-->

SUMBANGSIH DUNIA ISLAM di ZAMAN PERTENGAHAN [FILSAFAT]


Belajar Filsafat


Filsafat pada abad pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda sekali dengan arah pemikiran dunia kuna. Filsafat abad pertengahan menggambarkan suatu zaman yang baru sekali ditengah-tengah suatu rumpun bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa Barat. Filsafat yang baru ini disebut skolastik.

Filsafat barat abad pertengahan (476 – 1492 M) bisa dikatakan abad kegelapan, karena pihak gereja membatasi para filosof dalam berpikir, sehingga ilmu pengetahuan terhambat dan tidak bisa berkembang, karena semuanya diatur oleh doktrin-doktrin gereja yang berdasarkan keyakinan. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dari keyakinan para gerejawan, maka filosof tersebut dianggap murtad dan akan dihukum berat sampai hukuman mati.

Zaman pertengahan abad 2 SM-14 M, termasuk didalamnya kejayaan dunia islam. Kalau sebelum abad pertengahan adalah abad Yunani kuno dengan tiga tokoh besarnya, maka sejak Rasulullah diutus oleh Allah melalui tanah Arab, orang-orang yang paling pertama memperoleh pencerahan dari kenabian Muhammad SAW tersebut. Pada abad ke-6 M, islam mendorong umatnya untuk memperoleh ilmu dan kebijakan atau hikmah, maka dengan serta merta di abad ke-7 perkembangan kemajuan bangsa Arab (Islam) semakin tampak dibelahan Dunia.

  • Fase-Fase Abad Pertengahan

Filsafat Eropa pada abad-abad pertengahan terkenal dengan nama “Filsafat Scholastik”, artinya filsafat yang diajarkan di sekolah-sekolah. Seperti makhluk-makhluk hidup lainnya, filsafat scholastik telah mengalami empat fase, yaitu :
  1. Pase peralihan dari filsafat Yunani kepada Scholastik, yaitu dari abab IV-IX M.
  2. Pase kejayaan, yaitu abad XII M.
  3. Pase kejayaan, yaitu abad XII M.
  4. Pase kemunduran, yaitu pada akhir abad ke XIV M.
Fase pertama :
Pada pase pertama (peralihan) terdapat dua tokoh terkenal :
  1. St. Augustinus (354-430), pembina aliran Platonis Masehi yang telah membanjiri abad pertengahan dengan karangan-karangannya.
  2. Dionisius yang diduga seorang uskup Siria, menulis dengan bahasa Yunani dan banyak terpengaruh oleh filsafat Plato, serta karangan-karangannya banyak diterjemahkan kedalam bahasa Latin.
Meskipun fase pertama ini panjang umurnya, namun sedikit kerja yang dihasilkan, karena adanya kegoncangan-goncangan yang menimpa Roma dan kerajaan Romawi, sebagai akibat serangan bangsa Barbar, dan pergolakkan sosial yang mengakibatkan rusaknya buku-buku. Pembesar-pembesar Agama dan Gereja menjadi datu-satunya pelindung buku-buku tersebut dan penyimpanan ilmu, dan merekalah yang mendidik bangsa-bangsa yang baru (Barbar) dan bekerja untuk membina kebudayaan baru.

Fase kedua :
Pada abad IX dari fase kedua terdapat kemajuan ilmu yang pesat, diantara tokoh-tokohnya ialah Scoutt Eriugena, akan tetapi kemajuan ini berakhir dengan kemunduran. Tetapi pada abad XI kegiatan ilmu pengetahuan pilih kembali, dan muncullah golongan apologist dan theology, diantaranya yang terbesar ialah St. Anselm. Bekal mereka tidak lain adalah peninggalan fase yang sebelumnya. Karena itu ulama-ulama theology mengikuti aliran Augustinus, atau dengan perkataan lain, mereka adalah orang-orang Platonis, juga bekal orang-orang apologish berkisar pada pikiran-pikiran Plato, buku Porphyre Aristoteles dalam logika.

