Menentukan lembaga penyelesaian sengketa perbankan merupakan bagian yang penting dalam penyusunan kontrak perbankan syariah. Pengertian sengketa sendiri adalah sebagai berikut, Sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses pengaduan. Kemudian hasil penyelesaian sengketa dituangkan ke dalam bentuk akta kesepakatan sebagai dokumen tertulis yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank.
Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008 penyelesaian sengketa perbankan syari’ah dapat dilakukan melalui dua jalur, yakni penyelesaian secara litigasi dan non litigasi. Pilihan penyelesaian sengketa secara litigasi dapat ditempuh melalui Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri, sedangkan penyelesaian non litigasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu alternatif penyelesaian sengketa (ADR) dan arbitrase.
PENYESELASAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH, BAGAIMANA LANGKAHNYA?
Daftar Pembahasan :
Apa saja prinsip-prinsip dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah?
Seperti apa jalur penyelesaian sengketa dalam perbankan syariah?
Pengertian Sengketa
Sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses pengaduan. Kemudian hasil penyelesaian sengketa dituangkan ke dalam bentuk akta kesepakatan sebagai dokumen tertulis yang bersifat final dan mengikat bagi nasabah dan bank.
Langkah Penyeselsaian Sengketa Perbankan Syariah
Penyelesaiana sengketa perbankan syariah dapa dilakukan melalui dua cara, yang akan dijelaskan secara sederhana dalam postingan ini. Pertama melalui litigimasi dan yang kedua melalui Non-litigimasi. Dan berikut penjelasan untuh dari Langkah yang dapat di tempuh dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah;
Litigasi (melalui pengadilan)
Pengadilan merupakan salah satu tumpuan harapan masyarakat para pencari keadilan atau pihak-pihak yang bersengketa. Dalam memberikan pelayanan hukum dan keadilan kepada masyarakat, pengadilan mempunyai tugas pokok yakni menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Berdasarkan Pasal 24 UUD 1945 dan Pasal 2 UU No, 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa penyelenggaraan kehakiman di Indonesia diselenggarakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan sebuah Mahkamah Konstitusi. Di bawah Mahkamah Agung ada beberapa lingkungan peradilan yang ada di Indonesia, yakni:
- Peradilan umum;
- Peradilan agama;
- Peradilan tata usaha Negara;
- Peradilan militer. Masing-masing dari lembaga peradilan ini mempunyai kewenangan terhadap penyelesaian perkara yang berbeda.
Non Litigasi (di luar pengadilan/Alternatif Dispute Resolution)
Penggunaan ADR adalah sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa non litigasi dengan mempertimbangkan segala bentuk efesiensinya dan untuk tujuan masa yang akan datang sekaligus menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa. Hal ini karena sengketa diselesaikan dengan cara ini akan dapat selesai tuntas tanpa meninggalkan rasa dendam dan sisa kebencian. Dengan demikian secara non litigasi adalah penyelesaian masalah secara hukum dan nurani yang diharapkan nantinya untuk mentaati kesepakatan/perdamaian secara sukarela tanpa ada merasa kalah atau dipojokkan.
Negosiasi/Perdamaian (Non Nitigasi)
Negosiasi adalah suatu cara penyelesaian konflik melalui perundingan langsung antara para pihak tanpa harus melalui pihak ketiga untuk mencari dan menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat mereka sepakati bersama. Melalui negosiasi para pihak yang bersengketa dapat melakukan suatu proses penjajakan kembali akan hak dan kewajiban para pihak dengan melalui suatu situasi yang sama-sama menguntungkan dengan melepaskan atau memberikan kelonggaran atas hak-hak tertentu berdasarkan pada asas timbal balik. Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut kemudian dituangkan secara tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Penyelesaian sengketa memiliki prinsip tersendiri agar masalah-masalah yang ada dapat terselesaikan dengan benar. Di antara prinsip tersebut;
- Adil dalam memutuskan perkara sengketa, tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam pengambilan keputusan;
- Kekeluargaan;
- Win-win solution, menjamin kerahasiaan sengketa para pihak; dan (4) Menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan.
Perdamaian sangat dianjurkan dalam Islam sebab dengan perdamaian akan terhindarnya kehancuran silaturrahmi di antara para pihak sekaligus permusuhan mereka dapat diakhiri. Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat: 9 menyatakan, yang artinya sebagai berikut:
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.”Setelah para pihak yang bersengketa melakukan perjanjian damai, dengan sendirinya lahirlah suatu ikatan hukum, di mana masing-masing pihak berkewajiban untuk memenuhi isi-isi perjanjian perdamaian, jika salah satu pihak tidak menunaikannya maka pihak yang lainnya dapat menuntut agar peranjian itu dilaksanakan (dapat dipaksakan pelaksanaannya). Perjanjian perdamaian ini tidak dapat dibatalkan secara sepihak, dan harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Arbitrase Syariah (Tahkim, Non Litigasi)
Untuk menyelesaikan perkara/perselisihan secara damai dalam hal perdataan, selain dapat dicapai melalui keterlibatan pihak ketiga sebagai wasit. Upaya ini biasanya akan ditempuh apabila pihak yang berperkara itu sendiri ternyata tidak mampu mencapai kesepakatan damai. Istilah tahkim berasal dari kata “hakkama” yang secara harfiah berarti mengangkat (seseorang) menjadi wasit. Dengan demikian, pengertian tahkim ialah tempat bersandarnya dua orang yang bertikai kepada seseorang yang mereka ridhoi keputusannya untuk menyelesaikan pertikaian para pihak yang bersengketa karena tahkim merupakan aktivitas penunjukan wasit, maka orang yang ditunjuk itu disebut hakam (jama’ dari hukam).
