-->

Cerpen Membasuh Dosa


Assalamu'alaikum wr wb...
Alhamdulillah kita sudah memsuki hari ke 11 puasa, gimana masih kuat..? apa ada yang bolong ..? semoga saja gak ya hehe. Okeh pada kesempatan kali ini saya mau membagikan cerpen saya yang kesekian kalinya dan kali berjudul "MEMBASUH DOSA". pokonya seru atau pun enggak saya akan selalu posting cerpen hasil karya saya . Dan cerpen "MEMBASUH DOSA" ini menggangkat kisah tentang anak muda yang terlahir di keluarga yang agamis namun dia terjebak dalam kebenciannya kepada ayahnya dan ditambah lagi dia adalah seorang pecandu narkoba. Kok bisa sih anak seorang alim ulama kek gitu. Penasaran,,,, siip langsung baca aja.

cerepen-sedih-motivasi-religi


Aku adalah Rendi putra sulung dari keluarga Kiayi besar didesaku. 19 tahun kuhabiskan dengan mengikuti keinginan ayahku untuk meneruskan pendidikan di sebuah pesantren yang beliau inginkan. Semua itu masih aku turuti, semua hal membosankan, ocehan-ocehan, dan dalil-dalil yang selalu keluar dari mulut ayahku membuatku bosan. Beliau  selalu berkata “Laki-laki adalah imam dan harus memperdalam ilmu agama biar bisa menjadi imam yang dapat membawa keluarganya ke surga”.

Namun semua unek-unek dan kekesalanku itu tidak bertahan lama, pendidikanku disebuah pesentren itupun telah usai aku kembali kerumah orang tuaku. Tidak ada sambutan sama sekali yang mereka buat, berbeda halnya dengan kedatangan adek ku yang bersekolah di Mesir. Sambutan yang amat teramat besar beliau selenggarakan untuk kepulangannya.  Itu jelas membuatku iri.

Setelah lulusnya aku dari pesantern itu tidak lantas membuatku dapat memimpin acara keagamaan yang seperti ayahku inginkan, semua itu diperoleh adekku, dan itupun lagi-lagi sangat membuatku iri. Aku tambah prustasi dan mulai menimbulkan sifat bringasku, aku mulai gusar dengan jalan yang ayahku pilihkan untukku. Tidak ada kepastian masa depan yang jelas.
Mungkin ini adalah kesalahan terbesarku mengikuti apa yang ayahku inginkan...

*000*
Ini  merupan babak baru kehidupanku. Pras, Dawin, dan Tomi adalah anak kota yang kebetulan sedang berlibur didesaku. “Orang kota biasanya membawa dampak buruk bagi anak-anak didesa, sebab mereka membawa budaya kekota-kotaan mereka”. Itu yang pernah orang tuaku katakan. Namun, akibat dari didikan ayahku yang keras, akupun menjadi keras kepala dan semua hal yang dulu ayah  dan ibuku katan dan aku yang dulupun mendengarkan apa yang mereka katakan. Tapi,  Sekarang itu sudah tidak lagi. Semua kata-kata yang mereka anggap nasehat sekarang aku lakukan terbalik mereka mengatakan tidak aku melakukannya dan sebaliknya.

Semua  yang dikatakan orang tuaku terutama ayahku adalah sebuah kebohongan dan hanya akan membawaku kepada jalan yang salah. Seperti  waktu 6 tahun, yang  aku habiskan sia-sia disebuah pesantren, sebuah temapat yang sama sekali tidak aku inginkan, namun itu semua keinginan ayahku. Beliau mengatakana jika aku keluar nanti maka aku akan mendapat penghargaan seperti yang beliau dapat dan nyatanya sekarang semua itu tidak aku dapatkan.

*000*
Aku mulai mendekati orang kota itu. Dan akhirnya aku bisa bergaul dengan mereka. Yang kata orang tuaku  mereka adalah orang-orang yang rusak, semua itu bohong. Ayahku hanya tidak ingin melihat aku menjamah dunia yang lebih moderen. Beliau menginginkan aku selalu mengenakan gamis seperti yang selau beliau kenakan. Karena sudah menjadi bagian dari mereka akupun merubah penampilan agamisku menjadi lebih trendy.

Bergaul dengan mereka membuatku harus bisa merokok dan sekarang akupun mulai menikmati asap-asap itu. Semuanya terasa aneh pada awalnya namun sangat nikmat untuk selanjutnya. Tidak hanya sampai disitu merekapun mulai mengenalkan beberapa jenis obat-obatan yang terbilang murahan dan sangat mudah didapatkan dipasar.

Mereka memberikan 5 butir obat itu. “Ini Rend buat lo, gue jamin lo bakal mimpi indah dan bahkan lo bakal bermimpi indah dengan mata terbuka” Ucap dawin.
Akupun mengulurkan tanganku, perlahan butir demi butir pil itu berpindah ketanganku. lagi-lagi aku teringat kata-kata ayahku “orang kota itu tidak baik” mengingat hal itu akupun langsung memasukkan pil-pil itu kedalam mulutku dan menelannya tanpa bantuan air.