Fase ketiga :
Pada abad ke XII buku-buku tersebut dengan kuatnya telah mendorong fikiran barat dan menimbulkan kegiatan yang keluarbiasa, dan sebagai kelanjutannya ialah terpisahnya sekolah-sekolah dari kekuasaan uskup-sukkup dan diurus oleh kekuasaan administrasi pemerintahan dan akhirnya timbullah Universitas, barisan terdepan dari buku-buku tersebut ialah karangan-karangan Aristo yang disalin dari bahasa Arab, karangan Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali dan Ibnu Rasyid, yang kesemuanya merupakan hidangan yang lezat. Tetapi disamping itu buku-buku tersebut menimbulkan kegoncangan, karena adanya fikiran Aristoteles dan Neo Platonisme yang berlawanan dengan agama.

Fase keempat :
Fase keempat yaitu paada abad ke XIV mempunyai ciri yang berbeda sama sekali, meskipun benih-benihnya terdapat pada fase yang sebelumnya, yaitu kebencian terhadap fikiran-fikiran murni dan kecondongan yang kuat kepada kenyataan. Fase ini lebih tepat disebut fase nominalisme, karena kata-kata tentang fikiran murni hanya dianggap sebagai pemikiran kosong. Aliran nominalisme mengajak filsafat yang murni yang terlepas dari agama, tetapi juga percaya pula dengan revolusinya terhadap kekuasaan Aristoteles dalam lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat dan terkenal pula dengan pemberontakan raja-raja terhadap kekuasaan Paus serta pandangan keharusan dipisahkannya agama dan Negara.

  • Ciri-Ciri Abad Pertengahan

Filsafat Abad Pertengahan dicirikan dengan adanya hubungan erat antara agama Kristen dan Filsafat. Dilihat secara menyeluruh, filsafat abad pertengahan memang merupakan filsafat kristiani. Oleh karena itu, kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat abad pertengahan adalah suatu filsafat agama dengan agama Kristen sebagai basisnya.

Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal ini berbeda dengan pandangan Yunani kuno yang mengatakan bahwa kebenaran dapat dicapai oleh kemampuan akal. Mereka belum mengenal adanya Wahyu.
Mengenai sikap terhadap pemikiran Yunani ada 2 golongan:
  1. Golongan yang menolak pemikiran Yunani, karena pemikiran Yunani merupakan pemikiran orang kafir karena tidak mengakui Wahyu.
  2. Golongan yang menerima filsafat Yunani, mengatakan bahwa karena manusia itu ciptaan Tuhan maka kebijaksanaan yang datangnya dari Tuhan. Mungkin akal tidak dapat mencapai kebenaran yang sejati. Oleh karena itu, akal dapat di bantu oleh wahyu
  • Periode-Periode Pada Abad Pertengahan

Secara garis besar, filsafat abad pertengahan dibagi menjadi dua periode yaitu Zaman Partristik dan Zaman Skolastik

Zaman Patristik
Patristik berasal dari kata latin prates yang berarti Bapa-bapa Gereja, ialah ahli agama Kristen pada abad permulaan agama Kristen. Zaman ini muncul pada abad ke-2 -abad ke-7, dicirikan dengan usaha keras para bapa gereja untuk mengartikulasikan, menata, dan memperkuat isi ajaran Kristen serta membelanya dari serangan kaum kafir dan bid’ah kaum Gnosis. Bagi para bapa Gereja, ajaran Kristen adalah filsafat yang sejati dan wahyu sekaligus. Sikap para Bapa Gereja terhadap filsafat Yunani berkisar antara sikap menerima dan siakap penolakan.
Bapak Gereja terpenting pada masa itu antara lain Tertullianus (160-222), Justinus, Clemens dari Alexandria (150-251), Origenes (185-254), Gregorius dari Nazianza (330-390), Basilus Agung (330-394), Dionysius Areopagita, Johanes Damascenus, Ambrosius,Hyeronimus, dan Agustinus (354-430).
Tertullianus, Justinus, Clemens dari Alexandria, dan Origenes adalah pemikir-pemikir pada masa awal patristik. Gregorius dari Nazianza, Basilus Agung, Greorius dari Nyssa, Dionysius Areopagita, dan Johanes Damasceus adalah tokoh-tokoh pada masa patristik Yunani. Sedangkan Ambrosius, Hyeronimus, dan Agustinus adalah pemikir-pemikir yang menandai masa keemasan patristik Latin.
Filsafat Patristik mengalami kemunduran sejak abad ke-5 - abad ke-8. Di Barat dan Timur tokoh–tokoh dan pemikir-pemikir baru dengan corak pemikiran yang berbeda dengan masa patristik.