Dasar hukum disyariatkan tahkim adalah firman Allah yang menyatakan bahwa: dan jika kamu khawatir akan ada persengketaan antara keduanya (suami istri), maka kirimlah seseorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan niscaya Allah akan memberi taufiq kepada suami istri itu sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal. (QS.An-Nisa [4] :35).
Penyelesaian sengketa secara arbitrase sudah berlaku sejak permulaan Islam. Sebelum Nabi Muhammad menerima tugas kerasulan, beliau pernah bertindak sebagai hakam ketika terjadi perselisihan di antara suku quraisy tentang perkara perebutan hak meletakkan batu hajar aswat ditempat semula. Upaya Nabi untuk menyelesaikan perselisihan tersebut mendapat kepercayaan dan diterima secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa waktu itu. Tindakan Nabi Muhammad untuk menyelesaikan perkara secara damai merupakan bagian dari tahkim.
Lembaga Peradilan (Qadha, Litigasi)
Dalam penyusunan kontrak apabila sengketa/perselisihan tidak dapat diselesaikan baik melalui upaya perdamaian (sulhu) maupun secara artbitrae (tahkim), maka biasanya akan diselesaikan melalui pengadialan (qadha). Di Indonesia, lembaga peradilan yang memiliki kewenangan absolut untuk penyelesaikan sengketa berdasarkan hukum-hukum syariah ialah pengadilan agama.
Qadha secara harfiah berarti memutuskan atau menetapkan. Sedangkan secara terminologi, istilah qadha dapt diartikan sebagai lembaga/institusi peradilan yang bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Peradilan pada hakikatnya merupakan suatu lembaga/institusi yang berfungsi untuk menegakkan hukum dalm menyelesaikan perkara berdasarkan hukum-hukum syara’. Adapun tujuan dari penegakan hukum adalah untuk menciptakan keadilan dan kebenaran di tengah kehidupan masyarakat.
Kewenangan membentuk dan menyelenggarakan lembaga peradilan menjadi hak pemerintah. Dalam pandangan Islam, penyelanggaran peradilan merupakan tugas dan kewajiban yang mulia. Karena penyelenggaraan peradilan merupakan instrumen untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi dengan tujuan kemaslahatan manusia, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat. Meskipun prinsip syariah diturunkan Allah melalui sebab tertentu, namun pengamalannya dapat berlaku secara umum tanpa dibatasi dimensi ruang dan waktu, dengan ketentuan selama tidak ada syariah lain yang menghapuskannya.
Ketentuan ini terdapat pada kaidah fiqh yang menyatakan :
العِبْرَةُ بعُومِ الْلَفْظِ لاَ بِخُصُوصٍ اْلسَّبَبِBerdasarkan kaidah tersebut, berarti sebab khusus (konteks) turunnya ayat di tempat tertentu, bukan menjadi sebuah halangan berlakunya ayat itu di tempat lain, meskipun dalam segala dimensi ruang dan waktu yang berbeda. Pada hakikatnya Allah SWT. telah mewahyukan syariah Islam kepada seluruh umat manusia, selain untuk panduan dalam menapaki jalan-jalan kehidupan juga untuk menyelesaikan perkara di antara umat manusia apabila terjadi perselisihan.
“Ibarat (suatu hukum) berlaku berdasarkan pada keumuman lafadz, bukan pada kekhususan sebab” (Hafidz A, 2003:184).
Kesimpulan
Penyelesaian sengketa memiliki prinsip tersendiri agar masalah-masalah yang ada dapat terselesaikan dengan benar. Di antara prinsip tersebut adalah;
- Adil dalam memutuskan perkara sengketa, tidak ada pihak yang merasa dirugikan dalam pengambilan keputusan;
- Kekeluargaan;
- Win-win solution, menjamin kerahasiaan sengketa para pihak; dan
- Menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan.
Referensi:
Burhanuddin S. 2009. Hukum Kontrak Syariah. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Pasaribu, Chairuman & K. Lubis, Suhrawardi. 1994. Hukum Perjanjian dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Susanto, Burhanuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: UII Press.
Zaidah, Yusna. 2015. Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan dan Arbitrase Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Karmuji. September 2016. “Jurnal Ummul Qura”. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah. Vol. VIII. No. 2.
Ichsan, Nurul. Juli 2015. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Di Indonesia. Vol. XV. No. 2.
Add your comment for: