • Harta Mutaqawwim

Sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara. Harta yang termasuk mutaqawwim ini ialah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaannya. Misalnya, kerbau halal dimakan oleh umat Islam, tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut syara’, misalnya dipukul, maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut syara’.

  • Harta Ghair Mutaqawwim ialah:

Sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara’. Harta yang ghair mutaqawwim, yakni tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. Misalnya babi termasuk harta ghair mutaqawwim, karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena cara memperolehnya yang haram. Uang disumbangkan untuk membangun cara pelacuran, termasuk harta ghair mutaqawwim karena penggunaannya itu.

Harta mitsli dan harta qimi
  • Harta mitsli

Harta yang memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan pada bagian-bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi.
Harta mitsli terbagi atas empat bagian, yaitu harta yang ditakar seperti gandum, harta yang ditimbang seperti kapas dan besi, harta yang dihitung seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter seperti bahan pakaian, dan papan.
  • Harta Qimi

Harta yang tidak mempunyai persamaan dipasar atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan pohon.
Dengan kata lain, harta mitsli ialah harta yang jenisnya dapat diperoleh dipasar (secara persis), dan qimi ialah harta yang jenisnya sulit didapatkan dipasar, bisa diperoleh tapi jenisnya berbeda, kecuali dalam nilai harganya. Jadi, harta yang ada persamaannya disebut mitsli dan harta yang tidak ada persamaannya disebut qimi. Misalnya seseorang membeli senjata api dari Rusia akan kesulitan mencari persamaannya di Indonesia, bahkan mungkin tidak ada. Maka senjata api Rusia di Indonesia termasuk harta qimi, tetapi harta tersebut di Rusia termasuk harta mitsli karena barang tersebut tidak sulit untuk diperoleh. Harta yang disebut mitsli dan qimi bersifat amt relative dan kondisional, artinya dapat saja disatu tempat atau negara yang satu menyebutnya qimi dan ditempat yang lain menyebutnya sebagai jenis harta mitsli.

Harta Istihlak dan harta isti’mal
  • Harta Istihlak

Sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta istihlak terbagi dua: ada yang istihlak haqiqi dan huquqi. Harta istihlak haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan, misalnya korek api bila dibakar maka habislah harta yang berupa kayu itu. Harta Istihlak huquqi ialah harta yang telah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya masih tetap ada, misalnya uang yang digunakan untuk membayar utang dipandang habis menurut hukum walaupun uang tersebut masih utuh, tanpa pindah kepemilikannya.

  • Harta Isti’mal

Sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis sekali digunakan lama menurut apa adanya, seperti kebun, tempat tidur, pakaian, dan sepatu.
Perbedaan dua jenis harta ini adalah bahwa harta istihlak habis satu kali digunakan, sedangkan harta isti’mal tidak habis dalam satu pemanfaatan.

Harta Manqul dan harta Ghairu manqul
  • Harta manqul

Segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ketempat lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian, kendaraan, dan lain sebagainya, termasuk harta yang bisa dipindahkan (manqul).
  • Harta ghair manqul ialah

Sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ketempat yang lain. Seperti kebun, rumah, pabrik, dan sawah.
Dalam hukum perdata positif, harta manqul dang hair manqul disebut dengan istilah benda bergerak dan benda tetap.

Harta ‘Ain dan Dayn
  • Harta ‘ain ialah harta yang berbentuk benda yang kelihatan, seperti rumah, pakaian, beras, jambu, dan kendaraan (mobil). Harta ini terbagi dua:

1. Harta ‘ain dzati qimah, yaitu harta yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai. Harta ‘ain dzati qimah meliputi:

- Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya.
- Benda yang dianggap harta yang tidak boleh diambil manfaatnya
- Benda yang dianggap harta yang ada ada sebangsanya.
- Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari seumpamanya.
- Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan (bergerak)

2. Harta ‘ain ghair dzati qimah yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta karena tidak memiliki harga, misalnya sebiji beras.
  • Harta dayn ialah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab seseorang.

Ulama Hanafiah berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn karena harta menurut mereka ialah sesuatu yang berwujud, maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah dianggap sebagai harta, misalnya utang tidak dipandang sebagai harta tetapi sifat pada tanggung jawab (wash fi al-dzimmah).