Zaman Skolastik
Zaman Skolastik dimulai sejak abad ke-9. Kalau tokoh masa Patristik adalah pribadi-pribadi yang lewat tulisannya memberikan bentuk pada pemikiran filsafat dan teologi pada zamannya, para tokoh zaman Skolastik adalah para pelajar dari lingkungan sekolah kerajaan dan sekolah-sekolah kedetral yang didirikan oleh Raja Karel Agung (742-814) dan kelak juga dari lingkungan universitas dan ordo-ordo biarawan.

Filsafat mereka disebut “Skolastik” (dari kata Latin “scholasticus”, “guru”), karena pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah dan universitas-universitas menurut suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional.

Tokoh-tokoh terpenting masa skolastik adalah Boetheus (480-524), Johannes Scotus Eriugena (810-877), Anselmus dari Canterbury (1033-1109), Petrus Abelardus (1079-1142), Bonaventura (1221-1274), Singer dari Brabant ( sekitar 1240-1281), Albertus Agung (sekitar 1205-1280), Thomas Aquinas (1225-1274), Johanes Duns Scotus (1266-1308), Gulielmus dari Ockham (1285-1349), Nicolaus Cusanus (1401-1464).

Periode ini di bagi menjadi tiga tahap :

  • Periode Skolastik awal (800-120)
Ditandai oleh pembentukan metode yang lahir karena hubungan yang rapat antara agama dan filsafat. Yang tampak pada permulaan ialah persoalan tentang universalia. Ajaran Aquastinus dan Neo-Platonisme mempunyai pengaruh yang luas dan kuat dalam berbagai aliran pemikiran.
Pada periode ini diupayakan misalnya, pembuktian adanya Tuhan berdasarkan rasio murni, jadi tanpa berdasarkan Kitab suci (Anselmus dan Canterbury). Problem yang hangat pada masa ini adalah masalah universalia dengan konfrontasi antara “Realisme” dan “Nominalisme” sebagai latar belakang problematisnya. Selain itu, dalam abad ke-12, ada pemikiran teoritis mengenai filsafat alam, sejarah dan bahasa, pengalaman mistik atas kebenaran religious pun mendapat tempat.

  • Periode puncak perkembangan Skolastik (abad ke-13)
Periode puncak perkembangan skolastik: dipengaruhi oleh Aristoteles akibat kedatangan ahli filsafat Arab dan Yahudi. Filsafat Aristoteles memberikan warna dominan pada alam pemikiran Abad Pertengahan. Aristoteles diakui sebagai sang filsuf, gaya pemikiran yunani semakin diterima, keluasan cakrawala berpikir semakin ditantang lewat perselisihan dengan filsafat Arab dan Yahudi.

  • Periode Skolastik lanjut atau akhir (abad ke-14-15)
Periode Skolastik akhir abad ke-14-15 ditandai dengan pemikiran islam yang berkembang kearah nominalisme ialah aliran yang berpendapat bahwa universalisme tidak memberi petunjuk tentang aspek yang sama dan yang umum mengenai adanya sesuatu hal. Kepercayaan orang pada kemampuan rasio memberi jawaban atas masalah-masalah iman mulai berkurang. Ada semacam keyakinan bahwa iman dan pengetahuan tidak dapat disatukan. Rasio tidak dapat mempertanggungjawabkan ajaran gereja, hanya iman yang dapat menerimanya.