Sangat pahit teras dilidahku, hampir saja aku memutahkan semua pil-pil itu namun teman-teman baruku itu mencegahnya.  
Kehadiran teman-teman baruku ini membuatku sangat senang ditambah lagi dengan beberapa pil itu aku sudah bisa membuatku melupakan segala obsesi yang ayahku inginkan. Sedih, senang, dan takut bercampur menjadi satu saat aku meminum pil itu.
*000*
“Ren lo punya duit gak,..? ada barang baru nih..”, tanya tomi padaku. “Wies pake nanya lagi, tenag bro gue bayar semua. Duit sih gampang bokap gue satu kali ceramah aja bisa dapat 30 butir barang itu, apa lagi cuman buat kita berempat”, jawabku sombong

Pil baru kali ini memilki dosis kayalan  tingkat tinggi dan itu membuat hormon adrenalinku terpacu untuk mencobanya.  Pil ini entah pil yang keberapa yang telah membuatku mabuk. Tidak memerlukan air ataupun resep dokter untuk menikmati obat terlarang ini.

“Melayang” itu yang aku rasakan setiap aku meninun obat-obatan itu. Surga itu ada di pil-pil ini. Kegilaan ini aku lakukan selama 2 tahun lebih, bukan rahasia lagi jika aku tergeletak sampai pagi dipingir jalan rumahku. Ayahku sudah tak menganggapku lagi, dan reputasinya sebagai penceramah agamapun mulai pudar akibat rusankanya ahklaku sebagai putra sulung seorang kiayi.

Kini usiaku sudah 23 tahun dan ayahku 64 tahun. Aku tidak lagi tingal dirumah kedua orang tuaku dan uang bulanankupun diputus oleh ayahku. Aku mulai gusar, sumber penghasilan utamku sudah hilang dan teman-teman kotaku satu persatu mulai hilang dan kembali kekota meraka masing-masing. Uang,  itu penyebab kenapa mereka meniggalkanku. Yang pada awalnya aku sudah tahu jika mereka hanya menginginkan lembaran-lembaran Rupiahku saja,  bukan anak desa seperti aku ini. Namun, aku tak ada pilihan lain selain bergaaul dengan mereka.  Untuk menghilangkan bayang-bayang ayahku.

Kepergian mereka memperparah kondisiku, hasrat kecanduanku minta untuk dipenuhi namun aku tidak bisa mendapatkan pil-pil setan itu. Aku mengila dan bahkan aku tak segan untuk menyakiti setiap orang yang ada disekitarku. Tidak terkecuali.
**O**
Aku  berjalan menyisiri jalan yang ditumbuhi rerumputan berduri, tak ada alas kaki yang kukenaka. Duri-duri itu menusuk-nusuk kakiku, ceceran darah memberiakan warna pada setiap langkah yang aku buat. Kondisi sakau ini sangat menyiksaku, sebernya aku tak ingin menyakiti semua orang, sebenranya aku tak ingin seperti ini, tapi kondisiku pada saat itu sangat mendesakku melakukan semua ini.

Tiba-tiba ada sebuah mobil yang hampir menabrakku,
Tetttttttt, Cetttt, bretttakkkk. “KALO JALAN PAKE MATA MAS..!”, bentak pengemudi itu.

Diperlakukan kasar sudah menjadi makanan hari-hariku. Kondisi tubuh ini sudah tidak memungkinkan lagi untukku berjalan, menuju tempat yang entah berantah dimana keberadaannya. Tak ada tujuan hidup lagi. Pil-pil itu hanya memperburuk kondisiku pada saat terakhir sepeti ini. Disini aku menyadari kenikmatan dunia sungguh hanya sementara. Dan aku sudah menemukan apa jawaban dari apa yang selalu ayahku katakan, bukan orang kota yang buruk atau rusak tapi bagaimana kita mengauli mereka. Berteman tak harus sama ataupun satu tabiat.

Aku berhenti disebuah telaga besar yang airnya sangat jernih dan tenang. Aku lihat guratan wajah yang dulunya selalu basah dengan air wudhu kini dipenuhi bekas muntahan yang mengering. Kubasuh wajahku denga air telaga itu, saat aku membasuh.. kring kring ( Telpon dari romi {Adek Rendi} ), “Heh sangat menganggu, paling juga dia mau menceramahiku dan memintaku pulang dan minta maaf kepada ayah” Desahku.

Telpon itupun aku abaikan, dan handphone aku diamkan. Kulanjutanya mencuci muka yang sempat terhampat sebuah telpon tadi. 15 menit aku hanya berdiam diri dan masih menatap wajaku dipantulan telaga itu.
Ada perasaan yang tidak enak dihatiku dan akupun mengambil kembali HPku. Ada 21x panggilan tak terjawab dan 12 sms belum dibaca.