Mal al-‘ain dan mal al-naf’I (manfaat)
  • Harta ‘aini ialah benda yang memiliki nilai dan berbentuk (berwujud), misalnya rumah, ternak, dan lainnya.
  • Harta nafi’ ialah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf’I tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan.

Syafi’iyah dan hanabilah berpendapat bahwa harta ‘ain dan harta naf’I ada perbedaan, dan manfaat dianggap sebagai harta mutaqawwim (harta yang dapat diambil manfaatnya) karena manfaat adalah sesuatu yang dimaksud dari pemilikan harta benda.
Hanafiah berpendapat sebaliknya, bahwa manfaat dianggap bukan harta, karena manfaat tidak berwujud, tidak mungkin untuk disimpan, maka manfaat tidak termasuk harta, manfaat adalah milik.

Harta mamluk, mubah, dan mahjur
  • Harta mamluk ialah sesuatu yang masuk kebawah milik, milik perorangan, atau badan hukum, seperti pemerintah dan yayasan.

Harta mamluk (yang dimiliki) terbagi dua :

  • Harta perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik, misalnya rumah yang dikontrakan. Harta perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan milik, misalnya seseorang yang mempunyai sepasang sepatu dapat digunakan kapan saja.
  • Harta perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan selama satu bulan kepada orang lain.
  • Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik tersebut diurus bersama.

Harta Mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon dihutan dan buah-buahannya. Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya akan menjadi pemiliknya sesuai dengan kaidah barang siapa yang mengeluarkan dari harta mubah, maka ia menjadi pemiliknya.

Harta mahjur ialah “sesuatu yang tidak boleh dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syariat, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, dan kuburan-kuburan.

Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.
  • Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah) ialah harta yang tidak dapat menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras tepung dan lainnya.
  • Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qobil li al-qismah) ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja, dan mesin.

Harta pokok dan hasil (tsamarah/buah)
  • Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya harta yang lain.
  • Harta hasil (tsamarah/buah) ialah harta yang terjadi dari harta yang lain.

Harta pokok dapat juga disebut modal, misalnya, uang, mas, dan yang lainnya. Contoh harta pokok dan harta hasil ialah bulu dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta pokok dan bulunya merupakan harta hasil, atau kerbau yang beranak, anaknya dianggap sebagai tsamarah (buah) dan induk yang melahirkan disebut harta pokok.

Harta khas dan ‘am
  • Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
  • Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil manfaatnya.

Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
- Harta yang termasuk milik perseorangan
- Harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan

Harta yang dapat masuk menjadi milik perorangan, ada dua macam yaitu:
- Harta yang bisa menjadi milik perorangan, tetapi belum ada sebab pemilikan, misalnya binatang buruan dihutan.
- Harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab pemilikan, misalnya ikan disungai diperoleh seseorang dengan cara mengail.

Harta yang tidak termasuk milik perorangan adalah harta yang menurut syara tidak boleh dimiliki sendiri, misalnya sungai, jalan raya, dan yang lainnya.



Kesimpulan-Pada penghujung uraian kiranya kita perlu memberikan kesimpulan bahwa Alquran sangat mengakui dan menghormati keberadaan dan urgensi harta bagi kehidupan manusia. Alquran mengisyaratkan keharusan etos kerja positif, agar manusia dapat menggali semua potensi kekayaan yang telah disediakan Allah dan dapat mengolah serta mengembangkannya sehingga menjadi harta yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik yang bersifat individual maupun sosial. Alquran juga menggariskan bahwa pencarian dan pemanfaatan harta itu tidak pernah lepas dari nilai-nilai moral yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya. Akhirnya, harta yang dianugerahkan kepada manusia itu tidak hanya sekedar untuk dapat bertahan hidup, melainkan terfokus pada tujuan untuk beribadah kepada pemilik mutlak, yaitu Allah SWT.

Sumber :
Syafi’i, Rahmat, Prof., Dr., M.A.H., Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia. 2006. Cet. Ke-3.

Pembahasan Harta Dalam Fiqih Muamalah