  • Perkembangan Filsafat Abad Pertengahan
Pada Abad petengahan ini perkembangan ilmu mencapai kemajuan yang pesat karena adanya penerjemahan karya filsafat Yunani Klasik ke bahasa Latin, juga penerjemahan kembali karya para filsuf Yunani oleh bangsa Arab kebahasa latin. Karangan para filsuf Islam menjadi sumber terpenting penerjemahan buku, baik buku keilmuan maupun filsafat. Diantara karya filsuf islam yang diterjemahkan antara lain astoronomi (Al-khawarizmi), kedokteran (Ibnu Sina), karya-karya Al-Farabi, Al-Kindi, Al-Ghazali.

Fokus pada pengembangan ilmu melalui sekolah menjadi perhatian dari raja Charlemagne (Charles I) dengan pendirian sekolah-sekolah dan perekkrutan guru dari Itali, Inggris dan Irlandi. Sistem pendidikan di sekolah dibagi menjadi 3 tingkat. Pertama, yakni pengajaran dasar (di wajibkan bagi calon pejabat agama dan terbuka juga bagi umum). Kedua, diajarkan tujuh ilmu bebas (liberal Art) yang di bagi menjadi dua bagian; a) gramatika, retorika, dan dialektika (trivium), b) aritmatika, geometri, astronomi dan music (quadrivium). Tingkatan ketiga ialah pengajaran buku-buku suci.

  • Sumbangsih Dunia Islam

Sumbangsih dunia Islam terhadap Eropa zaman pertengahan merupakan berbagai penemuan dan penelitian dengan jumlah yang besar di dunia islam, yang mempengaruhi berbagai bidang yang bervariasi di Eropa seperti seni, arsitektur, kedokteran, pertanian, bahasa, teknologi daln lain-lain. Semenjak abad ke-11 sampai abad ke-13 M, Eropa banyak menyerap pengetahuan dari peradaban Islam. Termasuk yang dianggap penting adalah penemuan kembali teks-teks klasik Yunani Kuno melalui pengalih-bahasaan dari bahasa Arab.

Salah satu karya di bidang medis yang paling penting yang diterjemahkan adalah The Canon Of Medicine (1025) karya Ibnu Sina, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan kemudian disebarkan dalam bentuk naskah Manuskrip dan bentuk tercetak di seluruh Eropa. Buku ini tetap menjadi buku teks medis standar di Eropa hingga periode awal masa modern, selama abad ke-15 dan ke-16 saja, The Canon Of Medicine telah di cetak ulang lebih dari 35 kali. Ibnu Sina mencatat sifat menular dari beberapa penyakit menular (yang disebutnya sebagai “jejak yang ditinggalkan” oleh orang sakit di udara), dan mendiskusikan cara yang efektif untuk menguji obat-obatan baru. Ia juga menulis The Book Of Healing, sebuah ekslopedia yang lebih umum tentang ilmu pengetahuan dan filsafat, yang menjadi buku teks populernya yang lain di Eropa.

Muhammad bin Zakariya Razi (Ar-Razi) menulis buku yang juga berpengaruh di Eropa berjudul Comprehensive Book Of Medicine, dengan deskripsi yang cermat atas dan perbedaan antara campak dan cacar.

Abu Al-Qasim Al-Zahrawi menulis Kitab At-Tasrif, sebuah ensiklopedia kedokteran yang sangat terkenal pada pembahasan operasinya. Buku ini memuat tetntang deskripsi dan diagram dari lebih 200 instrumen bedah, yang kebanyakan dikembangkannya sendiri. Bagian pembahasan operasi dari buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari Cremona pada tahun 1100, dan digunakan disekolah-sekolah kedokteran Eropa selama berabad-abad, dan masih di cetak ulang pada tahun 1770-an.


Add your comment for:

SUMBANGSIH DUNIA ISLAM di ZAMAN PERTENGAHAN [FILSAFAT]