Note : Isi pesan

“Abang, maafkan kesalahan ibu dan ayah. Kami salah telah mengabaikanmu, membuatmu menjalani masa-masa yang sulit dipesantern, Niat kami sangatlah baik. Kami ingin melihatmu menjadi putra yang soleh yang nantinya menggantikan ayahmu, dan soal Romi adekmu bukankah dia keMesir menggunkankan beasiswa yang kamu tolak dulu. Itu bukan salah Romi dia hanya menggantikanmu untuk pergi keMesir. Itupun merupan salah satu bentuk rasa sayangnya kepadamu. Abang ayolah pulang ibu dan ayah sekali lagi minta maaf. Kini hanya kamu dan romi yang ibu punya saat ini. Ayahmu telah dijemput yang Maha Kuasa. Putraku ayo pulang”.
“Apa..? ayah meninggal” teriakku keras.

Sok yang amat teramat setalah membaca sms dari ibuku, air mata mengalir, lututku manjadi lemas, dan napasku tak karuan. Lalu otakku berkata “sumber masalah sudah tiada” namun hatiku berkata lain, ada sesutu yang hilang dan membuatku amat teramat sakit, luka yang sebelumnya tak pernah aku rasakan, hatiku megerkakan kaki ku berlari menuju rumah kedua orang tuaku. Sedih tak terkira air mata tumpah ruah, ini bukan yang diginkan otakku tapi hatiku memenangkan semuanya. Kesedihan  ini membuatkau sadar yang dilakukankan ayahku tiadaklah sepenuhnya salah dan tidah sepenuhnya benar. Egois itulah sumber masalah terbesar diantara kami bedua.

*000*
Setibanya aku dirumah, benar bendera itu sudah dikibarkan didepan rumahku. Orang-orang mulai berdatangan. Tak ada yang memperdulikan kedatanganku. Aku tak berani masuk dengan segudang rasa bersalah ini,  tapi lagi-lagi hatiku berkata lain dia mengerakkan kaki ku memasuk rumah itu.
Setelah melihat sosok ayah yang dulu selalu mengenakan gamis dan peci,  kini terbaling dan  sudah terbungkus kain kapan, lututku kembali lemas, mataku mengeluarkan air yang tak dapat aku bendung, jantungku berdegup kencang. Semuanya menjadi senyap pandanganku mulai buram, tapi arom kapur barus itu masih tersa dihidungku.
“Bretakkkkkkk” Suara jatuh
Kak Rend, itu suara pertama yang aku dengar. Aku mulai membuka mataku perlahan semuanya terasa berbeda. Tercium aroma yang sangat tidak asing lagi bagiku. Aroma yang membuat air mataku mengalir, aroma yaang mengingatkanku dengan seseorang yang dibalut kain kapan.

“Rom, mana ayah..?”, “ayah sudah dimakamkan kemaren sore kak”, jawab Romi..
“Keeeeenapa-kenapa ayah..?”, “ayah serangan jantung ka”, jawab Romi lagi.
Apa serangan jantung?, sejak kapan ayahku punya penyakit semacam itu. kenapa aku bodoh sekali. Bahkan aku tidak tahu apa penyaakit yang diderita oleh orang tuaku sendiri, “Ibu sejak kapan ayah punya serangan jantung” tanyaku sambil mengolak-golakannya
“semenjak kau menolak beasiswa ke mesir”, jawab ibuku lirih

Senin, 24 Maret 17
Aku hanya berdiam diri dikamar, satu minggu aku habiskan hanya dengan berdiam diri saja.  Hampir seluruh saraf otakku rusak akibat pil-pil setan itu. Tak ada lagi hasrat untuk mengkonsumsinya, mungkin ini adalah batas  akhir dari candu obat-obatan itu. setelah merusak semua sel saraf maka obat-obatan itupun sudah tidak berarti lagi bagi sang pecandu. Sekarang ini aku bisa dikatakan kurang waras, namun rasa sakit kehilangan ayah yang hampir seumur hidup aku  anggap sebagi perusak masa depan, itu masih teras.

Dalam lamunanku aku mulai mengingat ceramah atau yang dulu sering aku sebut ocehan-ocehan  yang tak bermakna dari ayahku, dan aku mengingat ayahku pernah berkata. Basuhlah semua dosa-dosa mu dengan beribadah dan berbuat baik, bukan dengan diterjen ataupun racun.

Aku berjalan menuju kamar mandi yang ada dipaling ujung rumahku, ku ambil sebungkus diterjen dan sebotol racun tikus, seperti apa yang dulu ayahku sampaikan. aku campurkan kedua alat pemasuh dosa tersebut dan kumulai membasuh dosa-dosaku dengan meminum cairan itu. Terasa sangaat aneh, aroma harum namun mencekik leher, dan rasa panas yang tak terkira. Disela-sela ritual pembasuhan dosa itu aku berkata “ ini adala akhir dari kisah seorang pecandu pil setan”. Inilah pengaruh pil setan sesungguhnya. Diakhir  hayatku, aku  menyadri bahwa aku  telah menelaah pesan dari ayahku secara terbalik.
“Basuhlah dosa-dosamu dengan beribadah dan berbuat baik, bukan dengan diterjen dan racun” namun otakku yang sudah kehilangan fungsinya menerjemahkan “ Basuhlah dosa-dosamu dengan diterjen dan racun”

TAMAT


Cerpen Membasuh Dosa